Mohon tunggu...
Karisma Nabila
Karisma Nabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya mahasiswa

Pembahasan yang akan di bahas yaitu mengenai hukum perdata islam di indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Buku: Waris Berdasarkan Berbagai Sistem Hukum di Indonesia Karya Hj. Wati Rahmi RIA, S.H.M.H

14 Maret 2024   10:50 Diperbarui: 14 Maret 2024   10:57 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan Hukum Waris Adat

Hukum waris merupakan bagian dari KUH Perdata secara keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari Hukum Keluarga. Hukum waris sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia karena setiap orang pasti mengalami suatu peristiwa hukum yang disebut dengan kematian. Akibat hukum dari peristiwa hukum meninggalnya seseorang antara lain menyangkut persoalan bagaimana hak dan kewajiban orang yang meninggal itu dikelola dan dilanjutkan. Pengaturan mengenai hak dan kewajiban yang timbul akibat meninggalnya seseorang diatur dengan hukum waris.

Dari pengertian Hukum Waris di atas memperlihatkan adanya 3 (tiga) unsur, yang masing-masing merupakan Unsur Esensila (mutlak) yaitu : Yang pertama, Seorang peninggal warisan/Pewaris yang pada wafatnya meninggalkan harta kekayaan/warisan. Yang kedua, Seorang atau beberapa orang ahli waris yang berhak menerima kekayaan yang ditinggalkan itu. Yang ketiga, Harta Warisan atau harta peninggalan, yaitu kekayaan yang ditinggalkan dan sekalian beralih kepada para ahli waris itu

Bentuk, sifat dan sistem Hukum Waris Adat sangat erat kaitannya dan berhubungan dengan bentuk masyarakat dan sifat kekerabatan/kekeluargaan di Indonesia. Dengan kata lain Hukum Waris Adat sangat dipengaruhi oleh sistem kekerabatan yang ada dalam masyarakat Indonesia yang berpokok pangkal pada sistem menarik garis keturunan yang ada tiga (3) macam itu, yaitu : Sistem yang pertama, Sistem Kekerabatan Patrilinial adalah sistem yang menarik garis keturunan dari pihak ayah atau garis keturunan pihak laki-laki. Dalam sistem ini seorang istri oleh karena perkawinannya akan dilepaskan dari hubungan kekerabatan orang tuanya, nenek moyangnya, saudaranya sekandung dan semua kerabatnya. Sistem yang kedua, Sistem Kekerabatan Matrilinial, adalah sistem yang menarik garis keturunan dari pihak perempuan atau ibu dan seterusnya ke atas mengambil garis keturunan nenek moyang perempuan, sehingga berakhir pada satu kepercayaan bahwa mereka semua berasal dari seorang ibu asal. Sistem yang ketiga, Sistem Kekerabatan Parental, ini menarik garis keturunan baik melalui garis bapak maupun garis pihak ibu, sehingga dalam kekerabatan/kekeluargaan semacam ini pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara keluarga pihak ayah atau pihak ibu. Pihak suami sebagai akibat dari perkawinannya menjadi angota keluarga pihak istri dan pihak istri juga menjadi anggota kerabat keluarga pihak suami.

Perbedaan Hukum Waris Adat dengan Hukum Waris Islam / FIQH

*Hukum Waris Islam, warisan berarti pembagian dan pada harta peninggalan, dan para waris dapat menuntut dibaginya harta peninggalan setiap waktu.

*Hukum Waris Adat, pewarisan tidak tentu berarti pembagian harta peninggalan mungkin karena pembagiannya yang tidak dibolehkan atau pembagiannya masih ditunda sampai waktu tertentu yang akan datang. dll

Pendahuluan Hukum Waris Perdata

 Hukum kewarisan perdata barat yang teratur dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) yang merupakan tiruan belaka dari Burgerlijk Wetboek lama Belanda, berdasarkan azas konkordansi diberlakukan di Indonesia bagi golongan Eropah dan mereka yang dipersamakan dengan golongan Eropah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 131 Indische Staatsregeling, meskipun merupakan produk hukum dari pemerintahan kolonial Belanda, tetapi sampai saat sekarang masih tetap dinyatakan berlaku. Keberlakuan hukum kewarisan yang teratur dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) ini adalah berdasarkan aturan peralihan Pasal 2 dan Pasal 4 Undang Undang Dasar 1945.

 Berdasarkan kedua Pasal aturan peralihan Undang Undang Dasar 1945 tersebut, maka pada tanggal 10 Oktober 1945, Presiden mengeluarkan suatu Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 1945 yang berisi ketertiban masyarakat bersandarkan aturan peralihan Undang Undang Dasar Negara R.I. Pasal II bersambung dengan Pasal IV. Pengertian Hukum Waris secara umum yang dimaksud dengan hukum waris adalah hukum yang mengatur tata cara perpindahan atau pengalihan harta warisan dari si mati (pewaris) baik berupa harta benda yang dapat dinilai dengan uang maupun utang piutang kepada orang orang yang berhak mewarisinya baik menurut Undang Undang maupun surat wasi'at sesuai bagian yang telah ditentukan dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Ada pun tiga unsur-unsur kewarisan sebagi berikut: Unsur yang pertama, Pewaris, secara umum dapat diketahui bahwa tidak semua orang yang meninggal dunia, disebut pewaris, karena syarat untuk dapat disebut pewaris adalah orang yang meninggal dunia tersebut harus meninggalkan pelbagai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi pada pihak ketiga yang dapat dinilai dengan uang yang disebut dengan harta peninggalan. Unsur yang kedua, Ahli waris, Ahli waris adalah orang yang menggantikan pewaris dalam kedudukan hukum mengenai harta peninggalannya, baik untuk seluruhnya maupun untuk bagian yang sebanding. Unsur yang ketiga, Harta peninggalan, Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan pewaris untuk dibagi bagikan kepada orang yang berhak mewarisinya. Namun demikian tidak semua harta yang ditinggalkan pewaris secara otomatis bisa dibagi bagikan kepada orang yang berhak mewarisinya, karena harus dilihat terlebih dahulu apakah harta yang ditinggalkan pewaris tersebut harta campur atau bukan.

Akan tetapi pada persoalan ini, ada lagi segi segi yang lain daripada segi keuangan saja. hukum waris negara berarti, bahwa suatu instansi pemerintah diperbolehkan mencampuri segala persoalan yang timbul dibidang keuangan oleh karena matinya seseorang. Negara ikut membuat daftar harta peninggalan, ikut memutuskan bagaimana caranya membagi patung patung dan burung kenari kepada orang orang yang menerima hibah wasi'at dan ikut juga mengatur pemisahan barang barang Tidak dapat diragukan lagi, bahwa munculnya negara sebagai ahli waris tidak akan disenangi oleh ahli waris lainnya, dan saya juga tidak sependapat dengan orang orang yang mempunyai pendirian, bahwa pajak warisan dan waris negara sama artinya, karena sebagai pemungut pajak warisan, negara tidak mempunyai urusannya, tetapi hanya berfungsi sebagai kreditor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun