Wiwi yang digendong bude menurut dan dengan tatapan sedih mengantar eyang hingga teras depan.
"Di pasar baru juga ada toko es Shanghai. Kami makan siang mie ayam dan es Shanghai," cerita Wiwi.
Selesai makan, Wiwi saat menunggu bajaj lewat melihat seorang anak perempuan usia 5 tahun duduk bersama ibu di pinggir trotoar. Di depan mereka di atas trotoar ada mangkuk alumunium berisi uang receh. Wiwi kembali bertanya, "Mereka kenapa?"Â
Hari itu Wiwi pulang dengan membawa kata baru pemulung dan pengemis.
Sewaktu di Singapura setiap ada libur, Wiwi selalu menginap di rumah majikan bersama bunda. Nyonya besar sangat menyayanginya. Setiap imlek, Wiwi diberi angpao 500$S dan menyuruh para cucu mengajaknya bermain video games.
Wiwi sangat suka bermain nintendo dan penasaran cara membuat video games sehingga memilih kuliah di bidang teknologi informasi.
Setelah jalanan sepi anak kecil, kami kembali mengayuh sepeda menuju mesjid Istiqal dan gereja Katedral melewati stasiun Gambir.
"Kamu tidak shalat?" tanyaku.
"Mau tapi sayang Jason tidak meminjami kunci sepeda jadi tidak bisa ditinggal. Dan aku tidak mungkin membiarkan kamu menjaga sendirian di parkiran," jawabnya.
"Kamu sendiri tidak misa?" balasnya bertanya.
"Aku tidak mungkin misa dengan kondisi bau keringat begini. Lagipula, kemarin sore sudah misa," jawabku.