Shuttle tiba di kawasan Dipati Ukur. Adinda sudah menunggu di mobil bersama Ananda. Â Di situ juga ada Lila dan Roby.
"Kita ke kafe Dago dulu makan, Bang Urip bikin laporan jumpa pers tadi. Â Sekalian dapat komentar eksklusif dari Adinda kan?" ucap Adinda tersenyum. Â
"Dari sana ke rumah Pak Taufik di Cigadung,  lalu kita ke atas lagi ke lokasi tempat Papa dan Mama kami  dulu dicelakakan bangsat-bangsat itu!"  Baca:  Setelah Tengah Malam JahanamÂ
Air mata Adinda jatuh setetes demi setetes. Roby melapnya. "Semua pelakunya sudah dibereskan?"
"Kecuali Chris yang sudah jadi budakku. Tinggal eksekutornya Fillipus dan Dodot yang tunggu saatnya," suara Adinda penuh amarah.
Mereka mampir di sebuah kafe di Dago, Urip dengan cepat menulis laporannya dengan tambahan pernyataan Adinda untuk pertama kali pada pers. Agar Mat Setiawan percaya dia lampirkan fotonya berdua dengan Urip.
Tak lama kemudian beritanya tayang. Â Pesan WA muncul dari kawan-kawan jurnalisnya.
Bangsat kau! Itu dari Rahmi dengan emoji senyuman, salah seorang di antaranya.
Begitu juga setelah wawancara ekslusifnya dengan Taufik Mulyana begitu mengejutkan, dukungan Partai Hijau dan lima ratus ribu tanda tangan  milenial yang  resah soal hutan dan air.
Mereka minta jika Taufik Presiden maka, korporasi perusak lingkungan enyah dari Bumi Indonesia. Â Benar-benar dukungan bukan survei elektabilitas.
Sekretaris Taufik namanya Ratna Damayanti serupa juga dengan Adinda. Urip langsung paham.