Masih jadi tanda tanya bagaimana caranya tim penyaringan mendapatkan informasi akurat siapa-siapa yang terlibat atau afilisasi politik mahasiswa. Bagaimana Universitas merekrut, apakah punya database? Lalu tim penyerangan direkrut dari dosen atau mahasiswa juga.
Â
Peristiwa 19 Agustus 1966
Konflik antara dua kelompok mahasiswa yang berseberangan mencapai puncaknya pada 19 Agustus 1966.
Pada peringatan hari kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1966 Presiden Sukarno menyampaikan pidato bertajuk "Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah" (Jas Merah). Banyak pihak menantikan pidato ini, termasuk kalangan aktivis mahasiswa untuk mengetahui bagaimana sikap Sukarno terhadap rentetan peristiwa yang terjadi pasca peristiwa 30 September 1965.
Sekalipun sejumlah tokoh Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dan Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI) Bandung sudah meraba isi pidato itu mencerminkan sikap kukuh Sukarno yang tidak membaca perubahan yang telah terjadi.
Sidang Umum IV MPRS (20 Juni hingga 5 Juli 1966) menolak pidato pertanggungjawaban Sukarno. Pada pelantikan Kabinet Ampera Sukarno bersikukuh agar konfrontasi terhadap Malaysia tetap berlanjut. Sementara sejumlah politisi Indonesia berunding dengan Malaysia untuk menghentikan konfrontasi.
Selain itu Sukarno menyebutkan Surat Perintah 11 Maret 1966 adalah surat perintah biasa bukan pemindahan kekuasaan. Salah satu petikan pidato Sukarno berbunyi:
SP 11 Maret adalah satu perintah pengamanan. Perintah pengamanan jalannya pemerintahan, pengamanan jalannya any pemerintahan, demikian kataku pada waktu melantik Kabinet. Kecuali itu juga perintah pengamanan keselamatan pribadi Presiden. Perintah pengamanan wibawa Presiden. Perintah pengamanan ajaran Presiden. Perintah pengamanan beberapa hal. Jenderal Soeharto telah mengerjakan perintah itu dengan baik. Dan saya mengucap terima kasih kepada Jenderal Soeharto akan hal ini. Perintah pengamanan, bukan penyerahan pemerintahan! Bukan transfer of authority!
Namun SP 11 Maret 1966 sudah diperkuat oleh Tap MPRS yang tidak bisa dicabut oleh Sukarno. Namun bagian yang paling kontroversial ialah ketika Soekarno melontarkan tuduhan terhadap arus penentangan terhadap dirinya dan Nasakom sebagai sikap revolusioner yang palsu. Semua mengerti bahwa yang dimaksudkan terutama adalah kesatuan-kesatuan aksi. Seruan itu bermakna komando bagi para pengikutnya yang masih setia untuk membela dirinya menghadapi penentangan "kaum revolusioner palsu".