"Bukan itu saja. Â Pesawat kami bukan satu-satunya yang menyusul anjeun. Tetapi ada pesawat lain dari Preanger. Entah siapa. Apa tujuannya. Bahkan dia lebih cepat dari kami, ketika menempuh lubang cacing," Sisil ikut berkomentar.
"Apa?" Aku terperanjat. "Saha?"
"Guru sudah berapa lama di sini? Waktu Bumi?" tanya Ambu.
"Tujuh bulan."
"Syukurlah, Kami kira menemui anak cucumu. Lubang Cacing membuat segala kemungkinan," sahut teteh Ira.
"Anjeun bertemu anakku atau keturunannya?" potong teteh Mayang.
"Belum Teteh. Tapi Kerajaan Pasir Batang menyerang negeri yang namanya Kabandungan. Mungkin itu negeri anak teteh, dan mereka juga ada bawa motor capung."
"Kabandungan? Mungkin itu tempat anakku dulu tinggal. Tepatnya kota Bandung dalam sejarah nenek moyang kita dulu," papar teteh Mayang.
Para tamu diajak Purbasari ke bangunan lain yang memang untuk para tamu. Mereka dijamu. Â Samuel bercerita soal patroli untuk melacak keberadaan aku selama seminggu mereka di Bumi. Â Ada satu insiden yang tak terhindar dengan orang-orang yang kemungkinan tentara bayaran dari Atlantis, ketika patroli darat bertemu. Patroli kecil hanya tiga atau empat orang dan semua terpaksa ditewaskan.
Ambu membelai rambutku dan dokter  Oscar memeriksaku.
"Jadi anjeun sudah menikah dengan perempuan ini," ucap Ambu. Tak ada rasa penolakan. Suaranya lembut. "Ini gadis dalam mimpimu?"