Mama tidak menyangka sekarang harus melindungi aku dari kekejaman bangsa sendiri yang selama ini hidup bersahabat dengan damai.
Meski sudah terjadi banyak kawin campur antar suku dan ras didarahku, tapi wajahku sangat oriental.
Seminggu kemudian kehidupan kembali normal. Aku kembali ke asrama untuk sekolah. Masa sekolahku sisa seminggu.
Jam 7 malam suster kembali membunyikan bel tanda semua harus berkumpul.
"Apa ada rumah kalian atau saudara, teman yang dijarah maupun dibakar?" Tanya suster.
Semua kompak mengelengkan kepala.
Selanjutnya suster kembali bertanya,"Apa ada saudara atau kenalan kalian yang diperkosa dan dibunuh?"
Kompak wajah pucat, bingung, dan takut menghiasi semua penghuni.
"Maksud suster?" Entah siapa yang bertanya.
"Suster banyak dapat laporan dari kenalan bahwa kerabat perempuan mereka yang etnis Tionghoa diperkosa saat kejadian. Mereka diperkosa secara sadis hingga ada yang meninggal. Beberapa mengalami luka parah..." Suster tidak kuasa melanjutkan cerita.
Setelah hening beberapa saat...,"Suster minta kalian untuk mati raga selama 3 hari memohon ketenangan batin para korban. Kita sesama perempuan harus saling menguatkan. 3 hari ini kita hanya makan nasi tanpa lauk pauk dan garam. Kita semua harus hening. Jangan ada yang berbicara kecuali saat terima telefon dari keluarga."