“Ya, bawa kemari minumannya kakanda, juga untuk aku.” Suara Zahra terdengar agak manja dalam kamar.
Dengan agak canggung Alif membawa dua tabung kaca berisi minuman madu itu ke dalam kamar Zahra. Dia kemudian menyadari ada yang lebih manis dari minuman madu itu. Jantungnya kian berdetak kencang.
SEPULUH
Sebuah bangunan di kawasan Setiabudi Bandung
Ketika Alif berusia sembilan tahun
Alif turun dari angkot jurusan ledeng, Kang Parman mengikutinya dari belakang. Alif agak kesal juga ibunya tak melepasnya ke luar tanpa ditemani laki-laki berusia 20 tahunan itu. Agak susah menemukan nomor 225 di jalan itu sesuai dengan kartu namanya.
Akhirnya dia menemukan sebuah rumah yang cukup besar yang lazim ditemukan di kawasan Bandung Utara.Pagarnya tertutup rapat sampai seorang perempuan setengah baya menggendong seorang anak balita membukakan pintu pagar.
Alif memasuki halaman rumah itu. “Pak Nanang…?”
“Sudah menunggu kamu di dalam…”
Alif melangkah masuk dan dia melihat beberapa anak usia empat atau lima tahun di dalam ruang tamu. Masuk lagi ke dalam ada beberapa lagi.Alif merasakan ada kesedihan mendalam.
Pak Nanang muncul dan memberikan isyarat Alif mengikutinya. “ Mau menengok kawan barumu?”