"Bibik di rumah sepupumu juga mereka," celetuk Sundari.
"Apa mau mereka? Menyerupai kita?" tanya mahasiswi lain bernama Dina.
"Agar kita tidak takut dan nyaman. Agar kita merasa seperti di habitat manusia," jawab Sundari.
"Mereka tidak jahat teteh?"
"Tidak tahu. Kalau aku tebak mereka menolong kita dari serangan mahluk itu dan manusia yang lain di kota ini diselamatkan dari bahaya yang lain."
"Jam tujuh, matahari belum terbenam juga, seperti di Eropa? Apa poros  Bumi bergeser?" mahasiswa yang lain bertanya.
"Jam makan malam, walau belum malam. Kita makan bersama?" ajak aku.
"Ke alun-alun, cari warung kaki lima, di mana tukang masaknya bisa kita lihat," usul Sundari.
Para mahasiswa itu menurut. Kami bersepuluh berjalan beriringan dengan penuh kewaspadaan. Lukisan-lukisan di Jalan Braga ada dipajang, tapi hanya ada satu penjual melihat kami dengan pandangan tajam.
"Aku yakin dia pengawas kita seperti halnya resepsionis itu," kata Intan, salah seorang mahasiswi. "Aku mahasisiwi senirupa, aku bisa melihat lukisan-lukisan tersebut antara satu kios dan kios lain sama. Nggak mungkin, kan?"
"Copy paste," sahut aku. "Kita berada di Bandung yang ada dicopypaste?"