Orang memiliki kendali atas perspektifnya, tidak atas situasinya.
Tidak! Dari perspektif karyawan korban PHK, perusahaan telah berusaha memberangus serikat pekerja. Kebetulan mereka semua anggota serikat pekerja. Serikat pekerja waktu itu sedang dalam proses berjuang untuk mempertahankan kesejahteraan karyawan. Padahal, di lain pihak perusahaan memperjuangkan pendapatan untuk mencegah kerugian.
Para anggota serikat pekerja ini telah melakukan berbagai cara untuk meningkatkan kesejahteraan, mulai dari menuntut perusahaan untuk mendaftarkan mereka pada program Bantuan Langsung Tunai terkait pandemi, sampai melakukan mogok kerja.Â
Mogok kerja ini tidak main-main malah terkesan anarkis, karena mereka melakukannya selama 2 minggu. Mereka bahkan sampai menghadang truk yang membawa barang dagangan dari luar kota, agar tidak masuk ke area gudang perusahaan. Saat itu benar-benar waktu yang sulit bagi perusahaan.
Apa perspektif perusahaan?
Kerja keras dan percaya diri
Manajemen tak percaya diri untuk menyampaikan pesan bahwa mereka sedang mengalami masa sulit dan semua itu akan berlalu. Betul, perusahaan sendiri memang mengurangi berbagai hak normatif karyawan, dari nilai THR, gaji minimum, kesehatan, tunjangan lembur dan banyak lagi. Tapi perusahaan terpaksa.Â
Saat para karyawan mogok kerja, langkah praktis perusahaan adalah tetap kerja keras. Langkah normatif perusahaan adalah melakukan pemanggilan. Perusahaan membuat panggilan dua kali berturut-turut secara patut agar para karyawan kembali bekerja, namun diabaikan oleh karyawan.
Memang yang perusahaan butuhkan dalam hidup ini adalah kerja keras dan percaya diri, dan kemudian kesuksesan pasti datang.
Apa tanggapan perusahaan?
Satu-satunya cara hidup dan menjadi lebih baik adalah terus bergerak maju.Â