Mohon tunggu...
Muhammad Khoirul Wafa
Muhammad Khoirul Wafa Mohon Tunggu... Penulis - Santri, Penulis lepas

Santri dari Ma'had Aly Lirboyo lulus 2020 M. Berusaha menulis untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Instagram @Rogerwafaa Twitter @rogerwafaa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bolehkah Belajar Ilmu Agama Secara Otodidak Tanpa Bimbingan Guru?

15 Mei 2020   05:01 Diperbarui: 15 Mei 2020   07:15 1505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Saya orang pesantren. Dan saya tegaskan sekali-kali jangan sampai kita mengenal agama Islam tanpa guru. Mengenal agama Islam itu butuh sekali bimbingan seorang guru. Apalagi jika berniat mendalami Islam sampai benar-benar paham. Jangan sekali-kali melakukan itu tanpa guru.

Terus bagaimana? Untuk saat ini di kota-kota besar. Jika memang sulit menemukan guru?

Menemukan guru tidak sulit. Sebab yang wajib diketahui adalah hal-hal mendasar terkait praktik ibadah sehari-hari. Bagaimana kewajiban salat, puasa, dan bersuci seperti wudhu dan lain sebagainya. Itu yang paling harus diketahui. Hal semacam tata cara salat, bersuci, dan praktek ibadah mendasar tersebut, carilah bimbingan guru. Agar tahu, ini yang saya lakukan sudah benar atau belum? Tidak cukup hanya dengan video tutorial, atau buku panduan. Sebab gak tahu, dalam prakteknya nanti apakah memang  betul apa belum.

Untuk hal selebihnya, ilmu agama yang bersifat lebih lanjut, itu tergantung. Ilmu macam apa yang dimaksud? Sulit untuk menakarnya. Silahkan bertanya saja lewat DM Instagram atau Twitter. Insyaallah andaikan saya bisa jawab akan saya jawab. Jika tidak, saya akan konsultasi dulu dengan yang lebih paham.

Dibawah ini adalah catatan pribadi saya. Agak panjang. Saya mencatat ini sebagai pengingat untuk diri saya pribadi. Bagaimana dan kenapa saya butuh guru jika saya ingin mendalami Islam sampai benar-benar mengerti. Tidak cukup referensi dari kitab atau buku saja.

Silahkan jika ingin ikut membaca juga...

Tapi jangan sampai membuat anda takut untuk mengenal Islam. Ingin tahu tentang Islam itu baik sekali. Saya sangat menyambut baik hal semacam itu.

Sebab pertanyaan yang ada setiap orang berbeda. Tingkat rasa ingin tahu seseorang tentang Islam juga berbeda. Tidak bisa dipukul rata. Saya sangat senang jika ada orang yang ingin mengenal lebih dalam lagi tentang Islam. Apa yang bisa saya lakukan untuk anda? Jawaban untuk setiap orang tentu berbeda.

Silahkan bila ingin bertanya atau berdiskusi. DM Instagram dan Twitter saya buka seluas-luasnya.

***

CATATAN TENTANG BETAPA KITA BUTUH GURU DALAM PROSES BELAJAR

Zaman sekarang ini orang bisa belajar di mana saja dan kapan saja. Informasi sudah mudah didapatkan. Pengetahuan juga mudah diperoleh dari berbagai buku dan kitab digital. Tapi kadang kita mengabaikan satu hal: bimbingan orang yang lebih senior. Istilahnya, belajar otodidak tanpa guru.

Bagus kok belajar otodidak. Sebab kesusksesan pinter tidak seorang siswa itu biasanya ditentukan di luar kelas. Ini bukan mbahas manfaat atau tidak ilmu seseorang. Manfaat atau tidak itu faktor lain yang sifatnya sulit dijelaskan. Tapi pinter atau tidaknya siswa itu ya tetap saja kalau di luar kelas mau banyak membaca.

Nha, disini menurut saya betapa pentingnya penjelasan seorang guru dalam membantu memahami masalah dengan benar, yang kita dapatkan dari sebuah keterangan.

Teori dalam kitab atau buku itu menurut saya merupakan ilmu tersendiri. Lalu untuk mempraktekkan teori tersebut dan mengamalkan pemahaman dengan benar atas ilmu yang kita dapatkan tadi juga ada ilmunya sendiri. Karena kebanyakan teori dalam kitab itu ya sebatas teori "mentah" tanpa penjelasan.

Makanya ada istilah, ilmu yang benar tapi salah penempatan. Salah mengartikan. Mungkin, akibat kebiasaan manusia yang seringkali mengalami bias konfirmasi akibat tak ada bimbingan guru.

Semisal kita memahami sesuatu. Seolah sudah paham, lalu membuat kesimpulan. Padahal kita gak tahu ini ilmunya untuk situasi seperti apa, kondisi bagaimana. Repot kalau tidak memiliki guru. Bisa jadi nanti salah menempatkan pemahaman tersebut.

Apa yang banyak kita pahami dari Islam kebanyakan hanya sebatas bagian luarnya saja. Butuh guru yang menjelaskan, keterangan ini maksudnya demikian. Kadang kita sekilas salah paham dengan teks tertulis dari sebuah kitab.

Salah satu tujuan ditulisnya sebuah kitab itu untuk membentuk teori sekuat-kuatnya. Dan bagaimana dari landasan teori tersebut, malakah keilmuan akan terbentuk. Kitab adalah salah satu wasilah dan sarana dalam memahami agama. Dan guru akan menjadi "penyempurnaan" dalam kita makin memahami agama.

Artinya, tidak cukup dengan hanya kitab dan buku. Tapi butuh guru juga. Paham agama secara mendalam sekalipun, namun dari belajar otodidak, tanpa bimbingan guru, bagi saya ibarat orang yang baru menempuh jarak separo dari akhir sebuah rihlah ilmiah.

Artinya, baru paham kitab, baru paham akan teori. Dan baru setengah jalan. Sebab praktiknya, saya kira butuh guru untuk membimbing dalam penempatan teori tersebut dengan benar.

"Ini teori pas untuk disini. Jangan ditempatkan disini. Ini maksud sebenarnya demikian. Ini masalah 'am. Ini khos." Dan seterusnya. Hampir mustahil rasanya untuk tahu hal semacam itu tanpa adanya guru.

***

Kita ini sebagai penikmat karya, sebagai pembaca, harusnya lebih "menghormati" penulis kitab tersebut dengan gak menuntut macam-macam. Kalau suatu masalah gak dijelaskan dengan detil kemudian mbatin aneh-aneh itu namanya suuladab.

Disitulah pentingnya guru. Untuk menjelaskan masalah yang gak dijelaskan muallif. Atau mengarahkan penjelasan tertentu ini untuk kondisi bagaimana. Diksi dan tempat dalam kitab itu kan terbatas. Gak bisa semua ditulis dan dijelaskan.

"Membaca sebuah kitab mesti menoleh pada level diri, jangan menuntut penulis untuk bisa memuaskan diri anda. Karena menurut penulis, terkadang beberapa hal tidak butuh untuk diuraikan karena tampak terang bagi pembaca ditingkat level tersebut. Bagi yang belum memahami atau masih samar, hendaknya ia merujuk pada guru yang menjelaskan untuknya atau syarah yang menguraikannya. " Kiai Abu Fadhlullah.

Ada orang yang salah memahami maksud hadis tentang keutamaan surat Al-Ikhlas. Memiliki pemahaman bahwa "gak usah baca Alquran, cukup baca Al-Ikhlas tiga kali setiap hari." Pemahaman seperti ini saya kira berangkat dari belajar tanpa guru. Akhirnya salah menempatkan dalil. Lupa, karena gak ada guru yang mengingatkan bahwa ternyata ada begitu banyak dalil lain tentang keutamaan menghkatamkam Alquran...

Saya ingat kiai Zubair dawuh dengan diksi tentang orang hanya mengejar baca Al-Ikhlas tiga kali saja. Tapi saya lupa persisnya.

Dalam Islam dikenal istilah poligami. Akhirnya muncul mindset negatif dari seseorang bahwa Islam itu tidak adil dengan perempuan. Padahal bukan begitu maksud sesungguhnya dari pemahaman poligami. "Bilang begini, maksudnya begitu."

Loh, siapa bilang Islam mewajibkan poligami? Boleh itu bukan berarti harus dilakukan. Betapa kelonggaran yang ada dalam Islam justru disalah artikan menjadi citra negatif. Akhirnya muncul persepsi buruk. Sebab memahami Islam tanpa bimbingan guru. Hanya berdasarkan teks.

Boleh makan belalang apakah berarti wajib? Tidak sama sekali. Itu suatu bentuk kelonggaran. Yang malah digunakan untuk memperburuk reputasi. Ini Ilmunya benar tapi salah paham.

Dalam Islam ada diskursus ilmu maghazi. Ilmu tentang peperangan dalam masa nabi Muhammad Saw. Akhirnya ada yang salah memahami bahwa Islam identik dengan jihad dan peperangan. Padahal aslinya sama sekali tidak demikian.

Lihat betapa dalam Islam ada hukum rajam. Orang berzina itu dihukum dengan hukuman rajam. Rajam merupakan bentuk hukuman tradisional bangsa Arab yang kemudian diterapkan juga dalam Islam pada masa kepemimpinan nabi dan khalifah. Saya gak mengatakan Islam mengadopsi hukum rajam dari adat istiadat Arab. Mana berani. Apa yang hukum Islam berlakukan semua adalah tuntutan Allah SWT.

Lihat kenyataan penerapan hukum tersebut. Kenyataannya setahu saya belum pernah ada sejak Islam memberlakukan hukum rajam, kok ada orang yang terbukti berzina dengan prosedur pembuktian yang sesuai dengan fikih. Ada empat saksi. Dan empat saksi tersebut benar-benar melihat perbuatan tersebut. Melihatnya juga dengan niat akan bersaksi. Belum pernah saya dengar.

Yang saya tahu, ya mereka pelaku zina mengaku. Dan secara suka rela menyerahkan diri. Maaf kalau saya salah memahami sejarahnya. Setahu saya demikian.

Jadi, tidak sama persis teori dan praktek yang terjadi. Praktek nafkah dalam hubungan suami istri juga saya kira banyak yang tidak sama persis dengan teori fikih. Maksudnya akhirnya ya ridho bi ridho.

Apakah karena dulu pernah ada negara Islam, kemudian lantas berarti wajib mendirikan negara Islam? Tunggu dulu, pemahaman dari mana itu? Harus dibuktikan dengan dalil. Jangan hanya dengan bias konfirmasi. Jangan memahami agama berdasarkan hipotesis. Sebab, pemahaman kita akan agama banyak yang masih taraf informasi, belum mencapai taraf kebijaksanaan.

Teks agama itu seperti masih "mentah" dan butuh bimbingan pemahaman ulama. Agar gak salah menempatkan. Boleh bukan berarti harus dilakukan. Saya tanya, pemahaman dari manakah itu?

Justru pemahaman "boleh berarti harus dilakukan" akan mempersempit makna dan kesejatian luasnya agama Islam itu sendiri.

Saya gak bermaksud apa-apa. Tapi gejala bias konfirmasi, dan memahami Islam berdasarkan hipotesis semacam ini juga sepaham saya memang sudah diantisipasi bahkan sejak masa Nabi Muhammad Saw. Beliau tidak menjalankan tarawih berjamaah salah satunya karena khawatir dikira wajib.

Kita garis bawahi itu. Khawatir disangka wajib. Khawatir menimbulkan pemahaman yang keliru, karena yang terlihat sekilas ternyata tidak sesuai dengan hakikatnya. Dan hakikat inilah yang sulit dipahami masyarakat awam. Jika tanpa adanya penjelasan dari seseorang yang benar-benar paham dan mengerti.

Sahabat Umar bin Khattab RA seingat saya tidak salat di gereja pada saat mengunjungi Palestina. Saat peristiwa perjanjian Aelia. Padahal sudah masuk waktu salat. Beliau salat di tempat lain yang bukan gereja, meskipun sudah dipersilahkan untuk salat di gereja. Beliau melakukan itu, dari sumber yang saya ketahui, ya karena gak mau ada orang yang menganggap boleh seenaknya merebut gereja. Atau alasan lain. Yang rawan disalahpahami.

Kita tahu masyarakat mudah menyimpulkan persepsi. Karena ada yang melakukan, berarti seolah memahami harus demikian. Pemahaman yang berangkat dari mana ini?

Makanya belajar otodidak itu agak bahaya. Karena rawan salah menempatkan ilmu. Gak tahu, ini sebenarnya ilmu untuk situasi bagaimana. Ini pas ditempatkan dimana. Yang ini dimana. Jangan sampai kita memahami Islam hanya sebagian dan setengah-setengah. Seperti mendefinisikan gajah hanya dengan belalainya saja.

Saya sendiri, kalau saya gak ngaji, gak akan tahu kalau ada bab isti'nas dan tahdzir. Saya akan terbuai dengan isti'nas saja, dan lupa dengan ancamannya. Seandainya gak ada yang mengingatkan.

Akan terbuai dan mungkin akan jadi orang yang maghrur, atau terbujuk akan murahnya ampunan Allah SWT. Lupa kalau Allah SWT sebenarnya juga syadidul'adzab. Siksaan-Nya luar biasa pedih tak terkira. Tak ada kosa katanya. Kapan bisa kita tempatkan setiap ilmu dengan benar tanpa bimbingan guru? Kita bukanlah orang paling tahu akan apa yang baru saja kita baca. Sebab siapa tahu ada blind spot. Siapa tahu ada maksud lain.

Tanpa guru, saya akan merasa bangga sekali sebagai penuntut ilmu. Dipuji-puji dengan hadis yang banyak luar biasa menerangkan keutamaan ilmu. Tak perlu saya kutip hadisnya.

Tapi akhirnya lupa, seandainya kok gak diingatkan oleh guru. Bahwa sebenarnya ada hadis lain yang sangat "menakutkan" terkait bahaya penuntut ilmu yang gak mengamalkan pengetahuannya. Hadis yang demikian "mengerikan" hingga kalau bisa jangan sampai terbaca oleh para pemula yang baru mulai belajar. Nanti motivasi dan semangat mereka bisa jatuh.

Akhirnya yang dipajang di ruang tamu setelah berhasil menuntaskan pendidikan hanya hadis-hadis tentang pujian bagi santri. Menurut saya, seharusnya yang dipasang sebagai pengingat saat sudah punya ilmu ya hadis tentang bahaya orang memiliki ilmu yang gak bermanfaat. Bukan justru hadis yang memuji. Tambah sombong nanti. Bukannya tambah takut.

Setiap ilmu butuh penempatan masing-masing. Dan untuk mengetahui penempatan ini dengan benar, salah satunya melalui petunjuk seorang guru.

Ini sudah rame, gak ada maksud semakin meramaikan. Kalau bisa bahkan saya berharap kasus ini segera gak viral. Orang segera lupa. Saya cuma ingin mengambil pelajaran tersembunyi buat diri sendiri dalam masalah salat tarawih cepat. Sebenarnya kita dapat pemahaman "salat tarawih itu harus cepat" dari mana sih?

"Harus cepat". Ini kan hipotesis. Gak ada bahkan ulama yang menganjurkan salat tarawih kok cepat-cepat. Salat tarawih ya sebenarnya sama saja dengan salat fardhu dalam kecepatannya.

Tapi kita memiliki hipotesis demikian karena menganggap rukun minimal salat itu adalah tumakninah satu detik. Rukun minimal itu loh bukan berarti yang harus dilakukan adalah demikian. Pemahaman dari manakah itu?

Tanpa guru kita gak akan tahu penempatan ilmu rukun minimal salat. Guru mengarahkan, "ini rukun minimal salat penempatan ilmunya adalah agar kita bisa husnudhon sama orang yang salatnya cepat. Salatnya tetap sah, dan kita gak harus amar makruf untuk mengingatkan dia. Sebab dia sebenarnya salatnya sudah bener. Hanya kurang sempurna saja. Sedangkan kalau kita salat, mau salat fardhu atau salat tarawih sekalipun sebaiknya jangan cepat-cepat. Sebab ada dalil lain demikian, dan demikian."

Memiliki pemahaman agama berdasarkan hipotesis itu, seperti membuat kesimpulan bahwa pembalap jalanan akan menang melawan pembalap sirkuit, hanya karena termakan film Fast and Furious.

Hanya karena Fast and Furious selalu menampilkan kisah luar biasa diluar nalar, seolah mewakili bahwa seluruh pembalap jalanan hebat. Apakah benar seperti itu? Cobalah kroscek dulu. Tanya ahlinya.

Penonton lupa kalau pembalap sirkuit adalah atlet. Yang memiliki disiplin dan pengalaman. Sementara Vin Diesel dan kawan-kawan hanya melakukan hobi. Gak punya disiplin dan pengalaman mumpuni dalam pertandingan profesional.

Sekekar apapun otot tetangga saya, akan kalah saat mengangkat barbel raksasa melawan Ade Rai. Iya Ade Rai atlet, sementara tetangga saya hanya petani yang rajin mengangkat gabah.

Jangan sampai membawa kebiasaan buruk bias konfirmasi dalam memahami agama. Agama bukanlah bahan untuk teori konspirasi. Memahami agama harus jelas dan bisa dipertanggungjawabkan. Setiap kalimat dan setiap kata-katanya. Butuh guru selain juga butuh kitab.

***

Sedikit ada hubungannya dengan pembahasan di atas. Ini tentang pentingnya merujuk kepada guru saat kita menemukan pendapat asing dalam masalah fikih. Sebab ini kaitannya juga dengan hubungan guru dan murid dalam memahami agama.

Saya menemukan makalah penting dalam dawuh Syaikh Mahfudz Termas. Syaikh Mahfudz mengomentari dawuh Syaikh Ibnu Hajar.

: ( ) (5/381)

: .

Adalah terlarang, dan merupakan tindakan sembrono, saat mereka yang gak paham lantas tiba-tiba menemukan pendapat fikih yang sekilas asing dan berbeda. Lalu berani berfatwa akan pendapat itu, tanpa sempat menanyakan dulu kepada orang yang lebih tahu akan kesejatian keabsahan pendapat tersebut. Orang yang lebih tahu itu dalam hal ini menurut saya, bisa guru atau ulama fikih.

Kecuali memang kita punya kapasitas untuk menelusuri keabsahan pendapat tersebut. Selevel ahli tarjih. Yang paham betul sejarah dan koridor rumusan masalah fikih. Gak perlu kita bahas lagi, sebab kalau paham dan bisa mempertanggungjawabkan fatwanya, ya silahkan. Ini urusan akhirat masalahnya.

Ini keterangan dari kiai Fakhri Emil Habib.

"Jangan kira, orang yang sekedar menukil pendapat ulama untuk diamalkan orang lain, berarti dia tidak menanggung apa yang ia nukilkan. Justru ia ikut bertanggung jawab, sebab karena sebab ia nukil, orang lain menjadi beramal.

Sebagai contoh : bagaimana jika ada yang menukilkan kehalalan daging anjing berdasarkan ijtihad sebagian ulama Mazhab Maliki, kemudian fatwa tersebut diamalkan oleh orang Indonesia?

Makanya : menukil harus didahului zhann (dugaan). Dan zhann harus dilandasi ilmu yang objektif, bukan perasaan yang subjektif. Jika zhann tidak terwujud, maka diam, atau katakan 'saya tidak tahu'.

Ada lagi yang lebih berbahaya : menukil seluruh pendapat fikih, dan menyerahkan tarjihannya kepada awam. Entah sejak kapan awam memiliki kapasitas tarjih. Rusak sudah bangunan ilmu fikih dan usul fikih yang telah dibangun ulama."

***

Biasanya kalau orang gak begitu membidangi suatu hal, terus berani berbicara sesuatu tentang hal di luar bidangnya tadi, maka ucapannya akan lebih banyak salah daripada benarnya.

Makanya jangan pernah takut untuk bilang "gak tahu", saat memang gak tahu. Bilang gak tahu bagi saya tidak akan membuat seseorang terlihat bodoh. Semua orang memiliki batasan masing-masing akan suatu bidang. Dan jangan sungkan untuk mengakui batasmu. Sebab kenyataannya manusia adalah insan yang serba terbatas.

Gak ada yang menuntut manusia untuk selalu terlihat sempurna.

Alhamdulillah..
Wamaa taufiiqi illa billah....
Wallahu a'lam.

09 Mei 2020 M. 12 Mei 2020 M. 13 Mei 2020 M 14 Mei 2020 M. 

***

Tulisan senior saya yang bisa dibaca di akun media sosial beliau.

Tulisan Kiai Abu Fadhlullah
https://www.facebook.com/1226603245/posts/10217221210262106/

Keterangan Syaikh Mahfud Termas.
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=4076482032376844&id=100000452611005

Penjelasan atas dawuh Syaikh Mahfud oleh  kiai Fakhri Emil Habib
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10206699658047247&id=1747731099

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun