Penertiban dan penindakan para pegawai, pejabat dan pegawai perusahan daerah adalah dalam rangka usaha pembersihan/penertiban personil dalam wilayah Provinsi Jawa Barat dari oknum kontra revolusi, eks PKI serta Ormas yang seazas atau pun yang bernaung/berlindung di dalamnya.
Di kalangan mahasiswa ada juga yang anti PKI, tetapi ingin pergantian Presiden Sukarno dilakukan secara terhormat. Salah seorang aktivis mahasiswa ITB Siswono Yudo Husodo dan kawan-kawannya mendirikan Barisan Soekarno di Bandung pada 1966.
Siswono dari GMNI Ali Surachman melihat aksi-aksi mahasiswa KAMI berkembang semakin kasar kasar dan brutal. Bagi Siswono dan kawan-kawan Sukarno berjasa mencapai Indonesia merdeka. Dalam perjuangannya lebih menjalani hidupnya dari penjara ke penjara. Meskipun pada 1965-1966 Bung Karno lengah hingga terjadi Peristiwa G 30 S PKI.
Sebagai catatan Siswono termasuk tokoh yang ditahan karena keterlibatannya pada Peristiwa 10 Mei 1963. Dalam kesaksiannya dalam sidang pengadilan dikutip Pikiran Rakjat 9 Januari 1964 Siswono mengatakan golongan Tionghoa dinilai kalangan mahasiswa sombong dan tidak acuh terhadap perjuangan bangsa Indonesia hingga menimbulkan rasa panas. Meskipun demikian Siswono membantah terpengaruh Gerakan Anti Tionghoa (Granat)Â
Gerakan bersih di kampus-kampus di Bandung tidak sebanyak yang terjadi UGM. Menurut data yang diperoleh dari Dr. Abdul Wahid, dosen Sejarah UGM, seperti yang dikutip dari Balairung Press https://www.balairungpress.com/2018/03/genosida-intelektual-ugm-dalam-bayang-tragedi-65/ jumlah dosen dan mahasiswa yang dinonaktifkan oleh UGM jauh lebih banyak dibandingkan kampus lain. Menurut data tersebut, di UGM jumlah warga kampus yang terkena "jaring tangkapan" pemerintah mencapai 3.121 orang dan menempatkannya di urutan pertama.
Dalam data tersebut "jaring tangkapan" UGM terlihat jauh lebih banyak dibandingkan dengan Universitas Padjadjaran yang menempati posisi kedua, dengan total 252 orang dan IKIP Bandung di urutan ketiga dengan jumlah 80 orang.
Sementara Universitas Indonesia memecat 13 mahasiswa menurut Kompas 4 Agustus 1966. Sekira 264 mahasiswa terkena larangan mengikuti kuliah hingga awal 1967 dan 760 mahasiswa terkena wajib lapor dan indoktrinasi.
Pada tulisan lain Abdul Wahid memberikan data soal screening di PTN Bandung. Universitas Padjadjaran mengumumkan telah memberhentikan per 1 November 1965, 227 mahasiswa dari berbagai fakultas dan 25 dosen, asisten dosen, dan pengurus karena keterlibatannya dalam organisasi komunis.
Sementara Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Bandung merilis hasil screeningnya. Total ada 80 orang yang divonis bersalah karena terlibat dalam organisasi yang berafiliasi dengan PKI. Kelompok ini terdiri dari 17 orang dosen dan asisten yang sebagian besar tergabung dalam HSI, tiga orang pengurus, dan selebihnya adalah mahasiswa (anggota CGMI dan PERHIMI).
Institut Teknologi Bandung (ITB), universitas negeri lainnya, melaporkan bahwa mereka telah melakukan screening proses mahasiswa dan stafnya pada akhir tahun 1965, namun tidak mengumumkan hasilnya kepada public (Wahid, 2018).
Kalau angka dari Wahid akurat maka angka mahasiswa yang terkena screening relatif dibanding jumlah mahasiswa Unpad berdasarkan 11.503 orang (berdasarkan data 1965), sekitar 2-3%. Sayang tidak dapat data yang kena screening dari universitas lain, karena jumlah total mahasiswa di Bandung 30 ribuan. Namun saya prediksi juga sekitar 2-3% sehingga tidak terjadi genosida intelektual secara masif di Bandung. Berbeda dengan di Yogyakarta.