Farah memeluk erat Widni. Air matanya bercucuran tak beraturan. Nafasnya terengah-engah, perasaannya hancur berantakan.
Widni memeluk balik Farah. Sesekali ia mengusap punggungnya, mencoba mengembalikan kepercayaan dirinya. Sadar, Farah tak seharusnya mendapatkan surat itu, tapi ia pun tak bisa menyalahkan Rana.
"Rana tahu siapa kita sebelumnya, Far"
Hanya itu kalimat yang terdengar di telinga farah.
Laki-laki baik itu baru sebatas bayangan. Celakanya, aku terlalu yakin bahwa dia benar-benar realitas. Tak disangka betapa berat memutuskan jalan pulang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H