Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel | Koloni (5-8)

30 April 2017   21:58 Diperbarui: 30 April 2017   22:31 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Irvan Sjafari)

“Dunia manakah ini?” Alif bertanya pada bidadarinya.

Perempuan itu berhenti. Dia menengok. “Memang dunia mana lagi, Kakak”

Jalanan ramai dengan pasangan demi pasangan. Alif menyadari bahwa manusia di negeri ini sepasang-sepasang.  Mereka-seperti dia dan bidadarinya memasuki gerbang sebuah bangunan berbentuk bulatan besar. Alif menaksir tingginya dua puluh meter menjulang ke langit-langit.  Catnya putih benderang. Di dalam bangunan terdapat sebuah ruangan yang luasnya sebesar lapangan bola.

Dalam ruangan itu terdapat empat baris meja makan yang disusunnya berdempetan.  Masing-masing baris ditaksirnya mempunyai dua puluh lima tempat duduk. Jadi satu baris meja untuk 50 orang atau 25 pasang. Laki-laki dan perempuan saling berhadapan. Sebagian sudah terisi. Jantung Alif berdetak kencang karena dia dipersilahkan duduk di deretan laki-laki berhadapan dengan bidadarinya.

Jamuan makan siang satu kampung? Begitu tampaknya. Bidadarinya membantu tangannya yang canggung membuka mangkuk hexagonal seperti potongan sarang lebah.  Hanya saja ukurannya seperti mangkuk sup besar. Mangkuk itu berwarna cokelat kekuningan seperti terbuat dari kaca. Bidadarinya juga membalikan gelas seperti tabung panjang berwarna biru kehijauan besar dan sebuah lagi berukuran kecil. Tradisi makan bersama ini ada pada peradaban kuno tertentu.

Pemandangan beriktunya lebih memosanakannya. Entah dari mana datangnya sejumlah manusia dengan sayap seperti kupu-kupu muncul sambil membawa tempayan besar. Setiap dua orang, laki-laki dan perempuan melayani satu deret meja.  Dengan tempayan besar yang ada di dadanya dia mengisi tabung lewat dua lubang yang bisa dibuka otomatis mungkin ada tombolnya.

Tabung yang kecil berisi air berwana kuning keemasan dan yang besar berisi air jernih. Manusia kupu-kupu bergerak efisien. Begitu mereka berlalu muncul sekelompok kereta berbentuk semut dengan manusia menyetir di ruas depan. Sepertinya mereka digerakkan oleh suatu alat. Setiap meja dilayani dua kereta. Orang yang di dalam kereta menuangkan sesuatu dalam mangkuk hexagonal.

Alif melihat mangkuk itu berisi semacam sup yang harum baunya. Berbagai potongan udang, cumi, ikan, jagung yang dikupas dan sayur-mayur terdapat di dalamnya. Lalu setiap meja dibagi semacam roti besar. Seperti halnya manusia kupu-kupu, manusia semut bergerak efisien. Mereka menyelesaikan pekerjaan dalam waktu singkat.

“Cobalah,” ujar si Bidadari.

Alif menyuap dengan sendok yang bagian depannya berbentuk hexagonal. Bidadarinya mengikutinya. Alif ingat perutnya sudah berapa lama tidak terisi. Dia makan dengan lahap.  Sup dimakan dengan butiran-butiran jagung dan nasi yang dicampur.  Bidadarinya tersenyum dan menolongnya meneguk minuman yang berisi cairan kekuningan dan Alif mengetahuinya madu lebah.

“Bukankah di surga ada madu?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun