Senin sore 15 Agustus 1966, mahasiswa menggelar pawai allegoris keliling kota Bandung, Dalam pawai itu sebuah patung besar menyerupai Sukarno di atas sebuah bak terbuka memikat puluhan ribu massa rakyat yang menonton di sepanjang jalan.
Patung itu disematkan berbagai bintang dan tanda jasa di dadanya komplit dengan tulisan "Tjing kuring hayang nyaho, naon Hati Nurani Rakyat". Hayo saya ingin tahu apa itu Hati Nurani Rakyat.
Di sekeliling patung itu duduk bersimpuh sejumlah perempuan cantik, berkebaya dan berpakaian kimono Jepang, yang diperankan sejumlah mahasiswi. Kendaraan pengikutnya berjalan lambat-lambat ditarik sejumlah manusia kurus kering, berbaju gembel, berjalan tertatih-tatih tanda kelaparan (Rum Aly, 280).
Pada 18 Agustus  dalam apel mahasiswa dan pelajar di Markas KAMI Jalan Lembong, salah seorang tokoh KAMI Sugeng Sarjadi  melakukan orasi yang menuding Sukarno  sebagai otak lubang buaya dan menyobek gambar Sukarno dan membuangnya ke tanah. Akibat orasi itu massa menyerbu sejumlah kantor dan rumah menurunkan gambar Sukarno (Rum Aly, halaman 283). Â
Rupanya kejadian ini dianggap penghinaan oleh Barisan Sukarno. Â Hal itu mungkin menjadi pemicu apa yang disebut sebagai Peristiwa 19 Agustus 1966.
Namun ungkap salah seorang pelaku sejarah Hasrul Moechtar mengatakan sejak 16 Agustus 1966 suatu kelompok yang menamakan dirinya ASU (Aku Anak Sukarno) berpakaian hitam-hitam berkeliling Bandung melakukan unjuk kekuatan. Pada 17 Agustus pagi, mereka menyerang markas KAPPI di Kebonjati.
Sore harinya suatu kelompok tak dikenal menyerang barisan KAMI/KAPPI di depan Hotel Preanger, sehingga menyebabkan satu anggota KAMI terluka.
Â
Antara 19 Agustus 1966 suatu gerombolan berkuatan sekira 300 orang bersenjata api dan tajam mengepung markas KAMI/KAPPI di Jalan Lembong sekitar jam 8 pagi. Kesatuan ABRI berhasil menghalau gerakan pertama sehingga tidak menimbulkan korban jiwa.
Gerakan itu terus berlanjut, gerombolan tadi menyerang Kampus Universitas Parahyangan sekitar pukul 10.00. Bentrokan fisik tidak terhindarkan. Mulanya para mahasiswa berhasil menghalau gerombolan pengacau sampai ke perempatan Jalan Merdeka/Jalan Aceh.
Dari sini  para penyerang mendapatkan bantuan. Di antara mereka ada yang menggunakan senjata api. Mereka menembak ke arah kampus dari jarak 100 meter. Sejumlah anggoa Resimen Mahasiswa dipimpin Jopie Pantonuwu serta anggota KAMI berusaha mempertahankan kampusnya.