Dewan Preanger segera mengeluarkan larangan untuk makan buah apa pun di luar wilayah koloni. Bahkan warga dilarang keluar sampai ada penelitian. Â Aku tidak berani ke kampus dan kuliah lewat virtual. Â Bully-an pun walau becanda mulai muncul, pada minggu berikutnya. Aku sudah mirip lutung.
Aku diperbolehkan pulang dan berpergian, selain bulu-bulu itu, tak ada yang membahayakan jiwaku. Tetapi semua menatapku dan ada yang menghindar.  Walau tidak ada yang berani mengejek. Tiba-tiba aku ingat manusia gua yang diceritakan  Teteh Mayang, dan aku menempuh seratusan kilometer untuk mencurahkan emosiku. Teteh begitu lembut mendengarnya.
Gadis berkebaya hijau muda ini berlari. Dia diawasi beberapa laki-laki dan seorang perempuan berpakaian aneh, serba ungu dan membawa tongkat yang bisa mengeluarkan cahaya.
Sesosok mahluk hijau tiga meter, menyerupai manusia namun wajah dan kepalanya tidak lazim muncul di antara aku dan mereka.
Kamu tolong dia, pergilah ke Bumi. Aku akan mengaturnya. Jangan sampai orang-orang itu mencelakakan gadis itu. Â Penyakitmu juga ada jawabannya di sana.Â
Mimpi lagi. Aku terjaga di kamarku. Ini  bulan ketiga, bulu-bulu itu terus tumbuh membalut tubuhku. Itu Hiyang, mahluk asing yang sudah jadi cerita di planet ini sejak kunjungan Teteh Mayang dan sebetulnya sudah lama jadi rumor orang-orang yang mengaku melihat kehadiran mereka.
Aku mengambil  sejumlah pakaian dan memasukan ke dalam tas ransel besar. Lalu habis subuh aku meninggalkan rumah. Aku yakin itu petunjuk.  Aku singgah di supermarket membeli banyak makanan dan minuman.  Ada suara yang berbisik padaku apa saja yang harus aku siapkan.
Lalu naik bus ke stasiun kereta menuju hanggar. Bagaimana menumpang Guru Minda tanpa ketahuan penjaga? Â Mahluk hijau itu tiba-tiba muncul. Aku terkejut, tetapi ada suara menyuruhku tenang. Lalu dia memberiku semacam jubah dan aneh aku bisa melalui penjaga dan memasuki halaman hanggar hingga gedung.
Aku tiba di Guru Minda 17. Di sana ada senapan high voltase dengan selusin magazin, kompas virtual. Aku mengatur di dashboard pesawat peta perjalanan ke dunia yang katanya tempat asal nenek moyang kami menjadi tujuanku. Cerita Kang Mamo, kawan teteh Mayang  sudah jadi referensi bagiku.  Juga cerita Teteh Mayang.Â
Aku sudah menyiapkan pesan chat yang disetel dikirim ketika pesawat berangkat.
Aku mirip lutung teteh, kata teman-temanku. Aku pergi ke planet teteh ceritakan. Barangkali di sana aku menemukan kedamaian. Barangkali aku juga bertemu pujaan hatiku.