Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Petualangan Manuk Dadali (11, Siren Berani Lawan Kumpeni)

6 Mei 2022   21:41 Diperbarui: 6 Mei 2022   21:43 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-Foto: Irvan Sjafari

Sebelas : Siren Berani Lawan Kumpeni

Malam itu Aurora tidur di bawah bersama ibunya setelah lama tidak berjumpa dan juga bertemu adik-adiknya.  Sementara Raya, Robin, Daud, Ciciek, Cynthia, Sono dan manusia yang baru meloloskan diri tidur di pulau. 

Berapa serdadu bergantian berjaga mereka mendapat firasat bahwa Van De Bosch tak akan melepaskan mereka ingin menangkap Sono.

Malam yang pekat  ratusan sosok manusia dengan sayap seperti gagak melayang di atas gugus karang itu.  Mereka langsung melepas tembakan menewaskan dua serdadu Kapten Daud dan seorang penjaga pulau, serta satu siren. 

Mahluk itu pun menyerukan suara lantang. Seorang serdadu Kapten Daud balas menembak, seorang serdadu  VGC  terdorong ke atas dan tewas.  Raya dan Robin terbangun mengambil senjata high voltase mereka menembak dengan tepat satu robot hancur korslet, serta satu serdadu VGC jatuh terhempas karena hangus. 

Para penjaga pulau dari manusia juga mempunyai senjata api.  Satu robot berhasil dijatuhkan dengan roket.  Seorang serdadu terhempas dengan panah dari gigi yuy sanca diujungnya yang sudah dikasih bisa oleh satu siren, diikuti serdadu lainnya.

 Sebaliknya siren dan penjaga manusia itu terkena tembakan paser.  Panah-panah pun melayang, seorang serdadu lagi dan satu robot lagi jatuh dan meledak menimpa karang. 

Para penjaga juga menewaskan dua serdadu di udara dan menghancurkan satu robot. Para siren juga mengeluarkan senjata sinar biru yang menghancurkan robot NKC hingga berkeping.

Namun pasukan VGC sudah mendarat di karang jumlahnya terlalu besar. Mereka dipimpin Kapten Raymond."Operasi Gagak!" teriaknya.

Di sebelahnya Vaandrig Steven Revijne yang begitu geram karena kawannya Kufeller dibantai di Mahameru mengamuk membunuh berapa penghuni pulau. Bahkan seorang remaja tertembak. Raya geram lalu menembak high voltase dengan maksimal dan Revijne luluh menjadi debu.

"Godverdomme!" teriak Raymond menembak, namun Raya menyiapkan perisai hingga tembakannya memantul.

Seorang serdadu lagi kehilangan kakinya terkena high voltase Robin yang harusnya diarahkan ke kepala.  Seorang serdadu lagi terkena tangannya putus.

Sementara satu siren melepas panah menembus seorang serdadu lagi hingga tewas.  Tapi siren itu juga hancur tertembak paser.   Sementara satu siren melempar sesuatu kena di punggung seorang Vaandrig lagi.

Vaandrig itu bernama Buyskes, mengeluh sesuatu menggigit punggungnya, giginya tajam menembus baju rompi dan menyelusup ke dalam daging.

Itu namanya kymoor, tubuhnya sepanjang 25 cm bujur telur dengan cangkang keras di punggungnya, namun tubuh bagian depannya ada delapan kaki dan enam mulur pengisap.

Sekali satu mahluk berdaging dicengkeram  oleh Kymoor itu sulit untuk lepas. Mahluk itu begitu rakus menggerogoti daging Buyskes dan mengunyahnya. Dua  kymoor mendarat di betis   seorang sersan VGC, hingga sersan itu terjatuh, karena begitu sakitnya.   Siren itu bisa ditembak mati dengan paser.

Serdadu yang lain mencoba menarik kymoor, tetapi mahluk sudah menggali daging Buyskes begitu dalam dan cangkangnya keras untuk dipecahkan.  Sementara Sersan merelakan betis kirinya untuk dipotong.  Kymoor lain berdatangan dan  dengan cepat melarikan betis itu ke dalam laut.

"Mahluk apa itu!" geram Raymond.

Sementara dua serdadu dan dua robot lain tertembak Robin yang sempat melarikan diri ke bawah bersama sebagian besar penduduk dan para remaja. Namun Raya dan Sono tertangkap. Kapten Daud juga tertangkap dan menyerah. Namun  Raymond yang sudah marah menembak kepalanya dengan dingin.

"Bawa mereka ke kapal!" teriak Raymond.

Di dalam kapal Sono dan Raya dijaga ketat. Operasi Gagak memang berhasil membawa si pembawa peta.  Namun hargaya mahal.  Dua belas serdadu  VGC tewas mengenaskan, enam luka-luka.  Sementara sembilan robot hancur.

"Semoga hasilnya setimpal Meneer Van De Bosch!" Overste Vermeulen makin gusar.  Selama dua hari saja lebih dari seratus serdadunya mati untuk memuaskan tuan-tuan Companige.

Sementara di Evertsen, Buyskes mengerang. Kymoor makin dalam menggali. Akhirnya cangkang itu pecah oleh laser pembelah.  Lalu pelan-pelan mahluk yang mati itu diangkat dari punggung kanan Vaandrig Buyskes yang nyaris pingsan. Dokter  terpaksa membuka rompi dan menyobek baju yang melindungi punggung. Tampak daging merah terkelupas dengan garis tengah 15 sentimeter. 

Dokter menutup luka itu dengan terapi laser membuat daging mati itu tertutup, tetapi punggung Buyskes sudah berlubang sedalam satu sentimeter dan rasanya sakit sekali. Kemudian ditutup perban khusus dan Buyskes diberi obat penghilang rasa nyeri.

Mujitaba menyaksikan itu dengan bergidik. "Saya dengar mahluk itu menggali daging bukan untuk hanya untuk makan Meneer!"

"Sudah mati, kan?"

Sono khawatir keselamatan Raya akhirnya memberikan peta ke  Pulau Beetree sekaligus Pulau Farid. Dengan demikian Farid tidak akan diburu lagi.   Van De Bosch, Adolf dan Mas Slamet puas.    

"Senapan high voltase mu?" bisik Sono.

"Jatuh tadi waktu menolong seorang remaja. Tapi senjata itu dilarikan remaja itu ke bawah!"

"Hiyang di sini juga?"

"Mengawasi kita, tapi aturannya dia tidak boleh ikut campur membunuh manusia untuk membebaskan kita. Dia tidak kasat mata saat ini."

Kali ini keduanya dikurung di sebuah gudang.  Evertsen melaju cepat ke arah timur melintasi perbatasan Nusantara, wilayah yang terlarang bagi manusia koloni. 

Sementara Buyskes tertidur nyenyak setelah mengatasi rasa sakit. Dia terbangun sore hari dengan tubuh masih tengkurap dengan perut sangat lapar.  Dia kemudian berdiri menuju kamar.  Seorang serdadu menolongnya.

"Well, Anda beruntung Vaandrig, empat serdadu kita diamputasi kakinya!" kata Kapten Raymond menatap koleganya dengan haru.

Hanya Mujitaba menatap dengan takut. Apalagi ketika Buyskes meras gatal di bekas lukanya.

"Maaf Kapten, rasanya dokter harus memeriksa lukanya. Meneer Buyskes menggaruk bekas lukanya," sela Mujitaba dengan wajah semakin khawatir.

Semenjak serangan siren, Raymond tidak menganggap enteng pernyataan Mujitaba. Setelah beberapa peristiwa dia lebih percaya orang kulit berwarna itu daripada orang kulit putih. Dia memanggil dokter.

Buyskes segera diperiksa, perbannya di muka.

"Mijn God, apa ini?" dokter itu mundur dengan ngeri.

Kapten Raymond dan Mujitaba  pun segera melihat punggung Buyskes. Ternyata bekas lukanya tadi penuh semacam mahluk kecil beberapa mili ukurannya menggerogoti daging yang sudah menghitam, tanda jaringannya mati.

Justru bagian pinggirnya yang memerah, tanda mahluk-mahluk kecil itu memakannya dan itu membuat gatal, karena mereka meninggalkan kotoran.

Buykes menatap Raymond dengan rasa takut, juga Mujitaba. Pisau bedah laser terpaksa membuka pinggiran luka dan membunuh banyak mahluk itu, tetapi ada yang bersembunyi melalui lubang yang digalinya di daging.

Buyskes akhirnya menyadari apa yang terjadi. Dia meminta pistol dari Raymond dan menembak kepalanya. Dia sadar anak-anak mahluk tadi sudah ada menyelusup ke dalam organ tubuhnya. Pilihan lain di tengah laut ini, mati digerogoti tentu lebih mengenaskan.

"Siren itu mahluk yang kejam!" geram Raymond setelah memberi hormat pada Vaandrig Buyskes.

"Kirim kapal kecil kita ke gugus karang itu. Hancurkan kerajaan mereka yang di dalam air! Godverdomme! Itu Kaum Siren harus tanggung akibatnya berani melawan Kumpeni!" Raymond melontarkan sumpah serapah.

                                                                                                                   **** 

Overste Vermeulen pun mengirim Letnan Frank de Beek dan enam serdadu berikut enam robot dengan kapal selam kecil kembali ke gugusan karang. Mujitaba sebetulnya tahu lokasi itu namun itu dari cerita anak buah yang lolos akhirnya memetakan kira-kira.

Mujitaba cukup gentar. Dia memerintahkan tangan kanannya bernama Suria Santoso menemani Frank de Beek menuju lokasi Siren.

Beberapa jam kemudian mereka tiba di pinggir ibu kota dan Frank de Beek yang begitu dendam menembakan protonnya.  Timbul kedakan hebat berapa bangunan hancur. Para siren berlarian dan sebagian melayang tewas. Proton kedua pun melayang menghancurkan beberapa bangunan lagi.

Frank de Beek kemudian memerintahkan menembakan proton ketiga dan tidak menyadari bahwa dari udara Manuk Dadali sudah melepaskan tembakan melesat ke dalam air dan mengenai ekor kapal selam.

Dia terperanjat padahal baru dua detik bersorak melihat kehancuran ketiga dan dia melihat proton dari kapal selam Nusantara berbentuk Pari menghantam badan kapal selam kecil itu. Frank dan Suria pingsan.

Frank dan Suria Santoso baru sadar menemukan diri mereka di atas hamparan pasir. Namun masih ada airnya. Ratu Siren berdiri menatap mereka dengan penuh amarah.  Hiyang memperterjemahkan kemarahan itu.

"Kalian telah membunuh banyak warga dan anak-anak siren. Kalian mendapatkan hukuman setimpal,"

Kemudian Siren berloncatan ke laut, begitu juga Zia, Kanaya dan Yura serta Purbaendah dan Bagus bersama Subarja yang datang bersama Manuk Dadali.

"Tenang, kalian tidak akan ditembak kok seperti teman-teman kalian, terlalu enak!" kata Purbaendah sambil meloncat.

Frank dan Suria kemudian merasa tubuh mereka sudah dihinggapi masing-masing enam hingga delapan Kymoor di kaki, perut dan dada. Tapi mereka tidak merasa nyeri seperti Buyskes.

"Nggak sakit manusia. Kalian dikasih obat dari siren yang membuat tidak kenal rasa sakit. Bahkan ketika Kymoor sudah menggali tubuh kalian sedalam-dalamnya dan meletakan anak-anak mereka."

Suara Hiyang terdengar mengerikan. Lalu menghilang. Dengan rasa ketakutan, Frank dan Suria berdiri dan berjalan. Benar, tapi mereka tidak bisa mencabut kymoor yang di dalam tubuh mereka.

Yang terjadi mereka sangat lapar dan mengambil buah yang ada di pulau itu yang membuat kenyang dan menyantap daging ikan bakar yang ditinggalkan awak Nusantara.

Seperti hidangan terakhir untuk tawanan yang dieksekusi. Karena baru disantap kedua yakin tidak diracun. Benar, mereka pun menyantap minuman yang disediakan.  Masing-masing menyantap dua ekor ikan bakar besar dengan tandas karena begitu laparnya.

Lalu keduanya mengelllingi pulau mencari cara menghubungi Evertsen.  Mereka merasa beruntung alat komunikasi virtual milik mereka ditinggal.  Tanpa curiga Frank menghubungi Raymond dan melaporkan kejadian.

"Suria, apakah di tubuh kalian ada mahluk itu?" Mujitaba menyela. Raymond memberikan alat komunikasi virtualnya.

"Enam di saya dan delapan di tubuh meneer Frank," ucap dia ketakutan.

 "Kami akan balas kepada kapal selam itu!" Raymond geram. Hubungan terputus. Dia tidak menyadari bahwa Manuk Dadali dan Pari Selam milik Nusantara melacak jejak Evertsen.

Matahari terbenam.  Frank dan Suria pun tertidur di pasir yang empuk. Paginya Kymoor yang tadi menempel tidak ada lagi hanya meninggalkan enam bekas dengan daging berlubang yang sudah menghitam dan pinggirannya rasanya gatal.  Pagi itu mereka makan buah dan minum lebih lahap

Mereka kemudian buang air besar di sebuah lubang dan melihat puluhan mahluk kecil ikut keluar bersama kotoran dilapisi darah yang hitam.  Frank dan Suria bertambah ngeri dan takut.  

Bantuan tidak akan datang, karena Raymond sudah tahu apa yang terjadi pada mereka dan mayat Buyskes terpaksa dikeramasi setelah mahluk kecil itu keluar dari mayat.

Suria menemukan sebuah buku yang sengaja ditinggalkan seorang awak Nusantara tentang seorang pengkihanat Republik waktu di Bumi yang bekerja sama dengan Belanda.  Sengaja ditinggalkan awak Nusantara.  

Kini dia dan Frank merasa tubuhnya gatal-gatal sangat hampir di sekujur tubuh mereka.  Makin lama gatal semakin menjadi-jadi.

Mereka bergulingan di atas pasir untuk berapa lama, sampai mereka akhirnya merasa mengantuk.  Frank sempat melihat belasan ekor mahluk berukuran 1 mili itu keluar dari telinganya dengan santai.  

Dia menoleh ke Suria, bahkan mahluk kecil itu keluar dari hidung rekannya sambil membawa secuil daging  dibungkus darah lalu mengunyahnya.   

Frank  masih melihat di langit  tiga buah rudal meluncur di atas langit ke arah posisinya untuk mengakhiri penderitaan mereka sekaligus membunuh mahluk yang berada dalam tubuh mereka.

Pulau kecil itu hancur dengan tiga kali tembakan. Raymond menatap dari layar virtual dengan sedih. Begitu juga Vermeulen dia pertama kalinya menangis.

"Operasi ini terakhir untuk tuan Van de Bosch. Saya tidak mau lagi berurusan lagi dengan penghuni planet ini!" teriak Vermeulen dengan penuh amarah.

Irvan Sjafari

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun