Dalam pertempuran itu jatuh korban  7 orang tewas dan 7 luka-luka. Di antara yang tewas terdapat Kolonel Kokolo, orang kedua dalam komando setelah Mobutu.  Yang membuat kejadian Kongo menjadi perhatian media massa  di Indonesia munculnya berbagai laporan  yang memprediksi, adanya kemungkinan serangan kepada posisi pasukan Indonesia di Kongolo dari pasukan Suku Baluba di Katanga Utara.
Pada pertengahan Desember 1960, seorang prajurit dari Batalyon Garuda II gugur dan dua orang lain luka-luka. Mereka terkena ledakan ranjau di Selatan Kongo, Provinsi Katangga. Â Ranjau itu ditanam pasukan Baluba. Pasukan Indonesia melakukan patroli keamanan ketika pasukan Baluba melakukan pemberontakan. Pikiran Rakjat, edisi 17 Desember 1960, menulis:
Suatu regu patroli dari pasukan Indonesia jang terdiri dari 3 orang memasuki jaringan ranjau dan seorang anggota regu patroli itu berusia 23 tahun bernama A. Basari telah tewas dan rekannya mendapat luka ringan.
Jenazah Prajurit kader Anumerta A Basari kemudian dipulangkan ke Indonesia pada Rabu 28 Desember 1960 dengan pesawat SAS di Lapangan kemayoran. Jenazah kemudian dikebumikan di Taman Makan Pahlawan Kuningan. Â Upacara militer menyambut jenazah Basari dipimpin Deputi II KASAD Brgjen A. Yani.
Pertempuran antara pasukan PBB dengan pasukan Mobutu kerap terjadi. Pada waktu hampir bersamaan di Bukavu, Provinsi Kivu terjadi pertempuran antara pasukan Nigeria dengan pasukan Mobutu. Sebanyak 10 serdadu Mobutu dan seorang tentara Nigeria tewas .
Informasi lain tidak hanya menyangkut pertempuran, tetapi juga human interest dari Pasukan Batalyon Garuda II didapat dari surat yang dkirim Kapten Anjar Rachman, ajudan Solichin. Kapten Anjar mengatakan kerinduannya pada tanah air dan haus berita tentang kiprah pasukan Siliwangi. Dalam suratnya, antara lain dikatakan;
Pada 17 September di atas kapal diselenggarakan malam Indoensia untuk para opsir kapal dan sedikit pemberian buku-buku dalam Bahasa Inggris. Kami juga memamerkan wayang golek  dan ukiran-ukiran (Pikiran Rakjat 17 November 1960).Â
Cerita menarik lainnya datang dari Kolonel Prijatna Padamawidjaja perwira penghubung PBB dan Batalyon Garuda II di Kongo medio November 1960 Â mengungkapkan, Â kalau dari logistik kebutuhan pasukan dari Indonesia dicukupi PBB. Hanya saja mereka merindukan terasi, untuk sambal terutama. Prijatna juga menceritakan sejumlah orang Kongo sudah bisa berbahasa Sunda. Sementara serdadu Indonesia juga belajar Bahasa Nanggala, bahasa penduduk setempat. Â Batalyon Garuda II bertugas sejak September 1960 hingga Mei 1961.
Diplomat Indonesia juga mengalami insiden di Kongo. Pada 9 November 1960, Diplomat Indonesia Surjono Darusman sempat ditahan selama dua jam oleh pasukan Mobotu ketika ia bertugas membuka perwakilan di Leopoldville. Surat yang dibawanya telah dilemparkan oleh para serdadu. Â Dia dituduh mengadakan komplotan melawan Mobutu. Tentu saja Menteri Luar Negeri Subandrio memprotes insiden ini.
Sejarah kemudian mencatat apa yang terjadi pada 1960 hingga 1961 masih merupakan awal dari rangkaian perang saudara melanda negeri di Afrika itu. Sentimen primordialisme, rendahnya tingkat pendidikan, kesenjangan sosial membuat sitausi di Kongo mudah dimainkan negara-negara besar. Tentu saja apa yang terjadi di Kongo bisa dijadikan pelajaran bagi negara lain. Â Â
Patrice Lumumba bukan saja tokoh satu-satunya yang mendunia tewas dalam tragedi di negerinya. Sekjen PBB Dag Hammarskjold sendiri meninggal dalam sebuah kecelakaan di Afrika pada September 1961 di utara Rhodesia (sekarang Zambia), dalam perjalanan menegosiasikan genjatan senjata di Katangga. Kecelakaan ini punya cerita kontroversi sendiri. Â Sikapnya terhadap Kongo tidak menyenangkan negara-negara Barat dan kerap Uni Soviet sendiri.