"Tepat!" sahut Bagus.
"Aku pernah baca di perpustakaan virtual Preanger kalau tidak salah band yang jadi inspirasi Zia & Co itu mengambil nama makanan cepat saji dari negeri Amerika Serikat. Â Kemudian diparodikan," tutur aku.
"Wah,anjeun banyak baca juga. Nah, Â Zia itu namanya sebetulnya panjang. Nama lengkapnya Maurizia Maharani tapi dia meringkasnya jadi Zia. Konon dia terinspirasi dari nama aktivis komunitas bawah tanah di Kota Bandung yang menjadi penggemar berat band itu dan sering jadi reporternya untuk berbagai media. Namanya juga diringkas jadi Zia."
Kami berangkat dua jam kemudian. Aku hanya mengenakan celana pendek sebatas lutut dengan banya kantung, serta baju kaos. Begitu juga Bagus, Â Mitha adiku ikut mengenakan hijabnya.
Tentunya, aku tidak ketinggalan menyaksikan suara merdu Lintang Renita. Â Termasuknya lagu yang berbahasa Sunda dinyanyikan dengan cara broadway. Aku bahkan ikut bernyanyi, karena aku sedang jatuh cinta, walau itu mungkin perempuan mimpiku.
Ada lagi lagu yang dinyanyikan berarti kata untuk selamat. Dari perpustakannya, katanya dari bahasa Hawaii. Kedua lagu itu cover dari seorang penyanyi dari kota Bandung masa Bumi masih utuh. Hebat ya kota asal nenek moyang kami, punya banyak penyanyi bertalenta. Tetapi sayang sudah jadi sejarah.
"Mengapa Guru suka Lintang?"
"Kreatif. Selain lagu cover, dia juga mampu membuat lagunya sendiri."
Bagus tidak mengkomentari. Setelah itu baru muncul Zia & Co membuat Bagus berjingrak-jingkrak. Â Ternyata yang disebut Zia itu berhijab. Apakah tokoh inspirasinya juga begitu? Barangkali. Â Cara bernyanyinya energik.
"Apakah band dari nama makanan cepat saji itu, vokalisnya begitu energik dan bertenaga. Juga drumernya cewek juga," komentarku.