Mohon tunggu...
Sandika Wandara
Sandika Wandara Mohon Tunggu... Jurnalis - Aktivis, Penulis dan Wiraswasta

Sosok Penulis dari kalangan Mahasiswa sangat di impikan oleh pemimpin bangsa. bangkit dan bergerak menuju Indonesia Emas 2045.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cahaya Lilin di Malam yang Basah

6 Desember 2024   07:00 Diperbarui: 10 Desember 2024   00:28 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Pixelab Sandika

Semua orang terdiam. Ucapan Bima bergema di antara mereka seperti pukulan lembut terhadap kenyataan.

Tika tiba-tiba berdiri. "Ada yang ingin kukatakan," katanya sambil melihat foto Harris di atas meja. Dia menelan ludah dan mencoba menenangkan diri.

“Harris, maafkan aku. Permainan dan tawa lebih penting bagiku malam itu daripada mendengarkanmu. Dimanapun kamu berada sekarang, kuharap kamu bisa memaafkan kami.''

Suaranya bergetar, namun dia tetap berdiri tegak. Reno, Lisa, Dinda, dan Bima saling berpandangan, lalu satu persatu mengikuti jejak Tika.

"Harris," kata Reno dengan suara berat. "Aku minta maaf membuatmu menunggu di luar. Aku tidak menyangka ini akan menjadi kesempatan terakhir kita untuk bicara."

Lisa mengatupkan tangannya untuk menahan air matanya. "Maafkan aku, aku tidak pernah mengenalmu. Ketahuilah bahwa kami semua merindukanmu."

Dinda dan Bima pun meminta maaf, masing-masing mengungkapkan perasaan yang telah mereka pendam selama bertahun-tahun.

Malam itu, kelima sahabat itu berdiri di bawah langit malam dan memandangi foto Harris di dalam lilin kecil. Suasananya tenang, namun tidak lagi menyesakkan.

"Setidaknya kita mengetahuinya sekarang, kita tidak akan pernah melupakannya," bisik Tika.

Reno mengangguk. "Dan aku belajar bahwa waktu tidak bisa diputar kembali. Tapi kamu bisa memilih untuk tidak melakukan kesalahan yang sama lagi."

Hujan mungkin sudah berhenti, tapi hati mereka terasa lebih ringan. Dark Skies kini menyaksikan babak baru dalam persahabatan mereka. Kenangan pahit dan manis hidup berdampingan di sana, mengingatkan mereka betapa berharganya waktu mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun