"Selamat pagi anak-anak."Ucap Bu Mira mengawali kelas. Pagi ini kelas XII MIPA 3 disambut oleh pelajaran Biologi. Seluruh kelas akan dibuat gempar akibat pertanyaan beranak Bu Mira. Kecuali bagi anak-anak tiga besar  di kelas ini. Mereka adalah Derren,Aidan dan Aksana.Â
"Baik, seperti biasa, Ibu akan memulai kelas dengan pertanyaan-pertanyaan yang akan mencuci otak kalian pagi ini."Ucap Bu Mira. Alih-alih mencuci otak, pertanyaan itu justru seperti kuis dadakan bagi para murid.
"Jadi, pasang telinga kalian dan siapkan konsentrasi penuh."Ujar Bu Mira lagi. Ia mulai berjalan ke meja-meja dan siap mengetuk meja siapapun pertanda satu pertanyaan siap dilontarkan. Tiba-tiba Bu Mira mengetuk meja seorang gadis.
"Aksana! Apa bagian enzim yang berupa non protein ?"Tanya beliau pada Aksana. Gadis itu terkesiap sebelum menjawab pertanyaan Bu Mira.
"Kofaktor bu,"Jawab Aksana sedikit gugup. Bu Mira masih stand by di meja Aksana. Bukan Bu Mira namanya jika hanya memberi satu pertanyaan.
"Sebutkan sifat-sifat enzim!"Tanya Bu Mira lagi
"Enzim sebagai biokatalisator suatu reaksi, bekerja secara bolak balik atau reversibel,..."Aksana terhenti. Ia baru saja menghafalnya semalam.
"Sudah yakin dengan jawaban kamu, Aksana,?"Tanya Bu Mira meyakinkan
"Y..Yakin bu."Jawab Aksana takut takut.
"Oke. Karena awaban Aksana tadi masih kurang lengkap, Ada yang bisa mengulang jawaban Aksana secara lengkap?"Bu Mira beralih dari meja Aksana ketika melihat seorang siswa dengan kacamata frame hitam tipis mengacungkan tangan.
"Ya, silahkan Aidan."Kata Bu Mira mempersilahkan
"Sifat-sifat enzim antara lain;Enzim sebagai biokatalisator suatu reaksi, dapat bekerja secara bolak balik atau reversibel, berwujud sebagai koloid, rusak jika kena panas atau termolabil, dan dapat diekstraksi dari sel tanpa kehilangan aktivitas katalitiknya."Jawab Aidan santai, seolah yang keluar dari mulutnya barusan adalah spontanitas. Jawabannya begitu rinci, runut dan tidak ada satupun yang salah. Satu kelas tertegun, termasuk Bu Mira.
"Marvelous!Berikan applause untuk teman kita!"Ujar Bu Mira sembari bertepuk tangan, takjub. Semua murid bertepuk tangan kecuali Derren dan Amara. Amara sibuk bercermin di mejanya sementara Derren tertidur pulas di mejanya setelah kemarin malam menyelesaikan PS-5 nya.Â
"Hei, Â Amara! Derren!Kenapa kalian sulit sekali memberikan tepuk tangan?Hah?!Sudah merasa pintar?"Kali ini perhatian Bu Mira dan seluruh murid beralih pada mereka.Â
"Amara!Sempat-sempatnya kamu bercermin disaat kelas  berlangsung, ya. Gaya dan penampilan tidak ibu butuhkan disini. Tapi yang ibu butuhkan adalah isi otak. Kalau kamu memang mementingkan fashion daripada otak, kenapa tidak sekolah di sekolah fashion saja?"Kata Bu Mira murka. Kata-katanya mampu menusuk hati Amara.Â
"Berdiri kamu!"Suruh Bu Mira. Amara meletakkan cerminnya di atas meja, kemudian beringsut berdiri dengan malas. Semua mata kini tertuju padanya. Amara sudah biasa diperhatikan banyak orang, toh ia sendiri suka cari perhatian. Kini Bu Mira beralih pada Derren yang masih saja tertidur pulas. Padahal Bu Mira sudah memarahi mereka sejak tadi.
"Der-ren!"Seru Bu Mira persis di dekat telinganya. Tiba-tiba kepala Derren terangkat. Ia mengerjap sebelum akhirnya menatap Bu Mira yang sedari tadi sudah berada persis di hadapannya. Satu kelas bergidik ngeri. Tapi lelaki itu tampak biasa saja seolah barusan tidak terjadi apa-apa.Â
"Hmmh...Keterlaluan kamu!"Ujar Bu Mira sambil menjewer telinga Derren. Ia kerap kali begitu. Tidak peduli seberapa killer guru yang mengajar di kelasnya. Jika ia kecapekan karena begadang, maka ia meilih untuk tidur di kelas. Tapi  ada pula saat-saat Derren memperhatikan guru menerangkan. Entah jin baik mana yang merasuki Derren jika ia sudah memperhatikan guru begitu.
"Aduuhh...Sakit..Sakit bu!"Derren mengaduh kesakitan.
"Kamu juga, sama saja. Berdiri kamu!"Bu Mira semakin naik pitam.
"Kalian berdua baru boleh duduk setelah menjawab pertanyaan dari saya!"Tegas Bu Mira yang kini mulai berjalan.Â
"Sebutkan tokoh-tokoh yang pendapatnya menjadi fondasi teori evolusi."Tanya Bu Mira kesekian kalinya.  Aaahh! Derren paling benci saat-saat seperti ini. Derren paling benci tunjuk-tunjuk tangan untuk menjawab pertanyaan guru. Karena Derren tidak pernah begitu. Entah karena pertanyaan itu terlalu mudah atau karena ia tidak mampu menjawabnya. Pada akhirnya guru-guru akan mengajukan pertanyaan padanya. Alhasil Derren mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan  itu tanpa ada kesalahan. Tapi kali ini apa boleh buat, karena ini demi nyawanya.
"Bu."Kata Derren dengan telapak tangan di samping badan.
"Ya, silahkan,"Kata Bu Mira mempersilahkan.
"Anaximander, Empedodes, Erasmus Darwin, Sir Charles Lyell, Thomas Robert Malthus, George Cuvier."Jawab Derren kelewat santai. Sial!Soal ini terlalu mudah untuknya.
"Sebutkan pendapat Erasmus Darwin!"Kata Bu Mira lagi.
"Kehidupan berawal dari asal mula yang sama dan bahwa respons fungsional akan diwariskan pada keturunannya."Jawabnya masih santai. Otaknya bekerja seperti google saja.
"Tahun berapa Erasmus Darwin mencetuskannya?"Tanya Bu Mira untuk terakhir kalinya. Sepertinya ia salah mencari mangsa
"1731 sampai 1802"Jawab Derren. Bahkan ia tidak menghafal apapun semalam.Â
"Duduk."Perintah Bu Mira. Aidan menoleh kebelakang. Derren mengalihkan pandang, malas.
"Sekarang kamu Amara!Apa pendapat menurut Sir Charles Lyell?"Ujar Bu Mira. Amara terus menunduk, cengkraman Amara pada roknya semakin kuat. Apa yang harus ia jawab?
"Kamu tidak mau duduk, Amara?"Tanya Bu Mira
"M..Mau Bu,"Jawab Amara pasrah. Ia pasrah dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Disisi lain ia ingin punya otak seperti google juga.
"Pertanyaannya ibu ganti. Pada tahun berapa Sir Charles Lyell mengemukakan pendapatnya?"Tanya Bu Mira. Amara mengelilingkan pandang, mengode Derren yang duduk tiga meja di sampingnya. Dengan malas, Derren memberitahu Amara lewat kode.
"1797 sampai.."
"Sampai berapa?"
"1875 bu."Jawab Amara gugup. Ia memandang Derren yang justru membuang muka, berharap Derren akan menolongnya lagi.
"Dua tokoh pencetus teori evolusi?"Tanya Bu Mira terakhir kalinya untuk Amara. Entah apa yang membuat Bu Mira mau memberi soal umum seperti ini. Â Mungkin menyeimbangi kemampuan Amara. Amara sangat bersyukur untuk ini.
"Lamarck sama Darwin bu,"Sahut Amara, Berharap akan dipersilahkan duduk.
"Silahkan duduk."Perintah Bu Mira yang terakhir kalinya, pertanda jam Biologi sudah habis. Setelah memberikan PR yang tidak sedikit, Bu Mira pamit. Selanjutnya pelajaran IPS dengan Bu Via. Tiba-tiba AVOS kelas bergetar. Sepertinya akan ada informasi penting.Â
"Perhatian, kepada seluruh siswa-siswi kelas XII, berhubung sebentar lagi kita akan melaksanakan  Ujian Nasional, maka dari itu pihak sekolah berupaya dalam menghadapi Ujian Nasional ini, yaitu dengan mengadakan Try Out PRA UN seminggu sebelum UN dimulai. Dan ingat!hasil Try Out ini akan diperingkatkan secara paralel. Ujian Nasional jatuh pada hari Kamis tanggal 22 November 2022. Berarti  tiga hari lagi kita akan melaksanakan Try Out. Sekian, terima kasih atas perhatiannya."Begitu kata Bu Sofya, kepala sekolah SMA Jaya Sakti. Tak lama setelah itu bel istirahat berbunyi. Para murid beraktivitas sesuai dengan keinginan masing-masing. Mayoritas murid berada di kantin.
"Eh, lo tau gak sih?Tadi gue dibantuin Derren tau!"Ujar Amara sambil menyeruput milkshakenya. Â Tapi gank-nya tampak tidak tertarik.
"Yaudah sii, kayak ditolong malaikat aja lo Ra,"Sahut Kiran malas, diangguki oleh Zaza dan Nadsha.Â
"Maksud gue, jarang-jarang loh, Derren mau bantu orang gitu. Kayanya..dia suka ga sih sama gue?"Amara masih saja berbicara tapi kali ini pede-nya tingkat dewa.
"Dih, pede banget lo. Lo kali, yang suka sama dia."Sahut Nadsha.
"Aelah, baru digituin. Kalo diajak pacaran gimana? mung-"Belum selesai Zaza berbicara, Amara sudah lebih dulu menyahut.
"Aamiin..."Ujar Amara yang kemudian disertai gelak tawa teman-temannya. Ratu caper sekolah itu memang kepedean plus kege-eran. Sementara itu di meja sebelah, terlihat gerombolan laki-laki yang  sedang mendiskusikan sesuatu.
"Dan, menurut lo siapa yang bakal jadi peringkat paralel pertama TO nanti?"Tanya Rakha pada Aidan yang tampak tidak peduli.
"Derren."Jawabnya singkat.
"Lo kok nggak optimis gitu sih Dan?"Timpal Bagas. Ia berusaha menyemangati sahabatnya itu.
"Bukannya gue gak optimis. Gue cuma bilang kenyataan."Sahut Aidan. "Derren udah jadi juara kelas tiga tahun berturut-turut. Mau sepemalas pun dia, IQ-nya ga sebanding sama kita."Tambah Aidan. Pernyataannya itu mampu membuat para sahabatnya bungkam.
Di kelas, Aksana sibuk membaca-baca materi simulasi Try Out. Saking fokusnya Aksana, Ia tidak sadar bahwa ada lelaki yang memperhatikannya sejak tadi. Sepertinya tertarik.Â
***
Kamis, 08 November 2022. Hari dimana Try Out PRA UN berlangsung. Masing-masing murid memasuki ruang kelas sesuai dengan nama yang tertera di jendela kelas. Satu kelas berjumlah 25 orang. Aksana berlari kecil begitu bel masuk telah berbunyi. Ia mencari namanya di kelas-kelas. Ternyata Aksana sekelas dengan Derren dan Aidan, dan Derren adalah absen terakhir. Otomatis ia juga sekelas dengan Amara. Aksana buru-buru mencari tempat duduk. Entah perasaan apa yang menyelimuti Aksana saat mengetahui bangkunya persis di depan Derren. Ia meletakkan tas dan langsung duduk di bangkunya. Tak lama Pak Khairul datang dengan setumpuk soal dan LJK. Pak Khairul membagikan soal dan LJK pada meja paling depan. Kemudian yang duduk di meja paling depan mengopornya kebelakang. Aksana semakin gugup. Kenapa ia harus mengopor soal dan LJK itu pada yang di belakang? Huh! Rumitnya!.Lamunan Aksana buyar ketika orang yang dia pikirkan itu justru berdeham tiga kali. Ia menyadari ternyata soal dan LJK anak itu belum ia berikan. Saat Aksana mengopornya, Derren justru menahan kertas itu kemudian berkataÂ
"Lain kali jangan kelamaan, kasian yang nunggu."Ucap Derren kemudian melepaskan tangannya dari LJK itu. Amara yang menyaksikan kejadian itu langsung cemberut. Aksana semakin gugup dibuatnya. Berulang kali ia harus mengusir gugup itu. Pandangannya kini tertuju pada lembaran soal dan LJK miliknya. Ia mengerahkan seluruh kemampuan yang dimilikinya. Berbeda dengan Derren yang mengerjakannya sat set sat set. Kemudian ia lanjut tidur.Â
Waktu TO PRA UN telah habis. Para murid langsung keluar kelas setelah mengumpulkan soal dan LJK. Aksana berlalu meninggalkan ruangan sembari membuka buku pelajaran. Mengecek apakah benar jawabannya saat TO tadi. Tiba-tiba seseorang memanggilnya dan seketika langkah gadis itu terhenti.
"Aksana,"Ujar Aidan dari depan ruang kelas. Sontak Aksana menoleh. Aksana heran. Mengapa Aidan tiba-tiba memanggilnya. Saat Aksana ingin melangkah, Aidan sudah lebih dulu menyusulnya.
"Gausah gapapa. Lo disitu aja. Ini, gue cuma mau ngasih ini,"Kata Aidan sambil menyerahkan kokarde. Ya Ampun!Benda itu. Hampir saja Aksana melupakannya.
"Oohh, Kirain apa. Makasih banyak Aidan."Kata Aksana dan menerima kokardenya.
"Sama-sama."Balas Aidan tersenyum ramah. Entah sejak kapan senyum ikut terkembang di bibir Aksana.
"Ya udah, gue duluan ya."Kata Aidan pada Aksana.
"Eh, iya."Jawab Aksana  yang sekarang sudah membatalkan senyumannya. Tetapi percuma. Karena Aidan sudah melihat senyum itu. Buru-buru Aksana mengusir perasaan itu. Ia lanjut berjalan menyusuri koridor sekolah. Tiba-tiba seorang gadis menghampiri Aksana yang tentu saja menghambat langkahnya.
"Apa-apaan sih lo,"Ucap Amara tiba-tiba.
"Maaf, ada apa ya?Kok tiba-tiba?"Sahut Aksana heran
"Halah. Ga usah sok polos lo. Tadi di kelas Derren, barusan Aidan. Mau lo apa sih?"Kata Amara yang membuat Aksana semakin heran.
"Urusannya sama kamu apa?Cemburu?"Jawab Aksana santai. Ia tak mau terlihat lemah oleh lawan bicaranya.
"Kita ga bisa maksain keadaan buat terus berpihak sama kita. Lagian ini masalah perasaan. Dan kita ga bisa ngatur perasaan orang itu seenaknya."Kata Aksana. Amara terdiam. Kata-kata Aksana barusan berhasil membuatnya bungkam.
"Jadi, berhenti gangguin aku lagi. Karena aku ga naruh perasaan apapun sama mereka."Ucap Aksana, kemudian berlalu meninggalkan Amara begitu saja. Dengan kesal, Amara berjalan menuju kelas. Tanpa Amara sadari dahinya baru saja menabrak dada seorang laki-laki berseragam SMA Jaya Sakti. Amara memegangi dahinya yang terasa nyeri, kemudian mendongak,menatap laki-laki itu. Refleks Amara mundur beberapa langkah. Namun laki-laki itu tetap pada posisinya, yang kini menatap Amara dengan tatapan tajam. Netra hitamnya bertemu dengan netra hitam milik Amara.
"Ngomong apa lo sama Aksana?"Kata laki-laki itu tajam.
"G..Gue ga ngomong apa-apa kok. Lo salah paham Ren, gue bisa jelasin-"
"Ga butuh."Jawab Derren dingin. Tapi justru Amara merasa ini saatnya. Saatnya ia menyatakan perasaannya pada Derren. Amara membalikkan badan, tak berani menatap Derren.
"Gue mau jujur sama lo, Ren. Waktu lo nolongin gue di jam Bu Mira kemarin, gue rasa itu pertama kalinya."Kata Amara yang sedang berusaha menyusun kalimat selanjutnya. Tapi dibelakangnya Derren terlihat tidak peduli.
"Pertama kalinya gue jatuh cinta sama lo, Ren."Kata Amara sedikit gugup, berharap Derren membalas perasaannya, tapi nahas.
"Gue minta lo berhenti sekarang. Karena gue ga pernah naruh perasaan sama lo. Gue nolongin lo cuma karena kasian, ga lebih." Derren berhenti sejenak, menimbang-nimbang kalimat selanjutnya."Lagian modelan cewe kaya lo itu  pasaran. Udah banyak ditemuin di mana-mana."Ucap Derren. Karena cewek tipe Derren bukan yang cantik, tapi yang unik. Dan unik versi Derren ada pada gadis-nya. Sesaat Amara merasakan sulit untuk bernapas. Oksigen dalam dadanya serasa direbut paksa, direnggut oleh semesta.
***
Hari ini adalah hari pengumuman hasil TO PRA UN. Semua murid berdesakan di depan papan pengumuman. Karena mereka adalah angkatan perdana SMA Jaya Sakti yang hasil TO PRA UN-nya diperingkatkan. Jangan lupa, secara paralel. Tiga besar paralel TO PRA UN tersebut ialah;Â
1. Derren Pratama XII MIPA 3
2. Aidan Aldrige  XII MIPA 3
3. Gellora Aksana XII MIPA 3
...
112. Nadhira Amara XII MIPA 3
Wali kelas XII MIPA 3 bangga sekaligus malu saat itu. Lantaran muridnya ada yang peringkat pertama dan peringkat terakhir.Suasana semakin heboh. Para murid seolah tidak percaya. Mengapa hanya anak dari kelas XII MIPA 3 yang juara?. Sementara di kejauhan nampak sosok Derren yang tidak peduli sama sekali. Sementara Amara menangis pada gank-nya karena namanya nomor terakhir di angkatan. Ia semakin histeris karena namanya dipanggil menuju ruang kepsek.
"Sudah jauh hari saya ingatkan, tolong bersungguh-sungguh. Karena hasilnya akan diperingkatkan secara paralel. Dan sekarang, namamu berada di urutan paling akhir kan, Amara. Tidak malu kamu?"Kata Bu Sofya miris.
"M..Malu bu,"Jawab Amara gelagapan.Â
"Coba saja kamu itu seperti Aksana. Sudah cantik, pintar, rajin pula. Ya sudah, di Ujian Nasional besok jangan diulangi."Ucap Bu Sofya tegas.
"Iya bu,"Sahut Amara yang kemudian berlalu meninggalkan ruang kepsek. Ia benci dibanding-bandingkan dengan Aksana. Karena ia sangat membenci gadis itu. Gadis yang mati-matian dibela oleh orang yang ia suka.
***
Seminggu berlalu. Hari ini, Kamis,22 November 2022. Perang siap dimulai. Masing-masing murid sudah lengkap dengan senjata masing-masing, siap tempur. Ya. Pelaksanaan UN jatuh pada hari ini. Kali ini Aksana bodoamat dengan keadaan kelas ini. Ia hanya fokus pada satu tujuan, yaitu lulus dari SMA Jaya Sakti dengan nilai terbaik. Sehingga ia bisa mendapatkan beasiswa penuh untuk bersekolah di PTN Favorit dalam negeri. Tidak hanya sekadar mengerahkan seluruh kemampuan, Aksana juga menyertakan doa dalam setiap perbuatan.
***
Inilah saat-saat terakhir murid SMA Jaya Sakti berada di tempat ini. Tempat yang akan ditinggalkan lantaran harus menempuh tempat yang baru. Pada momen inilah hasil UN diumumkan. Tepatnya pada hari kelulusan. Aula SMA Jaya Sakti ramai didatangi pengunjung, khususnya para murid dan orang tua. Acara akan dimulai pada pukul 08.00. Aksana terpaksa duduk disamping orang tua Aidan lantaran Ibunya dan Ibu Aidan saling kenal. Jadi mereka memanfaatkan momen ini sebagai ajang silaturahmi. Sementara Aksana dan Aidan canggung sekali. Dari kejauhan, tampak seorang pemuda yang juga mengenakan toga (sepertinya murid SMA Jaya Sakti) melangkah menuju mereka. Ia mendudukkan diri persis di samping Aksana. Ia menoleh pada Aksana, lalu menyapanya.
"Hai,"Kata Derren hangat. Jujur, Aksana baru pertama kalinya duduk sedekat ini dengan Derren. Walaupun tidak terlalu, tapi yang ini cukup dekat.Â
"H..Hai juga,"Balas Aksana canggung. Entah angin mana yang membuat jantungnya tiba-tiba berdebar. Laki-laki ini sepertinya menarik. Aidan yang berada di dekat mereka seolah-olah seperti nyamuk saja. Terdengar bunyi mikrofon yang dipukul. Itu tandanya acara akan segera dimulai. Aksana melirik jam tangannya, Derren juga. Sudah pukul 08.05. Bukan WIR (Warga Indonesia Raya) namanya jika memulai acara secara on time. Terlihat sosok kekar memasuki pentas. Dia adalah Pak Rizal, wakil kesiswaan SMA Jaya Sakti. Ia mendekatkan mikrofon ke bibirnya lalu memberi salam pada seluruh tamu undangan. Setelah itu kata sambutan, barulah masuk ke inti acara.Â
"Baiklah. Hadirin yang berbahagia, inilah pemuncak acara yang kita nanti-nanti, Pengumuman hasil Ujian Nasional SMA Jaya Sakti!"Ucap Pak Rizal dengan nada khasnya. Sorak sorai dan suara tepuk tangan menggema di seluruh aula SMA Jaya Sakti. Suasana ini begitu menyenangkan sekaligus mendebarkan bagi seluruh tamu undangan. Terlebih kepada siswa-siswi."Dan khusus untuk ranking tiga besar Ujian Nasional akan diumumkan disini hari ini juga. Dan yang terpanggil nanti dipersilahkan maju kedepan."Lanjut Pak Rizal dan suasana berubah menjadi hening. Aidan menatap Derren, kemudian tersenyum sinis. Sementara Derren balas menatapnya dengan tatapan membunuh. Tentu saja Derren paling benci ditantang seperti itu. Berbeda dengan Aksana yang sekarang semakin gugup.
"Pemuncak pertama diraih oleh..."Sorak sorai terdengar kembali, tak sabar ingin tau."Gellora Aksana!"Lanjut Pak Rizal yang disertai dengan tepuk tangan dak sorak sorai. Sementara Orangtua Aksana mengangis haru, mereka sangat bangga pada putri tunggalnya itu.
"Selamat Aksana, silahkan naik ke atas pentas."Kata Pak Rizal mempersilahkan. Aksana menyalami Orangtuanya, Orangtua Aidan dan Aidan serta Derren yang telahlebih  dulu mengulurkan tangan.
"Selamat,"Ucap Derren manis.
"Makasih,"Jawab Aksana sembari membalas uluran tangan itu. Jujur saja, ia gugup sekaligus heran. Bagaimana mungkin dirinya bisa mengalahkan si otak google itu?Tapi disisi lain ia merasa inilah rencana yang telah tuhan atur untuknya. Dengan gugup, Aksana naik ke atas pentas.
"Selanjutnya, Pemuncak kedua, diraih oleeehhh..."Sorak sorai tidak seribut tadi."Derren Pratama!"Kata Pak Rizal lagi. Yang dipanggil sedikit syok, ia menyalami Orang tua Aksana, Orangtua Aidan dan  musuh bebuyutannya itu dengan malas. Kemudian ia maju ke atas pentas dan berdiri di samping Aksana. Lagi-lagi ia tersenyum pada Aksana. Aksana justru gugup, karena ini dihadapan para tamu. Ia tak menghiraukan senyum itu dan terus menunduk.Â
"Selanjutnya, Pemuncak ketiga, diraih oleehh.."Hening sebentar"Aidan Aldrige!"Seru Pak Rizal. Disusul dengan langkah kaki Aidan menuju pentas, setelah ia menyalami tangan Orangtuanya dan Orangtua Aksana. Orangtua Derren tidak ia salami karena Orangtua Derren tidak hadir pada acara ini. Aidan berdiri disamping Derren kemudian berjabat tangan dengan malas. Setelah penyerahan sertifikat dan kenang-kenangan, Pemuncak tiga besar dipersilahkan duduk. Kecuali Aksana. Ia dimintai sepatah kata dari para tamu. Jujur saja, ia masih sedikit gugup jika harus tampil tiba-tiba begini. Namun, karena kondisi Aksana yang selalu siap untuk tampil, berbicara di depan orang banyak alias public speaking, apa boleh buat. Ia akan mengeluarkan jurus andalannya itu. Setelah memberikan salam dan kata sambutan, Saatnya Aksana mengeluarkan sepatah katanya.
"Oke hadirin, hari ini saya akan menceritakan sebuah kisah nyata. Dan saya berharap kisah ini dapat menjadi inspirasi sekaligus motivasi bagi kita semua."Ucap Aksana memberi sedikit opening. Ia berhenti untuk mengambil napas sejenak.
"Ada seorang anak yang memiliki IQ standar atau disebut juga average, IQ rata-rata. Kalau dikoordinasikan dengan angka, IQ-nya hanya 96 saja hadirin. Hanya 96!"Seru Aksana antusias. Sementara orangtua Aksana menangis, terharu mendengar ucapan putrinya.
"Tapi, dari SD sampai SMP anak ini selalu masuk tiga besar. Walaupun gak satu. Gak cuma itu aja. Di SD, anak ini pernah ikut Olimpiade Matematika tingkat provinsi dan dapet juara 1. Di SMP dia pernah Juara 1 KSM IPA tingkat Nasinal, dan Juara 1 Public Speaking tingkat Nasional. Padahal IQ-nya tadi cuma 96. Kenapa sih?Anak ini bisa dapat ranking satu sama juara olimpiade?Itu semua karena kemauan yang kuat dalam dirinya. Kemauan yang kuat untuk menang. Kemauan yang kuat untuk memperbaiki kondisi keluaraganya. Dan karena kemauan itulah, kendala finansial sama sekali ga ngaruh bagi dia. Terus si anak lanjut sekolah di SMA favorit. Tapi di SMA dia selalu juara tiga. "Ucap Aksana kemudian mengambil jeda lagi sedikit.
"Ada juga seorang anak yang bisa dibilang jenius. Punya IQ diatas rata-rata, dan IQ-nya adalah 135. Juara satu terus, bahkan sampai tingkat SLTA. Tapi ga pernah ikut lomba maupun olimpiade. Jarang baca buku, lebih suka ngegame atau tidur. Mungkin inilah keajaiban anak yang punya IQ diatas rata-rata. Tapi apa?Posisi anak ini berhasil direbut sama temannya waktu Ujian Nasional. Alhasil anak ini ga juara satu lagi. Padahal teman yang ngerebut posisinya tadi, ga pernah juara satu sekalipun. Anak inilah pemenang sebenarnya."Aksana berhenti, menunggu tepuk tangan itu selesai. Walaupun Aksana tidak pernah menyebutkan nama Derren dalam pidatonya, tetapi Derren merasa kata-kata Aksana itu ditujukan padanya.
"Dari dua kisah anak tersebut, saya mengambil kesimpulan bahwa  Orang yang jenius bukanlah orang yang memiliki IQ tinggi. Tapi orang jenius adalah orang yang seimbang antara IQ,EQ dan SQ-nya. Karena hidup ini tidak hanya mengandalkan logika, tapi juga perasaan."Ucap Aksana. Jujur, Derren merasa tertampar sekaligus kagum dengan kata-kata Aksana.Â
"Hidup bukan tentang mendapatkan apa yang kamu inginkan, tetapi tentang menghargai apa yang kamu miliki. Banyak maaf, Terima kasih atas perhatiannya."Kata Aksana mengakhiri. Sontak suara tepuk tangan menggelegar ke seluruh aula. Ia buru-buru keluar ruangan karena tidak tahan dengan gugup. Rasanya  ia ingin menenangkan dirinya di suatu tempat. Aksana mendudukkan diri di bangku panjang dekat lampu taman. Ia memandangi bunga-bunga di sekitar taman. Aksana tidak menyadari ada seseorang yang kini telah duduk di sampingnya.
"Cantik,"Ucap laki-laki itu. Aksana menoleh, pipinya memerah.
"M..Makasih,"Sahut Aksana.
"Bukan lo, tapi bunganya."Kata laki-laki itu yang membuat pipi Aksana semakin merah layaknya kepiting rebus."Ge-er amat"Ledek Derren.
"Iyaa tauu. Kan bunga tulip emang cantik"Jawab Aksana sedikit kesal. Ia mengalihkan pandangannya dari Derren. Tak berani menatap laki-laki itu.
"Hahaha, Oke. Lo juga cantik."Sahut Derren sembari tertawa kecil. Kali ini pipi Aksana merah merona karena tersipu, bukan merah kepiting karena kesal.Â
"Eh, btw, yang lo maksud 'anak jenius'di pidato lo tadi itu gue kan,?"Kata Derren membuka percakapan."Dan 'teman' yang berhasil ngalahin gue itu, lo sendiri kan,?"Tanya Derren pada Aksana. Aksana terdiam sejenak. Ia merasa telah salah dalam memilih topik. Mustahil rasanya seorang Derren tidak paham dengan pidato Aksana tadi. Justru hal seperti itu kecil bagi Derren.Â
"Berarti lo ngakuin gue sebagai 'temen' lo dong?"Ucap Derren dengan senyum mengejek.Â
"Apaan sih, ge-er banget."Kata Aksana membalikkan kata-kata Derren barusan.
"Siipp, gue ge-er."Sahut Derren pasrah."Lagian example lo terlalu klasik. Gampang banget di tebak."Tambah Derren. Aksana telah menduga si songong ini akan mengatakan hal itu.
"Tapi gapapa, Na. Terusin."Kata Derren. Entah sebanyak apa keberanian yang Derren punya sampai ia berani mengatakannya pada Aksana.
"Gue rasa, lo mampu nutupin kekurangan gue,"Kata Derren ."Gue tertarik sama lo dari kelas sepuluh."Ucap Derren terus terang. Kata-katanya tadi berhasil membuat Aksana diam seribu bahasa. Netra hitam Derren bertemu dengan netra coklat milik Aksana.
"Lo, unik."Tambah Derren. Lunas sudah perasaannya yang sudah tiga tahun ia pendam. Namun ada satu hal lagi yang ingin Derren tanyakan pada Aksana. Derren ragu untuk menanyakannya atau tidak. Walaupun akhirnya Derren berani menanyakannya.
"Lo, ga mau balas perasaan gue?"Tanya Derren. Tanpa ia sangka pertanyaan inilah yang Aksana tunggu dari tadi.
"Iya, aku mau kok."Jawab Aksana. Tiga kalimat, Delapan suku kata. Tapi mampu menjawab seluruh pertanyaan Derren.Â
"Tapi nanti ya, kalau semua mimpi-mimpiku udah tercapai."Lanjut Aksana. Jawaban Aksana barusanlah yang membuat Derren utuh sekaligus rapuh. Derren bahagia karena karena ia telah menemukan semestanya. Tapi Derren takut jika harus kehilangan semestanya. Derren takut jika ia tidak akan menemukan sosok seperti Aksana lagi. Gelora Aksana mampu memikat dirinya dan tentu saja memenangkan hatinya.
Â
'
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H