Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bandung 1966, Ketika Mahasiswa Bergerak (1)

19 Oktober 2020   21:10 Diperbarui: 19 Oktober 2020   21:22 910
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah aksi demonstrasi-Foto: Historia.id/Tribunnenews.

Dunia kampus dihadapkan dengan situasi konflik antara Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) disatu pihak melawan pengaruh universitas-universitas Amerika di pihak lain. Sepanjang 1950-an hingga 1960-an berbagai program kerjasama kebudayaan yang dibiayai oleh pemerintah Amerika Serikat atau Ford Foundation dan Rockefeller Foundation telah mempengaruhi pengajar dan mahasiswa untuk melakukan gerakan anti komunis

Ketika Lekra memaksakan pandangan-pandangan mereka dalam bidang kesenian, kesusasteraan- "romantisme revolusioner", muncul tantangan dari kaum sosialis kanan yang kemudian melahirkan satu manifesto kebudayaan yang disingkat Manikebu.

Salah satu faktor utama dalam politisasi dan radikalisasi mahasiswa itu ialah adanya evolusi kondisi material dalam kehidupan mahasiswa. Ditambah lagi kesukaran-kesukaran ekonomi seperti kenaikan harga buku, transportasi, tarif pengobatan, sewa tempat tinggal, mahalnya uang kuliah, uang ujian dan juga semakin meningkatnya ongkos hidup secara umum, membawa pengaruh tak kecil bagi mahasiswa. Hingga dengan sendirinya mahasiswa menjadi juru bicara rakyat.

Mahasiswa menjadi golongan sosial yang baru sejalan dengan pertumbuhan perguruan tinggi antara 1959 hingga 1963. Jumlah universitas negeri melonjak dari 8 hingga 39. Sementara universitas swasta tumbuh dari 112 pada 1961 menjadi 228 pada 1965, hingga total terdapat 335 perguruan tinggi dengan 278 ribu mahasiswa. Pada 1940 hanya tercatat 79 mahasiswa yang lulus di Hindia dari total populasi koloni 70 juta (Arif Novianto, 2017 berdasarkan kajian Sejarawan Universitas Gadjah Mada Dr Abdul Wahid).

Jumlah mahasiswa di Bandung pada 1965 luar biasa. Buku Pembangunan Jawa Barat 1945-1965 mengungkapkan secara rinci, bahwa antara 1945-1965 terdapat 4 Institut, 10 Universitas dan 14 akademi yang berdiri di Bandung dengan jumlah total mahasiswa di atas 30 ribu (lihat Tabel I).

tabel-jumlah-mahasiswa-bandung-1965-5f8d9b60d541df423301a362.jpg
tabel-jumlah-mahasiswa-bandung-1965-5f8d9b60d541df423301a362.jpg
Masalahnya makin buruk, Sukarno tidak punya tim ekonomi yang mumpuni, terjadinya sanering pada Desember 1965 di nama Rp1.000 dijadikan Rp1 dengan disertai pajak penukaran sebesar 10 persen. Kebijakan fiskal ini menimbulkan ketidakpercayaan pada mata uang rupiah. Kurs pasar gelap untuk dolar AS melonjak dari Rp8.100 per dolar pada triwulan kedua 1965 menjadi Rp50.000 pada triwulan keempat 1965.

Situasi semakin buruk ketika harga bahan pokok dan bahan bakar membumbung tinggi, spekulan merajalela nyaris tidak terkontrol. Pada 3 Januari harga bensin dinaikan Rp250 menjadi Rp1.000 dan harga minyak tanah meningkat dari Rp150 menjadi Rp400. Tarif bus, kereta api dan pesawat terbang naik lima kali lipat. Minyak tanah bahkan menghilang di kota Bandung awal Januari 1966 dan tahu-tahu muncul dengan harga Rp1.000 (Pikiran Rakjat, 3 Januari 1966).

Para spekulan bukannya tidak ditindak, Di Kota Bandung, masih diberitakan ada 16 pedagang diadili dengan tuduhan subversi ekonomi (Pikiran Rakjat, 7 Januari 1966).

Sementara Tim Sandang Pangan Bandung pada awal Januari mencoba mengatasi kekurangan bahan pokok dengan penyaluran gula sebanyak 160 karung di 160 toko di pasar dengan harga Rp500 per kilogram (Pikiran Rakjat,11 Januari 1966). Di sisi lain beras injeksi kerap ditemukan berkualitas buruk (Pikiran Rakjat, 12 Januari 1966).

Mahasiswa membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) pada 25 Oktober 1965 yang merupakan hasil kesepakatan sejumlah organisasi yang berhasil dipertemukan oleh Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pendidikan (PTIP) Mayjen dr. Syarief Thayeb, yakni PMKRI, HMI,PMII,Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Sekretariat Bersama Organisasi-organisasi Lokal (SOMAL), Mahasiswa Pancasila (Mapancas), dan Ikatan Pers Mahasiswa (IPMI).

Tujuan pendiriannya, terutama agar para aktivis mahasiswa dalam melancarkan perlawanan terhadap PKI menjadi lebih terkoordinasi dan memiliki kepemimpinan. Namun hingga akhir 1965, KAMI hanya sekali-sekali terlibat dalam aksi anti PKI dan tidak mencoba menjadi kekuatan politik sendiri (Sundhaussen, 1986: halaman 396)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun