DELAPAN
Musim hujan lebat membuat kami harus berteduh di dalam rumah. Patroli menggunakan jas hujan. Perkiraan peralatan kami  ini bulan Februari, entah tahun berapa. Berarti panen berikutnya akan datang.  Kalau pakai kalender Bumi aku sudah sembilan bulan di Bumi. Sementara Ambu dan rombongan sudah masuk bulan ketiga.
Purbasari menyebut, sudah lebih dari tiga setengah tahun atau hampir empat tahun Purbararang berkuasa. Mereka menemukan tambang emas dan sejumlah tambang lain di berbagai wilayah yang mereka duduki. Lahan sawit makin luas, membuat Purbasari khawatir melanggar pamali dan alam marah.
Drai orang Titanium sebetulnya punya niat bawa saja satu kampung Cupu Mandalayu ke Titanium. Peduli amat Purbararang dan gerombolannya dari orang asing itu berbuat apa. Itu perintah Dedi Cumi, anggota Dewab Preanger yang kemudian diplesetkan jadi Mister Angkut. Yang mengusulkan namanya Serma Malik Tanjung. Â Didukung oleh dokter Oscar, yang menganggap misi sudah selesai. Aku sudah ditemukan dan sembuh.
Sementara pesawat guru minda yang cukup besar dengan mengosongkan bagasi untuk perjalanan pulang. Mereka juga pesawat cadangan yang digandeng. Muatannya total bisa 500 orang, pas dengan pengikut Purbasari. Â Kalau Cuma menampung 500 orang, wah Koloni Preanger lebih dari mampu. Dua kali lipat dari populasi 17 juta saat kami tinggalkan saja masih berlebih.
Tapi Ambu yang juga sudah dipanggil Sunan Ambu oleh warga karena ulah Tika Dayanthi, terlanjur iba melihat Purbasari yang menyayangi Negeri Pasir Batang. Lagipula bagaimana tanpa pertempuran? Â
Aku juga tidak setuju bahkan malah ingin tinggal di Pasir Batang. Samuel meminta pertimbangan aku untuk pulang ke Titanium. Â Tetapi dia juga ingin menyelesaikan persoalan Purbasari. Â Sementara Mayang dan Ira ingin tahu soal Kanaya dan kuncinya ada di Kabandungan.
"Masalahnya, kita tak bisa ke Kabandungan kalau masih ada Rezim Purbararang dan Indrajaya. Kita tidak bisa ke Pasir Batang, kalau kita diam di sini," kata Samuel.
Gigin tiba-tiba datang memecah rapat. "Maafkan  Paduka Purbasari,  tentara Pasir Batang sedang bergerak ke mari!"
"Akhirnya, konfrontasi tidak terhindari," ujar Sersan Malik.
"Siapa pemimpin mereka, kakakku Purbaendah, anjeun melihatnya?" tanya Purbasari,
Gigin menggeleng. "Aku sangat kenal dengan dia. Anak buahnya melukai aku. Â Subarja. Â Dia kini tangan kanannya, sudah jadi Patih. Â Juga tukang kudanya, Jumhana, sudah jadi perwiranya."
"Yang disuruh mencium kakinya? Kok bisa budak jadi perwira?" tanya aku.
Gigin sudah sebulan di ibu kota menyusup sebagai mata-mata, menyamar. Informasinya akurat. "Purbaendah tidak pernah ada di ibu kota sejak enam bulan ini. Â Semua perwira utamanya ikut dia ke Kabandungan. Purbararang tidak bisa melarang, walau tidak setuju atas sikapnya. Â Dia menukar wilayah yang dipimpinnya di kidul dengan Kabandungan. Â Itu sejak ada orang asing lain menemuinya. Kami dengar kabar dia juga dari kahyangan."
"Apa?" Ambu terperanjat. Begitu juga Samuel Wanggai.
Aku tidak karena sudah menduga.
"Apa orang dari Titanium juga, siapa? Dari masa depan juga kah?" ujar Sersan Malik.
"Bisa dari koloni di planet lain. Tetapi dari Titanium juga kuat. Orang itu yang memperngaruhi Purbaendah untuk tidak menyerang Cupu Mandalayu. Kemungkinan orang itu sudah ada sebelum Ambu datang dan dia mungkin yang menyelamatkan aku dan Purbaleuwih," terang aku. "Tembakan high voltase dari dia begitu akurat. Dia dengan cerdik menunggu aku menembak, hingga mengira yang melumpuhkan Baktanshar dan anak buahnya aku dan Prubaleuwih."
"Itu artinya orang itu mengenal anjeun. Bisa jadi Purbaendah sendiri mendukung?"kata Ambu.
"Aku ingin tahu apa yang terjadi di Kabandungan yang membuat kakak anjeun mengubah niatnya atau memang punya niat yang lain?"
Purbasari menggeleng. "Tapi sejak awal Purbaendah hanya mau bantu menggulingkan aku dari tahta. Ketika aku diusir, dia malah melihat aku dengan sebuah benda entah dari mana dan memberi aku makan. Benda yang kerap ada di kamarnya."
"Mengapa anjeun tidak cerita?" Aku juga penasaran.
"Kang Gigin pernah cari tahu soal Kabandungan?"
"Warga Ibu Kota menyebut desas-desus, Purbaendah dan orang asing itu membuat burung sakti, burung raksasa di dalam Kabandungan. Ada yang melihat tapi hanya sekilas. Dia diusir oleh Jumhana dan tidak berani kembali."
"Mesin untuk membunuh?" Ambu khawatir.
Wajah Samuel juga.
Aku berpikir. "Istriku Purbasari, Purbaendah sangat penasaran dengan kahyangan?"
Purbasari mengangguk.
"Mereka bukan buat senjata dugaanku. Purbaendah tidak peduli dengan ambisi Purbararang. Dia hanya ingin petualangan. Mungkin buat menjelajahi Bumi seperti pesawat terbang pada masa belum zamannya."
"Masuk akal. Â Tetapi bagaimana caranya orang Titanium itu bisa membantunya?"
"Keturunan Kanaya? Bisa jadi laki-laki," celetuk Mayang alias Dayang Sumbi.
"Bisa jadi sahutku. Â "Orang Kabandungan sudah punya teknologi tinggi karena orang kita. Tapi yang keluar dari Kabandungan waktu Purbaendah menyerang itu perempuan? Masa mereka bersekutu?"
"Kita pikirkan nanti. Hadapi dulu gerombolan yang hendak menyerang kita," kata Samuel.
"Orang Pasir Batang semua?" tanya Purbasari khawatir.
"Orang asing, kebanyakan kulit putih. Orang bayaran Purbararang, karena pasukan Purbaendah tidak mau," sahut Gigin.
"Sikat! Aku jadi ingat orang Atlantis!" Seru Ira. "Kita ikut Mayang!"
"Siap!"
Hadirin setuju dan segera bubar. Samuel ditunjuk jadi panglima, dia membawa empat  prajurit dari Titanium, begitu juga aku. Teteh Ira dan Teteh Mayang juga ikut. Gigin ikut bersama dua puluh prajurit Purbasari yang sudah dilatih. Samuel juga menggerakan tiga robot anjing, dua motor capung terbang.
Sementara Serma Malik dan tiga prajurit  dan tiga puluh tentara Purbasari menjaga dusun. Ada tiga robot anjing dan dua motor capung siaga. Mamo dan Sisil diminta ikut menjaga dusun. Pertempuran di tengah hujan deras. Senjata High Voltase bisa berakibat fatal bagi lawan, tetapi juga kami sendiri kalau tidak hati-hati.
Pukul sepuluh pagi. Hujan deras masih turun ketika kami menuruni Gunung  Cupu Mandalayu, tiba di batas gunung hamparan huma jagung.  Samuel menyuruh kami berkelompok tiga-tiga memakai perlindungan batu yang sudah disusun sejak lama di atas ketinggian hingga  sepuluh meter di atas hamparan huma.
Kami semua menggunakan jas hujan yang sudah dibawa dari Titanium dan kami buat juga dari bahan yang ada di Bumi  untuk tentara Purbasari.  Sepuluh prajurit Purbasari memakai High Voltase dan yang lain memakai panah. Dedi Cumi sudah mempersiapkan cadangan senjata rupanya.
Sementara Ira dan Mayang di motor capung terbang siap melayang.Â
Dari kejauhan tentara asing itu datang. Jumlahnya sekitar seratus orang, separuh menggunakan senjata yang mungin pelontar api. Aku tidak pernah melihatnya bekerja kecuali dari cerita teteh Mayang dan teteh Ira. Separuh menggunakan panah dan tombak.
Samuel meneropong dengan teleskop virtual tiga dimensi. "Waspada ada yang membawa semacam kendaraan dari besi walau hanya satu berbentuk gajah. Cukup besar dengan belalainya."
Waduh, jangan-jangan orang asing itu koloni manusia dari masa depan?
"Bilang pada Purbasari untuk menyerah  kepada Ratu Purbararang. Aku Panglima Pasir Batang Marcus Licinius Crassus murah hati hanya menjadikan pengikut sebagai budak. Kabarnya kalian sehat-sehat cukup kuat bekerja, terutama tamu mu yang hitam legam itu, orang primitif..."
"Ya, itu orang kulit putih yang menyebutku primitif," kata Samuel. "Bukankah dia yang primitif?"
Aku meminjam teropong.  Crasus naik kuda tingginya hampir dua meter. Dia bersenjata senapan pelontar api. Namanya seperti  nama Romawi. Pakaiannya gemerlap, dengan ditutup logam didadanya.  Dia pikir bisa menangkis high voltase dengan baju besi itu, malah mengantarkan listrik di tengah hujan.
Aku pernah baca nama Crassus di perpustakaan, Jenderal Romawi yang mengalahkan pemberontaan para budak, Spatarcus. Mungkin bukan nama sebenarnya. Tetapi dia pakai nama itu biar terdengar gagah dan menunjukan superioritasnya.
"Apa tamumu yang primitif itu ada di sana? Aku janji tidak akan membunuhnya, tetapi menjadikannya pembersih kandang kudaku!"
Kawan ini saya ini sabar. Jarinya sudah  tetap kukuh menahan menekan tombol untuk melepas tembakan.  Pertama kali seumur hidupnya dia mengalami perlakukan rasis yang tidak pernah terjadi di Titanium.
"Yang perempuan, pengikut Purbasari, kata Paduka Indrajaya boleh buat kami. Budak untuk tugas yang lain.....!" Dia berteriak kencang di tengah hujan, terdengarnya sayup.
Teriakan yang pongah terhenti ketika Ira meluncur dari atas dengan motor capungnya menembak high voltase dengan kencang. Kuda berikut Crassus hancur berantakan. Baju zirahnya pecah berkeping-keping. Ira gusar sekali dengan kalimat Crassus dia menembak dengan stelan maksimal.
"Ini jawaban perempuan!" teriak Ira, nyaring dan penuh kemarahan.
"Ya, sebegitu saja akhir yang mengaku Panglima Tempur," Gigin yang ada di sebelahku tidak bisa menahan tawanya.
"Padahal aku ingin tinju dia!" ucap Samuel, juga tertawa puas. "Kata anjeun itu nama Panglima Romawi yang mengalahkan pemberontak budak itu. Kini jadi debu!"
Kontak senjata segera terjadi sengit. Tentara Crassus tidak tercerai berai  walau komandannya mati. Mereka menggunakan senjata sinar yang berwarna kebiruan tetapi kalau kena kayu membakar. Seorang prajurit Purbasari kena dan hangus.
Tetapi tentara Titanium dan prajurit purbasari yang bersenjata high voltase membalas, termasuk Samuel dan aku. Â Sepuluhan tentara Crassus bertumbangan dalam empat lima menit. Hujan membuat daya listrik bekerja. Mereka kejang-kejang lalu hangus.
Tetapi balasan tembakan dari robot gajah dengan belalainya mampu membuat dua prajurit Purbasari hancur jadi debu dan menumbangkan dua pohon tempat berlindung mereka.
"Itu senjata pamungkas mereka, bagaimana melumpuhkannya?"
Mayang dan Ira menembak berpadu. Mereka sudah pengalaman menghadapi orang Atlantis, tetapi Gajah robot itu mampu menangkis, walau akibatnya prajurit yang berjalan kaki bertumbangan hangus dan jadi debu. Â Sementara hujan panah juga terjadi.
Tembak menembak dan saling memanah cukup seru. Samuel  mampu menyapu sepuluh lawannya. Tentara Titanium lainnya dan Prajurit Cupu Mandalayu menumbangkan sepuluh lagi. Sementara aku ingin melumpuhkan gajah, berhasil kena kuping yang mungkin kontrolnya.
Robot Gajah itu limbung tetapi masih berjalan cepat menuju kami. Seorang tentara di atasnya jatuh dan terpijak. Â Tiba-tiba Ira melompat ke tanah dan berguling, pesawat motor capungnya diarahkan ke salah satu Kaki Gajah.
Pesawat motor capung  itu hancur menimbulkan ledakan hebat, tetapi kaki depan Robor Gajah lepas diikuti kaki belakangnya. Gajah itu rubuh ke samping ke sisi kiri yang kehilangan dua kaki, akibatnya  seorang prajurit lagi tergencet. Aku menembak kepalanya dan robot itu hancur.
Sayangnya masih ada seorang serdadu Crassus yang di atas Gajah merangkak dan jadi dekat dengan kami menembak seorang serdadu Titanium dengan tepat karena dia ingin menyelamatkan Ira. Samuel dan aku menembak serempak serdadu Crassus itu tewas.
Kawan-kawan di Titanium juga mengerahkan delapan dari dua belas robot anjing yang dibawa. Prajurit Purbasari terkesima, robot ini bekerja efektif dengan program iikut menembak sambil berlari dengan kecepatan tinggi. Prajurit Crassus tercerai berai dan ada yang diterjang dengan terkoyak, dirancang untuk melawan mahluk Bolo.
Tidak sampai satu jam pasukan Crassus disapu bersih.  Jumlahnya sekitar  120 orang.  Sementara Titanium kehilangan satu orang dan satu robot anjing. Aku jadi galau dibuatnya dan enam orang Purbasari juga gugur. Secara militer memang sedikit.  Tetapi membawa makna. Mereka mati secara tidak langsung karena aku.
"Mereka punya senjata laser, senjata terakhir yang pernah digunakan orang Bumi sebelum ekodus,"kata Samuel.
Dari mana mereka dapat senjata itu?
Prajurit itu bernama Dicky Hanggoro. Masih muda. Dia warga Preanger Dua, masih tetangga dengan teteh Mayang dan kerabat dengan teteh Ira. Dicky menyayangi mereka. Â Itu sebabnya Ira dan Mayang ikut meggotong jenazahnya bersama aku dan Samuel. Sementara warga Cupu Mandalayu mengangkut prajuritnya yang gugur.Â
Aku dan sejumlah orang mensalati Dicky dan langsung menguburkannya di lahan yang  kosong dekat huma bersama prajurit Purbasari, termasuk jenazah yang hagus.
Hujan berhenti penduduk menyediakan makan buat kami semua. Â Sorenya kami mengadakan rapat. Â Purbasari, Ambu, Samuel, Purbaleuwih, Gigin, Serma Malik, teteh ira, teteh Mayang dan seorang perwira Purbasari bernama Karna Subrata.
"Bagaimana dengan jenazah pihak lawan?" tanya aku.
"Mereka membakarnya di tempat, tadi aku menyusup ke ibu kota . Indrajaya menugaskan panglima lain bernama Brutus yang tinggi besar," ujar Dadung tiba-tiba masuk menyela.
Aku takjub akan keberaniannya. Mungkin dia tidak dicurigai.
"Purbaendah belum turun gelanggang pertempuran?"
Dadung menggeleng.
"Lelaki asing itu menolak menyerang Cupu Mandalayu selama masih ada orang kahyangan di sana. Â Kekasihnya menolak, Purbaendah menolak. Tapi Indrajaya masih yakin bisa menaklukan Cupu Mandalayu dan sekaligus bertanding dengan si Lutung."
Anak itu mulai pintar.
"Brutus? Itu kan si pembunuh Julis Caesar di sejarah Romawi? Mengapa nama-nama jagoan lawan bikin gemas," celetuk Serma Malik. "Aku suka sejarah kuno, paham betul soal nama itu, nama yang dijauhi para oran gtua."
"Kayak nama anjing aing," ucap teteh Ira, terperangah.
Samuel  yang tadinya serius akhirnya tergelak. "Jenis apa anjing anjeun?"
"Bulldog," jawab teteh Ira, merasa tidak bersalah. Â Dia pasti sudah periksa nama penduduk koloni Preanger seja dua ratus tahun lalu, tidak ada orangtua yang menamakan anaknya Brutus, nama yang diidentikan dengan pengkihanat.Â
Data base yang kami digital mampu menyimpan puluhan juta nama dan 100% akurat. Â Semua nama hewan dicek benar tidak ada yang sama dengan nama warga koloni baik yang sudah tiada, apalagi yang masih hidup. Biar tidak menimbulkan waksangka. Tetapi Ira bukan pembaca sejarah yang baik. Â Database tidak sampai mendata semua nama yang ada di Bumi.Â
Lagipula aku ragu berapa banyak orang di kebudayaan itu menamakan nama anaknya Brutus setelah sejarah Romawi. Entah pada zaman ini dianggap perkasa. Aku sepakat dengan Serma Malik. Â Bisa jadi itu hanya julukannya karena musuh tokoh kartun Popeye juga Brutus. Â Nama itu seperti Duryuduna, Sengkuni atau Dursasana yang dihindari para orangtua menamakan anaknya.
Samuel tambah tergelak. "Adik...eh barudak, seperti apa Brutus itu?" tanya pada Dadung.
"Aku melihatnya dari jauh, besar badannya, mukanya bulat dan tangannya besar, seperti Baktanshar itu dan galak sekali. Tapi rambutnya lebat dan brewok," jawab Dadung polos. Seperti Brutusnya Popeye, terdengarnya.
"Tetapi Brutus aku nggak galak, bulunya rapi, rajin kumandikan," jawab teteh Ira, mulai khawatir dia dianggap melecehkan manusia, walau itu musuhnya kini.
Samuel tambah tergelak, tetapi kemudian mulai serius. "Jangan ditembak itu jenderal, teteh Ira. Biar aku yang menghadapinya."
"Mengapa orang-orang asing itu mau saja bertaruh nyawa hanya untuk emas?" tanya Purbasari polos.
"Bukan hanya emas, sawit atau apa, tetapi mereka ingin menjajah. Dulu negeri moyang kami diperdaya oleh orang asing dengan cara buku rayu, pura-pura bantu," terang Ambu.
Purbasari memberi hormat pada Ambu. "Aku ingin belajar banyak dengan Ambu."
Aku terharu melihatnya. Purbasari sejak kecil kehilangan ibu.
"Bagaimana strategi kita berikutnya?" tanya Purbaleuwih.
"Serang Ibu Kota. Bukankah Indrajaya ingin bertanding dengan Lutung," aku mulai gusar.
"Setuju!" Ira penuh semangat.
"Mereka akan terkejut dan tidak mengira akan diserang," sahut Gigin.
Hadirin setuju. Â Kemudian rencana disusun untuk penyusupan ke ibu kota. Â Kami juga mengerakan beberapa robot anjing yang dibawa teman-teman dari Titanium.
"Jangan sampai ada rakyat Pasir Batang jadi korban. Aku setuju!" Purbasari melengkapi kesepakatan.
Irvan Sjafari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H