Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Dayang Sumbi (7)

9 Juni 2020   16:29 Diperbarui: 9 Juni 2020   16:31 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tapi Sisil tidak perlu jawaban aku atau Ira. Ada suara yang mengisi kepalanya dan Mamo. Keduanya kemudian berkonsentrasi mengemudikan Guru Minda Delapan menembus batas atmosfer.

Guru Minda Delapan masih bagus. Baterai cukup untuk perjalanan pulang. Kemudian Mamo menerbangkan pesawat melesat ke angkasa menuju lubang cacing. Hyang membantu kembali ke waktu kami hilang lewat petunjuk telepati ke otak Mamo.

Ira memperlihatkan wajah sedihnya. "Setidaknya aku tahu, bahwa aku sudah punya cucu. Sekalipun tidak akan melihatnya lagi."

Guru Minda melesat memasuki lubang cacing. Kami dalam perjalanan pulang. Entah bagaimana sejarah Bumi apakah jadi dunia paparel atau memang begitu, masa depan adalah sejarah.

Entah berapa lama kami dalam perjalanan. Aku tertidur tak peduli dengan busana kerajaan anakku. Begitu juga dengan Ira. Tahu-tahu Mamo membangunkan ketika kami akan memasuki permukaan Planet Titanium.

Planet yang menghijau dengan bercak-bercak coklat dan biru pertanda adanya ribuan danau besar dan kecil bertebaran dan warna cokelat dan biru di bagian katulistiwa tanda sangat panas. Laut, tapi mungkin sangat panas. Di subtropis juga beberapa danau yang lumayan luasnya bila dilihat dari atas.

Dalam berapa jam pesawat mendarat di atas lapangan Preanger Dua. Kami mendarat kira-kira pada pukul 20.00 Waktu Titanum di mana matahari baru akan tenggelam. Pada musim panas ini matahari baru tenggelam pukul 22.00 dan sehari-semalam bagi kami adalah 30 jam.

"Bangunan-bangunan masih sama. Aku khawatir jangan-jangan kita di masa depan?" ujar aku.

"Atau di masa lalu," Ira juga paranoid.

Dengan masih berpakaian ala kerajaan Sunda, aku dan Ira berjalan canggung. Dasir dan Vanda Katrina menyambut kami. Mereka langsung mengajak kami masuk ke lobi. Di sana juga menunggu atasan saya Dedi Cumi. Dia suka merudung, dia pasti tergelak melihat saya berpakaian aneh seperti ini.

Tapi kali ini tidak. Dedi sama sekali tidak tertawa. Dasir dan Vanda mengajak kami langsung masuk ke lobi. Mereka sadar bahwa ekspedisi tidak berakhir bahagia. Bukan saja tidak bisa membawa kembali Taruma, Elang dan Iskanti, malah kehilangan tiga orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun