Ini keterangan dari kiai Fakhri Emil Habib.
"Jangan kira, orang yang sekedar menukil pendapat ulama untuk diamalkan orang lain, berarti dia tidak menanggung apa yang ia nukilkan. Justru ia ikut bertanggung jawab, sebab karena sebab ia nukil, orang lain menjadi beramal.
Sebagai contoh : bagaimana jika ada yang menukilkan kehalalan daging anjing berdasarkan ijtihad sebagian ulama Mazhab Maliki, kemudian fatwa tersebut diamalkan oleh orang Indonesia?
Makanya : menukil harus didahului zhann (dugaan). Dan zhann harus dilandasi ilmu yang objektif, bukan perasaan yang subjektif. Jika zhann tidak terwujud, maka diam, atau katakan 'saya tidak tahu'.
Ada lagi yang lebih berbahaya : menukil seluruh pendapat fikih, dan menyerahkan tarjihannya kepada awam. Entah sejak kapan awam memiliki kapasitas tarjih. Rusak sudah bangunan ilmu fikih dan usul fikih yang telah dibangun ulama."
***
Biasanya kalau orang gak begitu membidangi suatu hal, terus berani berbicara sesuatu tentang hal di luar bidangnya tadi, maka ucapannya akan lebih banyak salah daripada benarnya.
Makanya jangan pernah takut untuk bilang "gak tahu", saat memang gak tahu. Bilang gak tahu bagi saya tidak akan membuat seseorang terlihat bodoh. Semua orang memiliki batasan masing-masing akan suatu bidang. Dan jangan sungkan untuk mengakui batasmu. Sebab kenyataannya manusia adalah insan yang serba terbatas.
Gak ada yang menuntut manusia untuk selalu terlihat sempurna.
Alhamdulillah..
Wamaa taufiiqi illa billah....
Wallahu a'lam.
09 Mei 2020 M. 12 Mei 2020 M. 13 Mei 2020 M 14 Mei 2020 M.Â