Kapen Samuel duduk sambil tertawa. "Teknik kamuflase hebat. Kamera virtual kita tidak bisa menangkapnya. Yang diperlihatkan itu, karena  mereka ingin supaya kita tahu. Kau lihat pasangan centil kita melambai ke kamera."
Purbasari dan aku melihat Purbaendah dan Bagus berciuman lalu melambaikan tangan ke arah kamera, sebelum menutup wajah mereka dengan masker khusus.
Mereka tidak pakai capung terbang, tetapi Maung Bandung entah berapa buah dengan kecepatan tinggi. Â Teknologi mereka melompat satu tingkat dari koloni di Prenager-Titanium. Tentunya digabungkan dengan pengetahuan teknologi dari Raya dari Kuantum, entah dari alien mana. Yang jelas mereka tidak puas dengan apa yang ada seperti kami di Titanium, tetapi terus belajar dan mencoba.
"Kalau perang antar planet seperti yang dikatakan Raya itu benar, mereka lah yang paling siap di antara manusia. Kita tidak! Apalagi Bumi ini!" tutur aku.
"Lalu mengapa mereka tidak mengajarkan kepada kita?" tanya  Serma Malik.
"Purbaendah sadar, kalau diajarkan membabi buta akan seperti Kang Indrajaya menggunakan semena-mena," jawab Purbasari. "Harusnya sejak lama aku menjadikan penasehat. Itu anak sensitif dan ingin didengar."
"Sudah mari kita ke Kabandungan, nggak ada pilihan lain, kan?" kata Kapten Samuel.
"Omong-omong kok mereka bisa menerobos hujan?" Mamo manggut-manggut.
"Perisai. Hujan tidak menyentuh mereka. Senjata saja tidak bisa. Â Sudah bisa menghilang, pakai perisai lagi," Â ucap aku. "Kalau mau, mereka sudah menang perang. Jadi bukan Indrajaya yang memperalat dia, Purbaendah lah yang memperalat Indrajaya."
Samuel tergelak. "Siapa itu namanya Nyi Ronde dan gerombolan orang asing itu, nggak sadar mereka pecundang."
"Kalau Kak Purbaendah mau jadi Ratu, aku rela," ucap Purbasari. "Asal kita bersama?"