"Sudahlah habis ini kamu boleh ambil off!" Â kata Darwin. Â Alif sudah melampaui lima hari kerja dalam seminggu. Dia bisa mendapat off ganda. Â Namun bagi Alif bukan tugasnya menjadi persoalan, tetapi mengapa Esti langsung menunjuk dia. Â Padahal dua hari yang lalu dia bertemu Esti di Semarang.
"Ok." Alif mengepak tas daypack tergesa-gesa. Â Hanya beberapa pakaian, buku harian kesayangannya, serta cincin emas putih pemberian ibunya, kamera pocket digital. Â Lalu ia berangkat meninggalkan tempat kost-nya.Â
Ia ke ATM mengambil uang saku yang sudah ditransfer dan kemudian naik taksi ke bandara. Alif menduga pembunuhan TKW berkaitan dengan terbongkarnya kasus lima belas perempuan dari Jawa Tengah dan Jawa Barat yang sedang ia telusuri.Â
Pesawat berangkat dua jam lagi. Â Dia melihat jam di smartphonenya, pukul delapan pagi. Â Di ruang tunggu sudah ada puluhan penumpang. Â Ponselnya berbunyi: dari Esti Ayudya. "Alif, jadi berangkat, kan? Qorinanda itu dari Solo, satu kampung dengan TKW yang dari Solo yang baru dibebaskan itu..."
"Terima kasih teteh. Saya sudah curiga..."
"Kamu pakai Archipelago Airlines?"
"Iya, pakai apalagi. Penerbangan cuma itu."
Dia kemudian memilih sebuah tempat duduk di sebelah seorang perempuan keturunan Tionghoa usia dua puluh empat tahun.
"Mas, wartawan?" sapanya dingin.
"Iya... kamu mendengar?"
Gadis itu mengangguk. "Perdagangan perempuan, pemerkosaan, tetapi selalu perempuan yang disalahkan media."