Mohon tunggu...
Muhammad Khoirul Wafa
Muhammad Khoirul Wafa Mohon Tunggu... Penulis - Santri, Penulis lepas

Santri dari Ma'had Aly Lirboyo lulus 2020 M. Berusaha menulis untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Instagram @Rogerwafaa Twitter @rogerwafaa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bolehkah Belajar Ilmu Agama Secara Otodidak Tanpa Bimbingan Guru?

15 Mei 2020   05:01 Diperbarui: 15 Mei 2020   07:15 1505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lihat kenyataan penerapan hukum tersebut. Kenyataannya setahu saya belum pernah ada sejak Islam memberlakukan hukum rajam, kok ada orang yang terbukti berzina dengan prosedur pembuktian yang sesuai dengan fikih. Ada empat saksi. Dan empat saksi tersebut benar-benar melihat perbuatan tersebut. Melihatnya juga dengan niat akan bersaksi. Belum pernah saya dengar.

Yang saya tahu, ya mereka pelaku zina mengaku. Dan secara suka rela menyerahkan diri. Maaf kalau saya salah memahami sejarahnya. Setahu saya demikian.

Jadi, tidak sama persis teori dan praktek yang terjadi. Praktek nafkah dalam hubungan suami istri juga saya kira banyak yang tidak sama persis dengan teori fikih. Maksudnya akhirnya ya ridho bi ridho.

Apakah karena dulu pernah ada negara Islam, kemudian lantas berarti wajib mendirikan negara Islam? Tunggu dulu, pemahaman dari mana itu? Harus dibuktikan dengan dalil. Jangan hanya dengan bias konfirmasi. Jangan memahami agama berdasarkan hipotesis. Sebab, pemahaman kita akan agama banyak yang masih taraf informasi, belum mencapai taraf kebijaksanaan.

Teks agama itu seperti masih "mentah" dan butuh bimbingan pemahaman ulama. Agar gak salah menempatkan. Boleh bukan berarti harus dilakukan. Saya tanya, pemahaman dari manakah itu?

Justru pemahaman "boleh berarti harus dilakukan" akan mempersempit makna dan kesejatian luasnya agama Islam itu sendiri.

Saya gak bermaksud apa-apa. Tapi gejala bias konfirmasi, dan memahami Islam berdasarkan hipotesis semacam ini juga sepaham saya memang sudah diantisipasi bahkan sejak masa Nabi Muhammad Saw. Beliau tidak menjalankan tarawih berjamaah salah satunya karena khawatir dikira wajib.

Kita garis bawahi itu. Khawatir disangka wajib. Khawatir menimbulkan pemahaman yang keliru, karena yang terlihat sekilas ternyata tidak sesuai dengan hakikatnya. Dan hakikat inilah yang sulit dipahami masyarakat awam. Jika tanpa adanya penjelasan dari seseorang yang benar-benar paham dan mengerti.

Sahabat Umar bin Khattab RA seingat saya tidak salat di gereja pada saat mengunjungi Palestina. Saat peristiwa perjanjian Aelia. Padahal sudah masuk waktu salat. Beliau salat di tempat lain yang bukan gereja, meskipun sudah dipersilahkan untuk salat di gereja. Beliau melakukan itu, dari sumber yang saya ketahui, ya karena gak mau ada orang yang menganggap boleh seenaknya merebut gereja. Atau alasan lain. Yang rawan disalahpahami.

Kita tahu masyarakat mudah menyimpulkan persepsi. Karena ada yang melakukan, berarti seolah memahami harus demikian. Pemahaman yang berangkat dari mana ini?

Makanya belajar otodidak itu agak bahaya. Karena rawan salah menempatkan ilmu. Gak tahu, ini sebenarnya ilmu untuk situasi bagaimana. Ini pas ditempatkan dimana. Yang ini dimana. Jangan sampai kita memahami Islam hanya sebagian dan setengah-setengah. Seperti mendefinisikan gajah hanya dengan belalainya saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun