Mereka selamat. Kami melindungi mereka.
Persis ketika matahari menyembul dari Timur, bumi bergetar. Danau mulai bergolak. Gunung meletus. Aku dan Ira panik. Tapi Hyang menenangkan.
Justru ini cara kami memisahkan kalian.
Air bergolak keras ketika api menyembur dari kepundan. Dari kejauhan Sang Guriang tampak gelisah. Anak buahnya di kapal panik. Tiba-tiba air bergulung membalikan perahu. Saya dan Ira tercebur ke dalam danau. Hyang melindungi kami dengan gelembung udara yang dibuatnya membungkus kami di dalam air.
Aku sempat melihat terbalik di atas air, bagian lunasnya berada di atas dan geladaknya ada di dalam air. Tapi Hyang kemudian mengarahkan gelembung ke tepian lain yang jauh.
Entah berapa lama, tahu-tahu kami ada di tepian lain di mana Mamo dan Caecilia menunggu. Di sekeliling mereka berkumpul sekelompok sosok mirip manusia, namun dengan bulu lebat lebih ke arah kera. Mereka melongo.
"Kami sudah berteman," kata Mamo terkekeh-kekeh.
Tiba-tiba kelompok manusia goa beteriak histeris. Rupanya lontaran batu akibat gunung meletus masuk ke gua. Kami berlari bersama dan mendapatkan salah satu sosok itu tewas di dekat periuk berisi umbi-umbian. Dia terkubur di salah satu lubang.
"Wah tadi kami makan bersama mereka di goa ini. Mereka menyebutnya pawon, artinya dapur," ujar Mamo sedih.
Gunung berhenti meletus. Dari kejauhan  kami melihat kapal terbalik dengan bagian lunas di atas. Persis seperti gunung.