"Ada rapat mendadak sore ini," kata rekannya.
Sejam kemudian mobil mereka sudah melaju di Cipularang. Laki-laki itu masih mengantuk dan melupakan agendanya. Â Sore di Jakarta, sebuah kantor NGO dan lembaga riset sudah banyak orang berkumpul.
"Nah Mas Irwan anda kan spesialis lingkungan hidup," ujar salah seorang atasannya mengajaknya masuk. "Kita dapat kerja sama dari NGO asing yang tetarik dengan tulisan Anda soal tentang berkurangnya mata air di sejumlah daerah di Indonesia akibat ekspansif pariwisata."
NGO asing? Masih mengantuk Irwan memasuki ruangan yang sudah banyak orang, termasuk berapa orang asing.  Tetapi yang menarik perhatiannya ada seorang perempuan muda usia kira-kira  18 tahun mirip sekali dengan Camelia, perempuan yang dicintainya. Kecuali usia yang jauh lebih muda, ayu, matanya tajam,  tubuhnya persis dengan kulit hitam.
"Ini dari NGO juga?" tanyanya.
"Nggak," jawab Mahmud Siregar atasannya. "Dia yang akan membantumu di Jawa Timur nanti, mahasiswa Fakultas Pertanian Unibraw, dia juga khawatir kalau air di daerahnya raib. Mister Hubert rekomendasikan dia!"
Walau masih bingung, Irwan menghampirinya jantungnya berdegub kencang.
"Aku Irwan Fahrial," katanya memperkenalkan diri.
"Ayu Sanggramawijaya Kilisuci," gadis itu berdiri dengan logat Jawa Timur yang kental menyalaminya dengan hangat. Suaranya sama persis dengan Camelia.
Dia merasa ada bidadari turun langsung dari langit menghiburnya.
"Keren namanya? Dipanggil?"