Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel | Koloni (5-8)

30 April 2017   21:58 Diperbarui: 30 April 2017   22:31 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Irvan Sjafari)

“Ada yayasan yang mau memelihara bayi-bayi seperti ini.  Badan itu rajin mengiklankan diri di koran menawarkan jasanya menampung bayi-bayi yang dibuang orangtuanya.”

“Apakah saya bisa menghubungi  yayasan itu?”

“Kamu menyayangi bayi itu?”

TUJUH

Tempat Tak Diketahui. Waktu Tak diketahui

Bidadari itu. Setidaknya Alif menganggapnya begitu sudah berganti dengan baju cokelat muda dan kuning cerah dengan kain penutup kepala oranye muda.  Dia memakai terompa kuning.  Sementara Alif memakai baju serba kehijauan biru dipandu terompa biru. Bau wangi tercium dari tubuh bidadari itu. Bidadari itu sementara sebutan Alif meminta dia mengikuti dirinya.

Mereka meninggalkan ruangan itu memalui sebuah pintu menuju loorng banyak kamar juga. Mereka bertemu pasangan lain yang ada dalam bangunan itu. Satu demi satu pasangan melalui koridor-koridor dan turun dari tangga hingga tiba di pintu luar. Jalan putih kekuningan yang tadinya dilihat dari atas tampak jelas ditata rapi dan begitu bersih, Di kiri dan kananya terhampar rumput yang terpangkas rapi.

Pohon-pohon kelapa dan pohon buah tropis ada di antara blok terlihat jelas. Parit-parit antar blok begitu jernih airnya.  Entah bagaimana para penghuninya mengatur sanitasi. Di sini tak terlihat air kotor mengalir. Alif juga melihat kebun anggur di pinggir sebuah jalan setapak. Dia mengikuti bidadarinya yang tak henti-henti menengok dirinya dan memerkan kelembutan wajahnya.

Kalau benar ini surgaMu, Hamba berterima kasih kepada Mu Tuhan. Alif tak hentinya berkomat-kamit.

Langit siang itu begitu jernih. Alif mengusir bayangan rasa takutnya bahwa ini kehidupan setelah kematian. Awan tipis seperti dilihatnya di dunia. “Saya masih di Bumi, tetapi di mana?”

Alif berupaya tetap berlogika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun