Mohon tunggu...
Muhammad Khoirul Wafa
Muhammad Khoirul Wafa Mohon Tunggu... Penulis - Santri, Penulis lepas

Santri dari Ma'had Aly Lirboyo lulus 2020 M. Berusaha menulis untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Instagram @Rogerwafaa Twitter @rogerwafaa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bolehkah Belajar Ilmu Agama Secara Otodidak Tanpa Bimbingan Guru?

15 Mei 2020   05:01 Diperbarui: 15 Mei 2020   07:15 1505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Kita ini sebagai penikmat karya, sebagai pembaca, harusnya lebih "menghormati" penulis kitab tersebut dengan gak menuntut macam-macam. Kalau suatu masalah gak dijelaskan dengan detil kemudian mbatin aneh-aneh itu namanya suuladab.

Disitulah pentingnya guru. Untuk menjelaskan masalah yang gak dijelaskan muallif. Atau mengarahkan penjelasan tertentu ini untuk kondisi bagaimana. Diksi dan tempat dalam kitab itu kan terbatas. Gak bisa semua ditulis dan dijelaskan.

"Membaca sebuah kitab mesti menoleh pada level diri, jangan menuntut penulis untuk bisa memuaskan diri anda. Karena menurut penulis, terkadang beberapa hal tidak butuh untuk diuraikan karena tampak terang bagi pembaca ditingkat level tersebut. Bagi yang belum memahami atau masih samar, hendaknya ia merujuk pada guru yang menjelaskan untuknya atau syarah yang menguraikannya. " Kiai Abu Fadhlullah.

Ada orang yang salah memahami maksud hadis tentang keutamaan surat Al-Ikhlas. Memiliki pemahaman bahwa "gak usah baca Alquran, cukup baca Al-Ikhlas tiga kali setiap hari." Pemahaman seperti ini saya kira berangkat dari belajar tanpa guru. Akhirnya salah menempatkan dalil. Lupa, karena gak ada guru yang mengingatkan bahwa ternyata ada begitu banyak dalil lain tentang keutamaan menghkatamkam Alquran...

Saya ingat kiai Zubair dawuh dengan diksi tentang orang hanya mengejar baca Al-Ikhlas tiga kali saja. Tapi saya lupa persisnya.

Dalam Islam dikenal istilah poligami. Akhirnya muncul mindset negatif dari seseorang bahwa Islam itu tidak adil dengan perempuan. Padahal bukan begitu maksud sesungguhnya dari pemahaman poligami. "Bilang begini, maksudnya begitu."

Loh, siapa bilang Islam mewajibkan poligami? Boleh itu bukan berarti harus dilakukan. Betapa kelonggaran yang ada dalam Islam justru disalah artikan menjadi citra negatif. Akhirnya muncul persepsi buruk. Sebab memahami Islam tanpa bimbingan guru. Hanya berdasarkan teks.

Boleh makan belalang apakah berarti wajib? Tidak sama sekali. Itu suatu bentuk kelonggaran. Yang malah digunakan untuk memperburuk reputasi. Ini Ilmunya benar tapi salah paham.

Dalam Islam ada diskursus ilmu maghazi. Ilmu tentang peperangan dalam masa nabi Muhammad Saw. Akhirnya ada yang salah memahami bahwa Islam identik dengan jihad dan peperangan. Padahal aslinya sama sekali tidak demikian.

Lihat betapa dalam Islam ada hukum rajam. Orang berzina itu dihukum dengan hukuman rajam. Rajam merupakan bentuk hukuman tradisional bangsa Arab yang kemudian diterapkan juga dalam Islam pada masa kepemimpinan nabi dan khalifah. Saya gak mengatakan Islam mengadopsi hukum rajam dari adat istiadat Arab. Mana berani. Apa yang hukum Islam berlakukan semua adalah tuntutan Allah SWT.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun