"Heh, maling!"Â
Sialan. Aku ketahuan. Aku berlari, entah ke mana. Aku berlari saja. Seharusnya aku tidak mencuri. Benar apa yang dikatakan mereka semua. Mencuri adalah perbuatan tercela.Â
Tahu begitu aku minta dengan baik tadi. Aku masih berlari dan orang itu, wanita muda yang nampak buram di mataku masih saja mengejarku.Â
Aku menarik nafas dalam-dalam. Di sebelah kanan depan terlihat sebuah jalan menuju sebuah gang. Gelap. Aku mencoba menengok ke belakang. Sudah jauh, bagus. Aku segera berbelok dan masuk ke dalam gang yang gelap itu.Â
Di situ ada bangunan bekas. Seperti bekas kos-kosan. Aku mencoba masuk ke tempat itu tanpa pikir panjang. Tempat ini gelap, gelap sekali. Walau gelap, tempat ini bagus, terutama untuk bersembunyi. Nampak tak ada seorang pun. Aman. Aku melepas nafas lega.
"Kamu tengah lari dari apa?" Ada suara seseorang. Suara itu menggema di dalam ruangan ini. Suara yang berat dan serak. Ada bau rokok juga. Hatiku merengek. Belum selesai aku melegakan semua nafasku, sudah ada hal yang menarik kembali udara masuk ke dalam paru-paruku.Â
Dalam remang-remang kegelapan nampak ada seorang pria. Pakaiannya tidak terlalu bersih, mengenakan jaket kulit, ada nama 'Soelis' di jaketnya, dan wajahnya menampakkan dunia kerisauan.
"Roti itu. Kamu mencuri bukan? Jangan mencuri lagi. Dunia ini penuh konsekuensi." Pria itu bangkit dari duduknya dan membuang puntung rokoknya. Ia menghadapi diriku. Sekarang nampak jelas, jelas sekali wajahnya. Mata sipit, kumis dan jenggot tipis, rambut sedikit ikal kemerahan dan tubuhnya cungkring. Ia membawa sebuah gitar, tetapi kecil. Dia mengambil tempat di sebelahku.
"Siapa namamu?" Tanyanya padaku dengan tatapan mata penuh kewibawaan.
"Darto."
"Mengapa kau mencuri?"