Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Dayang Sumbi (1)

4 Juni 2020   17:24 Diperbarui: 4 Juni 2020   17:29 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kredit foto: https://www.qureta.com/post/dayang-sumbi-dan-intelektualitas-perempuan-sunda/pixabay

Masa Depan adalah Sejarah

SATU

Namaku Mayang Kusuma. Usiaku dua puluh tujuh tahun menurut waktu Planet Titanium. Entah berapa tahun kalau diukur dengan waktu Planet Bumi, tempat asal kami koloni manusia yang terserak di tujuh koloni Preanger Satu hingga Preanger Tujuh. Aku tinggal di Preanger Dua bersama anakku, Elang.

Kata para tetua satu hari di Planet Bumi setara dengan dua puluh empat jam. Sementara satu hari di sini tiga puluh jam kalau menggunakan ukuran bumi. Planet Titanium punya matahari lebih besar yang membuat siang di garis katulistiwa begitu panas.

Para pendahulu kami memilih tinggal di daerah subtropis hingga lebih sejuk dan panasnya mirip panas tropis di planet nenek moyang kami. Suhunya pada musim panas paling tinggi 30 derajat Celcius dan musim hujan sekitar delapan belas derajat celcius dan di atas gunung rata-rata sepuluh derajat. 

Kalau malam pemandangan indah karena planet kami punya dua bulan atau bulan kembar. Bila mereka purnama bersamaan maka malam pun berderang.

Biasanya pada malam purnama kembar, para penghuni Preanger lebih banyak di luar. Itu kalau tidak hujan. Menurut cerita para tetua yang dimuat dalam buku di perpustakaan digital, planet asal manusia itu hanya mempunyai satu bulan.

Gagasan transmigrasi manusia menurut cerita para prangtua kami dan juga buku sejarah di perpustakaan kami berasal dari Gedebage Bandung Technopolis. Tanpa sengaja tim ilmuwan mereka mengetahui adanya planet yang serupa dari segi ekologis dengan bumi, hanya ukuran sedikit lebih besar.

Menurut buku sejarah Titanium tersebut, gagasan para ilmuwan ini didukung oleh seorang pimpinan yang sejak menjabat wali kota hingga jadi gubernur begitu visioner, menangkap peluang ini. Dia mendorong menciptakan pesawat ruang angkasa untuk relawan perintis pembangunan Pranger Satu hingga Tujuh.

Aku tidak tahu persis bagaimana gagasan ini diwujudkan dan dari mana biayanya. Aku sendiri generasi ke tujuh sejak koloni manusia hadir di Titanium.  Tahun ini tahun ke 200 dalam sejarah Titanium.  Tahun depan kami memulai abad ke tiga.

Pemukiman didominasi rumah dengan desain berarsitektur budaya Sunda, seperti dikatakan dalam buku.  Tapi di dalamnya ada penyejuk ruangan, penerangan serta peralatan memudahkan yang digerakan dengan energi matahari, yang menjadi kuat karena ada mataharinya lebih besar. Tentunya ada juga bangunan gedung serupa dengan di Bumi ketika perintis berangkat.

Di Preanger Satu, yang jadi pusat koloni bahkan kotanya didesain serupa Kota Bandung ketika perintis pergi.  Pusat pemerintahan "copy paste" Gedung Sate yang gambar aslinya ada di perpustakaan, juga ada wilayah alun-alun, masjid raya, pendopo, hingga bangunan di Jalan Braga, Jalan Dago, serta beberapa taman hiburan dan kota. 

Bedanya kami menghidupkan Lyceum yang pernah ada dalam sejarah Bandung di Dago yang diceritakan dibongkar, sebagai pusat pertunjukan seni. Preanger Satu juga punya bioskop yang pernah ada dalam sejarah Kota Bandung dan dinamakan sama, seperti Puspita, Nusantara, Dian, Panti Karya, Panti Budaya.  Film yang diputar pun ratusan film yang pernah diputar di Bumi yang sempat dibawa nenek moyang kami berangsur-angsur. Kami pernah membuat film sendiri sejak lima puluh tahun lalu di Titanium, tetapi tidak banyak. Kami juga punya seniman, termasuk musisi dan pelukis. Pertunjukan musik kerap digelar di Lyceum atau gedung teater yang ada di tiap koloni.  Kami juga punya televisi untuk mengetahui apa yang terjadi di koloni hingga hiburan.  Stasiun televisi kami ada di Preanger Satu.

Kami juga mempunyai kolam renang  yang dinamakan Cihampelas, Little Korea Chingu Cafe, Chinatown, hingga pasar terapung Lembang ada di Preanger Satu, Taman Babakan,  bahkan ada taman hutan kota yang luas.

Kami juga punya pasar di setiap kota koloni dan tempat penginapan untuk warga antar koloni yang berkunjung entah berlibur atau ada keperluan.  Setiap warga koloni yang sudah berumur 18 tahun sudah punya penghasilan dan diberikan alat tukar yang kalau di bumi disebut uang.  Di sini hanya ada kartu dengan saldo. 

Paling sedikit seluruh kebutuhan sandang dan pangan tercukupi. . Orang tua dipelihara hingga bisa berumur lebih dari seratus tahun, karena nyaris tidak ada polusi di sini. Kalau ada anak yang orangtuanya meninggal dipelihara hingga mereka bisa mandiri.  Mungkin itu sebabnya kami tak kenal dengan kata kriminal yang sudah jadi sejarah di Bumi.  Memang ada  perkelahian antar anak muda, yang bisa diselesaikan dengan baik.       

Kami hidup aman dan damai dengan membawa berbagai agama yang dibawa dari tempat asal kami. Di Preanger satu hingga tujuh ada semua tempat ibadah. Ada masjid, gereja, pura, vihara, kelenteng, bahkan tempat ibadah agama yang pengikutnya hanya puluhan orang sekalipun .

Bagi nenek moyang kami agama memberikan keseimbangan agar ilmu pengetahuan yang sudah kami miliki menjadi lebih arif untuk digunakan, sekaligus juga agar tatanan sosial tidak serampangan. Seluruh penghuni Preanger berasal tidak saja semua suku yang ada di negeri asal kami, Indonesia, tetapi juga ada dari negeri lain dengan ras berbeda. Jadi kami adalah masyarakat yang plural.

Antar kota koloni dihubungkan dengan kereta monoril yang  berdiri di tiang-tiang setinggi  sepuluh meter. Kami juga punya jalan raya dengan kendaraan jip dan motor capung  yang berjalan dengan roda di jalan terbuat  dari bahan yang ada di Titanium atau  bisa terbang setinggi lima meter juga digerakan dengan baterai matahari.

Kami datang dengan kendaraan ruang angkasa yang dinamakan Guru Minda. Entah mengapa dinamakan demikian. Transmigrasi dulu menggunakan tiga pesawat besar dan beberapa pesawat kecil. Tetapi saya tidak tahu persisnya berapa. Karena selain para pemukim perintis, terdapat penunjung susulan dan para pelarian entah bagaimana bisa menemukan jalan lubang cacing kemari. Mereka menggunakan Guru Minda yang terus dibuat. Itu berlangsung selama puluhan tahun waktu Titanium.

Namun sejak seratus tahun lalu (waktu Titanium) tidak ada lagi yang datang dari planet bumi. Yang terakhir membawa kabar bahwa peradapan manusia di Bumi mengalami keruntuhan, perang terus-menerus dan kerusakan lingkungan yang besar.  Umat manusia di Bumi dalam bahaya besar,  muncul para warlord dan peta dunia sudah berubah.

Rapat Dewan Preanger memutuskan untuk tidak mencari tahu. Karena bisa jadi pemukiman kami yang damai diketahui pihak yang tidak dikehendaki. Bisa-bisa perang menjalar ke tempat ini. Lagi pula kami sudah lelah berperang dengan penghuni planet kami yang gemar memangsa daging dan baru bisa dibinasakan dua tahun lalu, di kawasan kami.

Kami bisa bertahan karena kami punya senjata high voltase, pelontar listrik dan pelontar panas senjata pamungkas yang bisa membuat mahluk itu jadi debu. Mahluk buas itu bisa menggelinding seperti bola raksasa ini, bergaris tengah tiga meter. Kalau berdiri mahluk itu berkaki kecil tapi jumlahnya puluhan. Tubuhnya bulat dengan dua tangan yang menjulur panjang seperti belalai untuk memasukan mangsanya ke dalam mulutnya yang besar. Panjang belalainya tiga meter.

Mahluk berbulu putih lebat ini bisa bergulung seperti bola dengan melipat tangan dan kakinya. Hanya senjata high voltase  atau pelontar panas, serta robot anjing kami yang bisa membunuhnya. Robot anjing kami tentunya lebih besar dari anjing hidup.

Mungkin sisa mahluk lainnya masih ada di kawasan belahan planet ini lagi. Mahluk ini dinamakan Bolo. Karena menggelinding seperti bola.  Gerakannya cepat karena kecil-kecilnya itu yang berfungsi menggelinding. Mereka carnivora memangsa hewan pemakan tumbuhan yang kami sebut dengan nama Ciput.

Hewan ini ukurannya mungil, seukuran kelinci yang kami bawa kami budidayakan dari Bumi , namun dia bisa berdiri. Bulunya berwarna biru muda dengan garis-garis putih dan kupingnya bulat dengan ekor yang panjang dan lebar seperti tupai.  Ciput itu bersarang di  hutan dekat koloni, belakangan ke hutan buatan kami.  Ciput itu makan buah-buahan dan tumbuh-tumbuhan di hutan asli planet ini. Tetapi di hutan buatan kami, dia bisa makan kol dan rumput.

Mereka bisa  berdampingan dengan kelinci dan rusa. Itu sebabnya Bolo suka berburu ke koloni.  Kami memang sengaja menanam kol dan wortel di dalam hutan untuk keperluan kelinci itu, karena kelinci itu cadangan makanan kami.  Sayangnya Bolo tidak hanya berburu Ciput dan kelinci.

Awalnya hanya ternak kami yang jadi korban, tetapi kemudian manusia jadi korban. Tapi kemudian perintis kami memasang alarm dan kamera pemantau di perbatasan koloni manusia yang jauh dari pemukiman.  Sehingga kami punya waktu menumpas mereka.

Seluruh wilayah koloni tujuh Preanger dan areal yang mendukungnya sekitar tiga puluh ribu kilometer persegi dengan populasi sekitar tujuh belas juta jiwa.  Wilayah kami meliputi dua pegunungan dan berbukitan, mempunyai banyak danau besar dan kecil hingga menyediakan air tawar. Selain hutan dengan tanaman khas planet ini yang sudah kami jinakan, kami sudah mampu membangun hutan buatan sendiri yang cukup di beberapa tempat.  

Selain tinggal di kota koloni kami punya puluhan desa untuk mengerjakan pertanian, peternakan, perikanan, penangkaran rusa, kelinci, hingga pabrik pendukung kehidupan yang dibangun jauh dari kota.  Wilayah kami punya banyak danau atau situ, hutan buatan hingga tepi  laut yang tentunya berbeda dengan yang ada di Bumi. 

Hingga saat ini para ahli di Koloni Preanger belum berani mencoba menjelajahi lautan yang tepatnya danau air tawar besar bukan asin seperti kami baca di buku-buku.  Kami kerap menemukan hewan-hewan yang berbeda.

Ada yang bisa dikonsumsi setelah diteliti termasuk tumbuhannya, namun ada yang tidak menimbulkan alergi.  Entah di lautan yang lebih dalam ada apa, mungkin mahluk yang bisa memangsa kami, seperti Bolo.

Danau buatan air asin kami rekayasa  hanya untuk kebutuhan garam dan ikan tertentu untuk penopang hidup dan luasnya  hanya belasan kilometer persegi.  Tetapi menjadi tempat rekreasi juga sekaligus mengingatkan bahwa asal kami punya laut vasin

Dari tiga puluh ribu kilometer itu hampir semua pemukiman manusia berada di areal zona satu seluas 10 ribu kilometer persegi, termasuk hutan buatan, pertanian, perkebunan, peternakan.  Zona kedua untuk pabrik dan sebagian pertanian, serta hutan buatan dan penghuni tetapnya tinggal di gedung apartemen dengan tentara penjaga. 

Luas zona kedua, yang ditargetkan jadi cadangan pemukiman kalau populasi bertambah juga sekitar sepuluh ribu kilometer.  Satu koloni berada di zona ini ialah Preanger Empat yang berada di atas bukit yang bisa melihat zona ketiga.

Zona ketiga yang semuanya hutan dengan tanaman asli planet ini hingga padang  tanaman setinggi paha manusia biasa yang cukup luas dengan warna biru tua serasi dengan danau besar yang ada di sana.  Ada juga tanah tandus  tempat tambang batu untuk membuat bangunan, hingga logam untuk pembuatan pesawat Guru Minda, hingga kendaraan. Hanya orang tertentu yang boleh berada di areal yang berada di belahan utara ini.  Di perbatasan utara ini parameter dipasang untuk memantau kawanan bolo atau mahluk lain yang membahayakan manusia. Terdapat banyak menara penjagaan.

Apa yang ada di balik garis perbatasan? Hingga tahun ke 200, sama seperti lautan Pemerintah Koloni belum berani dan merasa belum perlu mengirim ekspedisi.  Kalau dari ruang angkasa areal yang kami tempati sebetulnya sebuah pulau besar dan koloni manusia yang luasnya 30 ribu kilometer persegi itu hanya seperempatnya.

Skets gambar Planet Titanium-foto: Irvan Sjafari
Skets gambar Planet Titanium-foto: Irvan Sjafari
Kalau dari atas ada  delapan pulau besar lainnya yang dikelilingi air danau tawar besar dan ada kutub salju yang tentunya belum pernah kami jelajahi. Lebih aman ke ruang angkasa daripada mencoba areal itu.  Pernah mengirim robot anjing, seperti halnya melintasi perbatasan utara, tetapi masing-masing hilang kontak.  Drone kami juga tidak bisa sampai melintasi kutub. Tapi suhunya sekitar -20 derajat celcius. Kata ahli kami jauh lebih dingin kutub di planet asal kami.

Bagaimana dengan daerah katulistiwa? Dari atas hanya ada dataran luas memanjang berwarna coklat seperti sabuk, artinya mungkin padang gurun sangat luas dan panas. Garis tengahnya diprediksi sekitar seribuan kilometer.

Dipastikan hanya ada tanah dan berbatuan. Dari drone yang terbang mendapatkan gambar beberapa  titik oase dan padang sejenis ilalang  hijau dan beberapa batang pohon. Mungkin  di dalam tanahnya ada air dan oase itu mata airnya. 

Drone kami sempat menangkap ada banyak telur ukuran besar di salah satu padang ilalang yang terbesar dengan jari-jari lima kilometer melingkari oase dengan luas sekitar lima kilometer persegi. Diduga telur itu semacam cacing raksasa. 

Sisanya lebih kecil paling-paling luasnya berikut oase antara 500 meter hingga satu kilometer ada sepuluhan titik mungkin lebih.  Tapi para petinggi Preanger tidak berani mengirim manusia ke sana dengan suhu rata-rata di atas enam puluh derajat celcius bahkan mungkin lebih di musim panas, entah di musim lain.

Yang menarik jauh di selatan ada danau air tawar  yang juga luas dengan beberapa pulau besar yang mungkin bisa didiami.  Persoalan hanya Guru Minda yang bisa melintasi areal gurun yang luas ratusan ribu kilometer yang memisahkan dua areal danau.  Drone tidak pernah bisa menyeberangi sabuk gurun batu itu.

Lagipula kami cukup puas dengan wilayah ini. Mungkin seratus tahun lagi kami punya kebutuhan meluaskan wilayah.

Pekerjaan aku mendesain pakaian untuk umat manusia yang harus dimodifikasi agar sesuai dengan suhu planet ini. Kami punya perkebunan kapas sekaligus juga peternakan domba. Namun pakaian ini harus dipadu dengan bahan dari tanaman lain yang ditemukan di planet ini yang ternyata kombinasi yang pas.

"Elang, benang Ambu kembalikan!"

Anak nakal itu gemar menganggu aku ketika ingin diperhatikan. Dia mengambil gulungan benang serat tanaman di planet ini yang kami namakan talisati karena benang memanjang dan begitu elastis, awet dan tidak mudah putus, seolah memiliki kesaktian.

Dengan agak malas aku mengejarnya.  Tapi anak nakal itu justru menyuruh Tumang mengembalikan benang itu pada aku.  Dengan lucu anjing robot itu, menaruhnya dalam mulutnya dan menyerahkannya pada aku.

Elang anakku. Usianya tujuh tahun waktu Titanum. Ayahnya, Angga Wibawa, seorang pilot pesawat Guru Minda hilang ketika Elang berusia dua tahun, ketika mencoba melakukan pendaratan di salah satu bulan tanpa diketahui sebabnya.

Ekspedisi yang pertama dan terakhir dari Koloni Preanger keluar dari planet Titanum. Dewan Preanger menduga dia tersedot ke lubang cacing entah tersesat ke mana. Elang masih mengira ayahnya berpergian di luar angkasa. Belum waktunya aku ceritakan.

Elang bersama kawan-kawan sebayanya gemar membuat rambut palsu dari benang itu seolah mereka pangeran dan putri. Mereka gemar bermain di alun-alun pemukiman. Di belakang mereka ada bangunan yang dibuat dari pasir planet ini tiga undak setinggi tiga meter.

Entah bagaimana anak-anak itu bisa membuat bangunan indah. Entah siapa yang mengajarkan mereka. Tapi di Planet Titanum sudah biasa terdapat anak-anak cerdas. Anak-anak sudah sekolah sejak umur empat tahun waktu Titanium, menurut para tetua sama dengan usia anak sekolah waktu di Bumi.  Kami punya lembaga pendidikan dasar, menengah di setiap kota koloni.  Sementara universitas dan politeknik  lengkap dengan asramanya  dipusatkan di Preanger satu.

"Aku adalah Pangeran Sang Kuriang dan kamu adalah putri cantik Dayang Sumbi," Elang berkata menunjuk seorang anak perempuan sebayanya yang tersipu malu. Sementara yang lain menjadi para punggawa istana.

Aku tersenyum geli melihatnya. Beberapa anggota dewan Preanger Dua dan ribuan penduduk koloni, juga tersenyum menyaksikannya dalam pertunjukan khusus digelar untuk mereka di lapangan pada malam dua purnama.

Entah dongeng apa yang mereka baca dan saksikan. Yang disebut Dayang Sumbi sebetulnya nama aslinya Dayang Iskanti, yang dekat dengannya karena senasib. Ayahnya juga hilang bersama suamiku dalam ekspedisi itu. Kami bertetangga. Namanya Daeng Zulfikar, pekerjaannya tentara pengawal koloni.

Elang dan Iskanti sama-sama merindukan ayah mereka. Ibu Iskanti, Ira Mutiara adalah sahabat kecilku. Dia bertugas sebagai tentara.  Sejak suaminya meninggal, kami sering bertemu. Sebelumnya jarang, karena dia sering bertugas di perbatasan.

Pekerjaan aku kerap tertunda, karena benang-benang sering dipinjam anak-anak nakal itu. Sandiwara selesai,  baru aku bisa kembali mengumpulkan benang itu. Aku maklum Elang hanya ingin bermain.  Untuk pelangganku memaklumi.

Sebetulnya para ahli membuatkan robot berbentuk anjing yang ukurannya cukup besar. Anak itu menamakannya Tumang. Apa artinya? Hanya Elang yang tahu.

Katanya dibisikan seorang kawannya berukuran besar yang disebut mereka sebagai Hiyang. Saya kira itu teman khayalannya. Tidak ada manusia yang sosoknya setinggi empat meter hingga kepalanya menjangkau jendela rumah panggung, apalagi mahluk.  

Sekalipun Hiyang mahluk planet ini. Pasti terdeksi kamera pengintai yang banyak tersebar. Kalaupun ada tidak terdeteksi bagaimana ia berkomunikasi dengan kedua anak itu?

Sehari-hari setelah resmi dihibahkan Tumang menjadi temannya bermain. Kata Elang, temannya bernama Hiyang itu suka dengan Tumang dan kerap memperbaikinya. Ah, masa?

"Mungkinkah Hiyang mahluk alien dalam dongeng nenek moyang kita dulu? Menurut cerita mahluk lebih cerdas dari manusia?" cetus Mamo, pilot Guru Minda yang kerap mengunjungiku suatu ketika. Dia sahabat Kang Angga juga.

"Mahluk yang pertemuannya dengan manusia hanya dalam cerita film dan kerap dikaitkan dengan teori konspirasi?" aku menampik dugaan Mamo karena tak seorang pun bisa membuktikan keberadaan alien secara empirik.   

Kalau Sang Kuriang mungkin dari nama tanaman yang kami temukan, semacam pohon dengan daun-daun berwarna kuning dua meter.  Namanya sebetulnya Kurihangan. Kalau tertimpa cahaya bulan purnama seperti menyala di tengah  malam, seperti lampu-lampu yang indah.  Sementara Sumbi mungkin dari nama bunga yang tumbuh di planet ini.

Sumbi adalah bunga berwarna hijau yang menghasilkan saripati yang berwarna hijau juga rasanya manis, yang ternyata aman dikonsumsi manusia, seperti madu. Lagi-lagi Elang cerita, kalau tanaman itu dulunya ditanam Hiyang untuk membantu umat manusia.

Tapi kalau Tumang, mungkin dia baca dari perpustakaan digital yang membuat jutaan entri buku, surat kabar, majalah, yang dibawa nenek moyang kami dulu.

Aku pernah membaca sekilas berhubungan dengan sebuah legenda di Jawa Barat. Dongeng yang pernah diceritakan ibuku dulu dan kata ibuku juga dibacakan sewaktu kecil.

Anjing itu bisa melindungi Elang kalau ada mahluk musuh kami mendadak muncul dan juga bisa jadi kendarannya kalau terpaksa melarikan diri. Tinggi robot anjing itu satu meter dari kaki ke kepala dan panjangnya hampir dua meter hingga ekor.

Kehadiran Tumang mulanya bisa menghibur Elang, tapi tidak menjawab pertanyaannya setiap malam: "Kapan Abah pulang Ambu?"

Elang juga suka menggambar. Kadang ia menggambar sesosok mahluk besar  dengan bentuk kepala yang ganjil  dibandingkan dengan tinggi manusia biasa lebih dari dua kali lipat. Mungkin dia dapat dari buku dongeng, kitab agama, atau entah salinan naskah kuno yang sudah kami digital  terkait raksasa atau jin. Dia memang gemar menelusuri perpustakaan digital. Para orangtua memang sedini mungkin mengenalkan perpustakaan pada anak.

Gambar Hiyang menurut Elang-Foto: Repro Irvan Sjafari.
Gambar Hiyang menurut Elang-Foto: Repro Irvan Sjafari.
Melihat gambar Hiyang, aku  kadang terpikir, mungkinkah wujud ini  yang disebut alien dulu yang pernah bertemu cikala bakal nenak moyang kami seperti pernah dikatakan Mamo.

"Yang kamu maksud Hiyang itu ?" tanyaku suatu hari?

"Iya Ambu, ini Hiyang! Temanku yang baik. Dia kadang suka mengunjungi aku di kamar dan juga mengunjungi Iskanti. Karena dia tinggi kami mengobrol di jendela!"

"Kok hanya kalian yang bisa melihat? Kalau dia datang kok kamera tidak bisa menangkap?"

"Hiyang itu bisa menghilang Ambu, hanya mau menampakan diri pada yang dikehendakinya," jawab Elang santai.

Khayalan! Namun yang mengkhawatirkan Elang suka bilang kalau mahluk itu berbisik tahu di mana ayah dan Iskanti berada.

Kedua anak itu dekat dengan Taruma, seorang pilot kawan ayah mereka. Harusnya Taruma ikut dalam ekspedisi yang naas itu. Tetapi dewan memberikannya tugas memburu mahluk yang akan menyerang Preanger Dua, tetangga kami. Dia juga pilot pesawat tempur yang berbentuk motor.

Berkat Taruma, Elang selamat dari sergapan mahluk itu, walau kepalanya terluka. Luka yang bakal membekas walau sudah tertutup rambutnya yang lebat. Kini keduanya dekat. Elang kerap menganggap Taruma sebagai pengganti ayahnya. 

Taruma kerap mengajaknya jalan-jalan. Dia sebetulnya sepantar dengan ayahnya, juga punya calon istri. Bahkan Taruma sudah menganggapnya sebagai anaknya.  Belakang Iskanti juga dekat dengan dia.  Taruma kerap diajak main sandiwara mereka. Kedekatan yang sebetulnya manusiawi.  Aku mensyukurinya, Elang bisa menemukan sosok lain yang bisa dianggap ayahnya. Walaupun nanti dia menikah dengan tunangannya.

Irvan Sjafari

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun