Dia bilang seandainya saya yang datang dan cerita sendiri pasti tidak percaya.
Kami pun langsung berdebat sengit karena saya tidak percaya benar sehat. Dokter itu kesal dan bilang ingatan yang bagus, tak ada rasa sakit di kepala, muntah, pusing dan lecet di kulit sudah bukti nyata saya tidak apa-apa.
Tapi, saya tidak percaya dan terus berkata,"periksa yang benar!! Nggak percaya!! Mau pulang!!"Â
Dokter karena kesal terpikir untuk acak-acak rambut saya untuk cari luka di kulit kepala.Â
Saat dia mulai membuka helaian rambut, hati saya terenyuh melihat kegigihannya dan mulai merenungkan perkataannya yang mengatakan saya ini aneh karena sudah jelas jatuh dan kepala membentur aspal dengan keras, tapi bukan nangis atau meringis kesakitan malah marah-marah ga jelas begini. Saya mulai terpikir untuk mengakhiri keanehan hidup ini.
Di saat mulai mencari cara untuk keluar itu,terdengar dia mengeluh, "Udah, ah!" Lalu, di depan saya berdiri dokter berwajah sangat frustasi.
"Eh, kamu ngaca sana! Ngaca!! Itu kulit muka kamu mulus ga ada lecet sedikit pun! Tadi saya uda cek kepala kamu juga sama!! Kalau masih nggak percaya juga kamu ini nggak apa-apa!! Besok kamu ganti jurusan dan belajar sendiri ilmu kedokteran. Nanti saya pinjami semua buku kedokteran yang saya miliki. Biar kamu gak usah beli lagi. Itu semua buku mahal tahu!!" Serunya kesal.
Mendengar itu spontan saya bilang bahwa selama ini masih berobat ke dokter anak.Â
Dia kaget karena usia saya bukan anak-anak. Singkat cerita ternyata dia memiliki ayah seorang dokter anak.Â
Tak lama lagi dia lanjut kuliah spesialis anak karena kagum dengan teman ayah yang juga dokter anak, yaitu dokter Widhodho. Baginya dokter itu dosen dan dokter yang luar biasa hebat.
Kesamaan yang kebetulan ini membuat saya langsung tenang dan tersenyum. Saya langsung mempercayainya dan yakin sedetik ke depan semua baik.