"Sudah kasih tahu saja apa itu Manuk Dadali! Â Anjeun jangan penasaran, keumaha," pinta Mamo, ketika pengadilan buat mereka berdua usai.
Bagus dan Purbaendah dengan santai menjawab serempak: "Nanti kami kasih tahu!"
Atep Firman dan Zia juga diomeli oleh Ambu pergi tanpa bilang-bilang. Â Yang jadi pertanyaan pesawat yang membawa mereka diparkir di mana dan Manuk Dadali di mana. Â Tapi lima orang itu bungkam.
Kerajaan hanya meminta mereka berpakaian seperti orang Pasir Batang. Kelimanya menurut. Kami juga melakukan hal sama untuk kearifan lokal. Â Kecuali kalau mereka ingin kembali ke Kabandungan. Tetapi Purbasari ingin mereka tetap ada di istana untuk perayaan berkumpulnya kembali para saudaranya.
"Bagus hanya cerita pergi dari Titanium dengan Guru Minda 21. Itu pesawat sedang yang bisa membawa lebih dari penumpang minimal, berikut muatannya. Taruhlah bawa barang untuk keperluan agenda mereka di sini.," ujar Samuel.
"Bagaimana kalau mereka tidak berempat kemari? Lagipula pilotnya siapa? Zia memang bisa jadi pilot, tetapi siapa co pilotnya. Guru Minda untuk ukuran besar butuh co pilot, kecuali pesawat yang dulu aku bawa," sahut aku.
Ambu mengangguk. "Aneh memang. Â Kalau ada orang Preanger Titanium lain, mengapa mereka tidak bergabung waktu di Dago Atas dan kalian lihat aneh. Mereka hanya ketawa-ketawa waktu dibawa kemari."
"Mereka pasti bawa Co Pilot yang juga militer untuk berjaga," kata Samuel. "Di mana gerangan mereka berada?"
Teteh Ira dan teteh Mayang senang bisa bertemu kembali dengan Kanaya. Mereka juga tidak peduli peran Kanaya dalam konspirasi itu. Kapten Gumilar yang sudah tua, mengaku berumur lebih dari 70 tahun juga tidak menjawab. Kalau pun mnejawab: "Lupa!"
"Senior, akan kembali ke Titanium?" itu yang tanya Serma Malik.
"Nggak abdi mah mau di sini, abdi cinta tanah ini dan ingin mati di sini," jawabnya.