"Orang Atlantis bangsat!" umpat Ginanjar pelan. "Aku bersumpah ikut menumpas mereka."
Aku mengerti kegeraman Ginanjar. Ira juga mengepal tangannya. Aku mulai menitik air mata tidak tahu harus berbuat apa. Anak ini ingin aku jadi ambunya. Â Tapi aku kan neneknya. Bagaimana menjelaskan. Dia tidak akan tahu soal lubang cacing, intersellar atau teori teori Fisika Quantum. Yang dia tahu lahir di sini.
"Ambu aku  dibunuh orang Atlantis, ketika aku masih dua tahun. Di depan mataku."
Aku membelai rambutnya. Ira pun tak bisa menahan tangisnya. Cucu kami. Â
 Aku memegang tangannya. "Tidak mungkin."
"Mengapa tidak mau? Abah suka sama Bibi."
"Saya Ambu Abah kamu."
"Tidak. Kalau Bibi itu Ambu aya, putih rambutnya. Kata Ayah, Bibi seusia ibu aku dulu. Mau, ya?"
"Sok, kita makan dulu," kata Ira mengalihkan pembicaraan.
Apakah Elang mau dibujuk kembali ke Titanium rasanya tidak mungkin. Dia raja di sini dan rakyatnya membutuhkannya. Â Kanaya? Rasanya dia sudah jadi orang Parahyangan. Â Jadi kami harus kembali tanpa mereka dan kehilangan Andrian. Â Lalu bagaimana dengan lamaran anakku yang sudah merasa dirinya Sang Kuriang?Â
"Kopral Andrian dimakamkan sehabis kita makan. Â Para punggawa Sang Kuriang sudah mengurusnya, di samping Taruma dan Iskanti," ucap Harun.