Mohon tunggu...
Muhammad Khoirul Wafa
Muhammad Khoirul Wafa Mohon Tunggu... Penulis - Santri, Penulis lepas

Santri dari Ma'had Aly Lirboyo lulus 2020 M. Berusaha menulis untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Instagram @Rogerwafaa Twitter @rogerwafaa

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Tentang Buku Seno Gumira Ajidarma, "Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara"

17 Mei 2020   06:13 Diperbarui: 17 Mei 2020   08:22 1580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

CATATAN TENTANG BUKU "KETIKA JURNALISME DIBUNGKAM SASTRA HARUS BICARA"

***

"Hidup ini bisa kita buat agak lebih menyenangkan, jika kita memang 'menghendakinya'" (kutipan dari cerpen Salazar, karya Seno Gumira Ajidarma.)

***

Kalau Emha Ainun Nadjib identik dengan Markesot, maka Seno Gumira Ajidarma melekat erat dengan tokoh bernama Sukab. Tapi kali ini bukan Sukab maupun Markesot. Seno Gumira Ajidarma mendadak bicara tentang sastra dan jurnalistik.

Jurnalisme pada masa muda Seno tentu tidak seperti sekarang. Yang demikian bebas. Dulu orang setahu saya agak takut-takut untuk sembarangan menulis berita. Katanya bahkan kadang baru berani melangkah jika media lain sudah ada yang inisiatif melakukan sesuatu. Dan tidak terdengar ada teguran.

Dan hingga hari ini, wartawan akan jadi bulan-bulanan netizen jika terpeleset menulis sesuatu yang menyinggung. Makanya, kerja jadi wartawan itu kadang menjengkelkan. Harus menurut sama omongan netizen yang selalu benar. 

Makanya wartawan harus punya kepekaan khusus, terutama dalam masalah SARA. Celakanya, frasa SARA kadang adalah kalimat yang super multitafsir. Menurut saya sesuatu ini nggak, tapi menurut dia iya. Semoga kita gak lagi menjadi bangsa yang menyukai kekerasan, dan teori konspirasi.

Di masa kebebasan berekspresi seperti sekarang, jangan sampai ruang yang longgar justru menciptakan celah untuk tindakan anarkis. Bertameng kebebasan berpendapat, bukan berarti semua orang boleh dihujat. Ingatlah tabiat kita adalah bangsa yang beradab.

Doktrin akan kebudayaan, jangan sampai menciptakan paham antikebudayaan. Yang justru menjadi hujan bagi jamur rapuh yang sedang berusaha mengembang. Alih-alih menyuburkan, hujan itu adalah pembunuhan.

Tapi sudahlah... Saya gak peduli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun