"Sri Paduka memimpin pasukan mengejar sisa pasukan Atlantis ke selatan. Â Mereka tercerai berai," kata punggawa itu.
Pelayan datang menyediakan hidangan pagi, berupa nasi dengan rempah dan ikan yang diasinkan, ayam yang dibakar dan sayurnya berkuah.
Hidangan menggugah selera. Â Ada yang datang. Aku kira Elang, anakku. Â Tapi ternyata, seorang anak perempuan usia sembilan tahun. Dia memakai kain dan baju sebatas dada. Rambutnya tergerai panjang. Â Wajahnya mengingatkan pada Iskanti. Ira pun terperangah.
"Sampurasun Ambu semua," sapanya sopan.
Dia mencium tangan aku dan  juga Ira.
"Namanya Kanaya, putri Sri Paduka dengan permaisurinya Dayang Sumbi," kata punggawa itu.
"Sampunrasun Mamang," dia juga menyapa Kapten Ginanjar dan Harun.
"Rampes," jawab aku.
Kanaya duduk di dekat aku.
"Calon Ambu aku ya? Jadi Dayang Sumbi?" sapanya pelan.
Duuh, aku harus jawab apa. Ira menatapku dengan haru. Setidaknya Iskanti dan Elang sudah punya anak.