Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bandung 1966, Ketika Mahasiswa Bergerak (1)

19 Oktober 2020   21:10 Diperbarui: 19 Oktober 2020   21:22 910
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah aksi demonstrasi-Foto: Historia.id/Tribunnenews.

Blunder kembali dilakukannya ialah membentuk kabinet baru di mana dia tidak memasukan Nasution pada 13 Februari. Sukarno melah mempertahankan orang-orang yang dinilai KAMI sebagai simpatisan PKI seperti Omar Dhani dan Suryadharma.

Padahal Nasution sedang mendapatkan simpati besar, setelah kematian putrinya dalam percobaan pembunuhan terhadap dirinya. Akibatnya terjadi kemarahan besar di kalangan umat Islam, terutama HMI dan sebagian besar perwira yang mengagumi Nasution (Sundhaussen, 1986: halaman 402).

Peristiwa 23 Februari

Pada 23 Februari KAMI mengadakan demonstrasi menuju Istana Negara. Sejak subuh berbagai kelompok mahasiswa memblokir jalanan. Mereka menyetop berbagai kendaraan di wilayah-wilayah strategis ibukota, mengempesi ban-ban, hingga membuat lalu-lintas lumpuh total.

Tujuan mereka: menggagalkan acara pelantikan anggota Kabinet Dwikora II yang diumumkan Presiden Sukarno tiga hari sebelumnya. Lewat aksi tersebut, para mahasiswa berharap menteri-menteri tak bisa datang. Jumlah massa yang terlibat dalam demonstran itu menurut Brian May mencapai 50 ribu anak-anak muda (May, 1978: 136).

Lewat tengah hari demonstran semakin mendekati istana hanya beberapa ratus meter. Pada saat itulah prajurit Carabirwa melepaskan tembakan yang melukai sembilan mahasiswa, seorang di antaranya bernama Arief Rahman Hakim tewas. Tercatat nama lain yang tewas Zubaedah, seorang siswi SMA dari kota Bandung.

Pada 25 Februari massa yang besar sekali memberikan penghormatan pada mahasiswa yang tewas itu dan dimakamkan diiringi tembakan kehormatan oleh satu regu tentara. Nasution, Soeharto, Ibrahim Adjie, Sarwo Edhie mengirim karangan bunga.

Usai pemakaman Arief Rahman Hakim, situasi Jakarta semakin memanas. Di tingkat atas, Presiden Sukarno melakukan pertemuan mendadak dengan para perwira senior militer yang tergabung dalam Komando Ganyang Malaysia (KOGAM).

Pertemuan tersebut pada akhirnya menghasilkan keputusan pembubaran Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) berdasarkan S.K. KOGAM No.41/Kogam/1966 tertanggal 25 Februari 1966 langsung ditandatangani oleh Panglima Tertinggi KOGAM, yang tak lain adalah Presiden Sukarno sendiri.

Pembubaran KAMI dilanjutkan dengan pelarangan untuk berdemonstrasi dan penangkapan sejumlah tokoh mahasiswa anti Sukarno. Panglima Kodam V Jakarta Raya, Mayor Jenderal Amir Machmud bahkan mengumumkan akan memberlakukan jam malam di seluruh kawasan ibu kota.

Besoknya, Brigadir Jenderal Kemal Idris (Kepala Staf Kostrad) mengontak seluruh tokoh KAMI. Demi keamanan, dia mendesak mereka untuk sementara "mengungsi" ke Markas Komando Tempur (KOPUR) II yang terletak di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun