"Tidak tahu. Tetapi kalau itu terlaksana ada kemungkinan jumlah laki-laki akan menyusut."
"Itu kalau laki-laki hidung belang jumlahnya besar kawan. Saya yakin masih banyak laki-laki yang baik."
"Saya harap kamu benar Alif. Sampai jumpa di Singapura."
                                               ****
Tak lama kemudian Alif Muharam menaiki pesawat. Â Dia duduk di sebelah Pandu Prawiro, CEO sebuah perusahaan finance. Â Mulanya pembicaraan kaku kemudian cair. Â Alif dan Pandu tidak memperhatikan seorang pramugari blasteran Jepang, Mandarin dan Korea tidak hanya sekadar menawarkan sandwich, tetapi mengibaskan sejenis serbuk ke arah kedua laki-laki itu yang sibuk melihat gambar perempuan di laptop.
 Lidya duduk tak jauh dari mereka. "Yang duduk dekat jendela itu sasaran kita. Tampaknya lagi diracun oleh penjahat kelamin di sebelahnya..."
"Sudah kau tiupkan serbuk itu, Yuriko?"
"Yuup. Â Aku sudah tak sabar bergabung dengan keluargaku."
"Tenang, Om sudah mengaturnya...."
Di bagian lain pesawat, Elin Halida duduk di sebelah seorang  bapak yang rambutnya sudah memutih. Elin melihat  bapak itu membaca majalah Mangle.
"Kunaon masih suka baca mangle. Nenek saya dulu berlangganan.."