Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bisnis dan Hijab : “Wirausaha Muslimah Santri” di Kota Bandung 2010-an Menemukan Identitas (Suatu Catatan Awal)

21 Maret 2016   21:04 Diperbarui: 4 April 2017   16:57 796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Fashion Hijab : Hijab menjadi bisnis dan popular culture (kredit foto http://img2.bisnis.com/bandung/posts/2013/09/27/437049/060413_RHN-BISNIS-02-HIJAB-TUTORIAL.jpg))"][/caption]

 

Waktu saya kuliah dahulu , salah satu kajian sejarah yang saya suka  ialah tenatng santri dan dunia bisnis pernah  menjadi fenomena sejarah sosial ekonomi  pada akhir abad ke19 hingga tahun  1920-an. Sejumlah karya sejarawan dalam dan luar negeri  mengungkapkan sejumlah komoditi  perdagangan  terutama di dunia tekstil  dan kerajinan  di sejumlah kota di Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta Sumatera Barat. Santri di sini mengacu pada muslim yang taat pada Agama Islam, menurut terminologi  Clifford  Geertz.   Para pengusaha pribumi santri ini   punya etos kerja yang tak kalah dengan orang-orang Tionghoa yang pada masa kolonial dominan pada tataran perdagangan perentara.   Sejumlah literatur juga menyebutkan terdapat hubungan signifikan antara pedagang santri  dengan  organisasi massa  Islam, seperti Muhamadyah (sebetulnya juga NU) ,  pergerakan politik  Islam, Sarekat Islam, PSII yang menunjukkan komitmen mereka terhadap perkembangan   agama Islam.  

 

Sejarawan Kuntowidjojo   misalnya  menelaah bahwa sejak awal abad ke 20 terjadi kebangkitan borjuis pribumidi 102 daerah perkotaan di Jawa tempat 8,51% penduduk Jawa dan Madura tinggal. Kelas baru ini terdiri dari kaum pengusaha dan cendikiawan yang menguasai cakrawala kehidupan kota. Mereka menggeser pengaruh kaum bangsawan dan pangreh praja yang disebut sebagai golongan priyayi-kecuali di Surakarta dan Yogyakarta.

 

Dalam empat tahun terakhir ini  saya  kerap membeli  Pikiran Rakyat, Bandung  untuk mengamati  kesinambungan sejarah Kota Bandung  periode 1930-an hingga 1990-an  yang saya sedang teliti dengan masa kini.   Biasanya yang saya  klipping adalah persoalan tata kota, gaya hidup dan  ekonomi-politik lokal seperti yang saya tulis berseri.  Tetapi ternyata ada rubrik  lain yang menarik,  yaitu  rubrik “Geulis” dan sejumlah rubrik lain   di harian Pikiran Rakyat dan juga harian lain di Kota Bandung  pada 2012-2016  sering menampilkan  sosok muslimah berhijab yang sukses menjadi pengusaha, sekalipun masih dalam skala kecil (punya toko dan memperkerjakan karyawan dalam jumlah dihitung dengan jari)  namun jumlahnya cukup  signifikan.  Selain berhijab mereka masih berusia muda, kira-kira  20  hingga 40 tahun,   punya latar belakang pendidikan paling tidak lulus  setingkat SMA, namun didominasi mereka yang lulus perguruan tinggi.  

 

Mereka menggunakan kemudahan yang disediakan teknologi dengan baik, aktif di media sosial dan mempunyai jaringan yang tidak eksklusif bahkan ada yang menembus mancanegara.    Tentu peran para muslimah entrepreneur ini tidak sedigaya para  pedagang santri awal abad 20  yang menjadi motor pergerakan, tetapi etos kerja mereka sebangun dan mereka adalah bagian dari UKM-UKM yang sedang menggeliat di Kota Bandung dalam satu atau dua dasawarsa ini.  Selain itu mereka seperti sudah menjadi komunitas ekonomi yang punya identitas.

 

Wawancara dengan Ketua  DPW  Ikatan pemberdayaan  Pedagang Kecil Indonesia, IPPKINDO DKI Jakarta Heri Sumantri  pada 24 November 2015 mengakui bahwa UKM di Bandung punya kelebihan dibanding dengan DKI Jakarta, karena jumlah SDM alumnus perguruan tinggi di kota itu yang terjun menjadi wirausaha cukup besar. Letak perguruan tinggi yang tidak terlalu berjauhan menciptakan zona warga terdidik yang cukup besar per kilometernya dan di zona itu  umumnya  UKM-UKM bermunculan1.

 

Secara umum jumlah perempuan berumur 10 tahun ke atas  menjadi wirusaha di Kota Bandung  berdasarkan data survey Badan Pusat Statistik (BPS) mengalami peningkatan.  Pada 2007 jumlah perempuan yang terjun ke dunia wirausaha 58.576, pada 2010 menjadi 60.170,   maka pada 2013 jumlahnya menjadi 78.152.  Terjadi kenakan tajam antara 2010 ke 2013 sebanyak 18 ribu pengusaha baru perempuan lahir2.

 

 

Bisnis mereka walau didominasi fashion terutama busana muslimah dan aksesorisnya (tetapi juga kuliner dan komoditi lain), tetapi cara mereka memproduksi memperlihatkan mereka punya ide  kreatif yang menakjubkan.  Bila  wiraswastawan muslim  pada awal abad ke 20  hingga 1950-an adalah tulang punggung pergerakan  Islam, baik bidang sosial, ekonomi bahkan politik,  maka  pada 2010-an beberapa pengusaha perempuan ini juga aktif di pengajian dan komunitas hijab di Kota Bandung, di antaranya Hijabers Community Bandung yang berdiri pada 2011.  

Menurut keterangan salah seorang pendirinya Firla Rachmina komunitas ini berawal dari sebuah forum pengajian yang tadi hanya beberapa orang berkembang pesat menjadi ratusan orang pada 2012. Kegiatan HCB  tidak hanya pengajian, tetapi juga fashion show, pertunjukkan musik  (Islami) hingga bakti sosial3.    Bagaimana dengan 2016? Menurut keterangan salah seorang juru bicaranya Hanifa Paramitha Siswanti anggota HCB yang aktif  berkisar 300 orang dengan rentang usia 17 hingga 30 tahun.  Hanya saja HCB tidak mendata berapa anggota yang datang dari kalangan pengusaha4.        

Pemilihan tahun 2010  sebagai titik tolak booming wirausaha muslimah santri  ini  lebih karena khusus untuk bisnis hijab mulai terasa  marak  sejak 2010 menawarkan produk  dengan desain yang ekspresif.  Tetapi tulisan ini tidak bermaksud mengesampingkan  bisnis yang sudah mulai dirintis sebelum 2010. Selain itu tulisan ini juga tidak bermaksud mengabaikan  peran muslimah lainnya yang tidak berhijab.  Namun kemunculan wirausaha dengan pendirinya berhijab ini dalam jumlah yang cukup banyak merupakan fenomena tersendiri.

Hijab memberikan pembelajaran  kepada mereka yang menggunakan busana muslim, tetapi tetap tampil gaya.  Bahkan desain hijab ini mampu mengadopsi  tren busana dunia yang muncul di Milan atau Paris dan menyesuaikannnya dengan ketentuan syariah.    Tidak mengherankan sejak marak pada 2010 itu  sudah ada ratusan produsen hijab yang lahir di Bandung.  Para produsen hijab ini kerap juga merupakan desainer.  Mereka merancang sendiri hijabnya dan cenderung homemade, dibuat eksklusif, satu desain hanya diproduksi terbatas

Ketika Bandung dideklarasikan sebagai Pusat Feysen Muslim dunia 2014 oleh Wali kota Bandung, Ridwan Kamil menjadi beralasan.  Hal ini ditangkap dengan  oleh perusahaan EO seperti PT.Kaminari Sheena Krisnawati  dengan menyelenggarakan event  Hijab Fest setiap tahun5.  Pada 2010 itu sudah muncul nama seperti Ghaida Tsurayya, puteri dari AA Gym yang sudah menjadi pengusaha pada usia 21 tahun  dengan rancanangan busana muslimahnya.  Latar belakang pendidikannya juga bagus, yaitu Jurusan Fisika, ITB.   

Selain juga didorong tingginya kesadaran beragama,  tren memakai busana muslimah  tampaknya juga didorong  daya Tarik dari busana yang digunakan oleh para selebritis.  Munculnya film dan sinteron religi membuat busana muslimah menjadi bergengsi.  Beberapa tahun terakhir ini muncul apa yang disebut sebagai selebgram  yang membimbing tutorial bagaimana memakai busana muslimah.  Di antara mereka yang berada di Kota  Bandung terdapat nama Fashion Blogger kelahiran 1983,   Zahratul Jannah.  Jumlah follower alumnus Universitas Parahyangan ini   di atas 386 ribu orang.

 

Analisis Muslimah Berbisnis Busana Muslimah: Muda, Gaya, Edukasi  

Dea Ariyanti hanya tamat SMKN 13 Bandung, namun dia tumbuh dan berkembang di lingkungan para perajin rajut di Binongjati, Kiaracondong  tampaknya membentuknya menjadi seorang pengusaha.  Perempuan kelahiran 8 April 1990  ini  membuat terobosan  pada 2010 di kalangan perajin rajut.  Sekitar  80% perajin rajut di Binongjati  memakai sistem orderan dari klien dan hanya mengandalkan pesanan satu sumber : Tanah Abang, Jakarta.  Dea keluar dari sistem tersebut dengan memproduki baju sendiri dan didesain sendiri  lewat CEO Supernova House.  Bermula dari satu mesin rajut “pinjaman” ayahnya,  usahanya mempunyai delapan mesin rajut modern dan ia sudah memperkerjakan 4 karyawan.  Berdasarkan katalognya produknya dijual berkisar antara Rp 100 ribuan hingga Rp300 ribuan.  Produknya dijual melalui agen tidak saja di Bandung, tetapi juga Depok, Makassar, Payakumbuh dan Surabaya.

 

[caption caption="Dea Ariyanti berkacamata (kredit foto MQTV)"]

[/caption]

 

“  Kami muncul sebagai inovator busana rajut yang fokus pada busana muslim dan menonjolkan karakter busana yang modern, unik, simple dan elegan,”6  katanya pada sebuah situs. Keunikan pakaian muslim rajut Supernova House dengan mengusung tema eccentric knitting, lebih menonjolkan pakaian multifungsi seperti pada jenis vemos blast yang bisa dibuat menjadi kerudung, rompi, cape dan cardigan. Dea  menjalankan pemasaran melalui  media sosial,online hingga offline berlamat di  Santosa Asih

Mengadopsi tema modern juga dianut Renni Andriani  ketika terjun ke busana muslimah. Hanya saja Renni  meletakan tema modern dengan gaya klasik.  Awalnya  perempuan kelahiran 29 November 1989  ini merintis bisnisnya menjual baju Pashmina.  Alumnus Jurusan Bisnis Universitas  Widyatama ini   menjahit, merancang, mengenal material hingga membuat pola dalam menjalankan bisnisnya  sejak 2013.  Kini ia mempunyai toko di Jalan Mangga  dengan brand Rashwal Store.  Renni menjalankan bisnisnya dengan cara online dan offline.   

Sebaya dengan Reni, Risa Kariska pada awal  2013  berhasil   menembus pasar  Eropa, terutama Belanda lewat hijab berlabel Femme Outfit.  Perempuan kelahiran Cianjur 13 Agustus 1989 ini  bendahara  dari Hijaber Community  ini memulai bisnis penjualan hijab hasil rancangannya  sekitar 2012 secara online akhirnya   membuka toko offline setahun yang lalu , Magnetic Island di Jalan veteran  bersama 12 brand lainnya.  Ide membuka butik bersama karena kebersamaan di kalangan Hijaber Community.  Konsep patungan ini  membuat biaya menjadi lebih ringan.  Latar belakang pendidikan Risa, juga dari perguruan tinggi, yaitu sebuah Sekolah Tinggi Pariwisata di Kota  Bandung.

 

[caption caption="Suasana Toko Magnetic Island, Bandung (kredit foto foto http://www.femmeoutfit.com/2015/11/femme-outfit-weekend-sale-crowd.html)"]

[/caption]

 

 

 

Lima ibu muda Irma Mariana, Minna Mekkarina, Lina Roslina, Titin Sutiarsih  dan  Dessy Mayasari  dengan brand Monel juga patut diperhitungkan.  Kelima  perempuan ini dipertemukan karena anak mereka sekolah TK yang sama, punya hobi yang sama seperti belanja dan hunting baju.  Busana mereka kenakan tampaknya  diminati ibu lain dan akhirnya menginspirasi mereka  untuk terjun ke bisnis hijab.  Sejak 2011 hingga 2014 mereka mampu membuat sepuluh model dan dalam sbeulan setidaknya menjual 3000 potong hijab.  Pemasaran menggunakan berbagai cara, antara lain dengan reseller yang sudah puluhan tersebar ke Lampung,Banjarmasin, Balikpapan, Surabaya, Bogor dan beberapa daereh lain.  Produk Monelini juga menyebar ke Singapura, Malaysia, negara-nengara Arab hingga Eropa.  Harga yang dibanderol masing-masing koleksi Monel mulai dari Rp 100.000 hingga 400.0007.

Roja Fitridayani menekuni bisnis hijab sejak Agustus 2012 dalam skala kecil.  Kesuksesan mahasiswi Pasca Sarjana ITB ini  menemukan bahan diamond georgette italiono yang diimpor langsung dari India. Ia pun kemudian menamakan hijab buatannya itu 'Hijab Diamond Italiano'. Dengan pilihan lebih dari 30 warna, hijab itu langsung laku keras dan terkenal seantero Nusantara.  Sejak itu penjualannya yang 1000 potong terjual dalam satu minggu menjadi bisa terjual dalam sehari.  Perempuan kelahiran 1992 ini mampu menggaji 11 pegawai  dan punya konveksi sendiri, serta  memasarkan produknya melalui online shop dan media sosial dengan Brand Princess8.

Kekuatan Bandung sebagai trendsetter mode karena di kota ini juga bermukim perancang busana muslimah  usia muda.  Salah satu di antara yang termuda ialah Raden Keniaby Fauzia  Renaldi.  Perempuan kelahiran 13 September 1995  ini  menjadi  Juara III sebuah lomba perancang busana muslim pada usia 17 tahun pada 2012 yang diadakan sebuah majalah.  Rancangan  milik Aby pada waktu itu diberi tajuk  yang mengusung tema "Earth's Embrace".  Kecerdasan Aby tampak dengan menggunakankombinasi unsur berat seperti tenun sutera ATBM Sabilulungan dan bahan kontemporer seperti chiffon, organdi serta Tarfetta.  Dia juga memberikan sentuhan border, benang silam payet, hinga unsur batu dan logam. 

Bisnis Sepatu: Komplementer Bisnis Fashion

Dengan latar belakang sebagai modelling  Diana Paramitha  memutuskan menjalankan bisnis sepatu dengan brand DnC (Diana dan Candra,nama suaminya). Diana mengenal dunia bisnis sekitar 2008.  Alumnus STIE Ekuitas Bandung ini  mempunyai dua toko dengan tajuk  Magnetic Island   (yang juga menjual produk konsinyasi dari kawan-kawannya) dan mempekerjakan 17 karyawan. Perempuan kelahiran 19 Oktober 1988  ini juga melakukan pemasaran melalui online, akun media sosial terutama Instagram.  Diana juga mengaku mendapat inspirasi bisnis dari kakaknya dan suaminya.   Ibu dari dua anak ini  juga mendesain sepatunya sendiri.

“Dalam sebulan masa produksi  kami  bisa mencapai  ratusan. Karena rata-rata dalam seminggu kami memproduksi sampai dengan 200 pasang, atau sehari bisa 35 pasang atau lebih. Produknya tidak saja diterima  di pasar dalam negeri tetapi juga di luar negeri terutama Hongkong, Australia, Malayasia”  ungkap Diana pada sebuah situs berita dan Bandung Express.   Sukses menjalankan bisnis sepatu, Diana mulai merambah dunia fesyen, dengan brand  DNC Apparel. Model-model bajunya edgy dan modern dan  bisa digunakan oleh yang berhijab ataupun tidak berhijab. Baju untuk non hijab didesain tidak  terbuka atau seksi, tertutup dan tetap stylist.

 

[caption caption="Diana Paramitha dan tokonya (kredit foto: Bandung Express)"]

[/caption]

 

 

 

Pebisnis sepatu lainnya ialah Inteun Wulansari.  Alumnus Fakultas HukumUniversitas Parahyangan 2002  ini memulai bisnisnya sejak bangku kuliah dan mendapat inspirasi dari kakaknya. Bisnis sepatu dengan brand proudly dimulai dari sebuah grasi dan dia sendiri yang mendisain sepatunya. Bisnis Inteun berkembang hingga   mempunyai sebuah toko sepatu di kawasan Buahbatu  sejak 2012.

 

Hera Susanti memutuskan menjadi pengusaha setelah memulai bisnis dengan menjadi reseller produk sandal orang lain orang lain.  Awal 2014 perempuan kelahiran 11 Juni 1989 merintis produksi apa yang disebut sebagai  sandal pelangi dengan brand  Mimoy.  Alumnus  Jurusan Adminsitrasi Niaga Politeknik Bandung ini mendirikan sebuah rumah produksi di kawasan Rancaekek dengan tiga karyawan.  Dalam enam bulan rumah produksinya mampu memproduksi 50 kodi sandal per bulan.  Hanya dalam waktu enam bulan Hera mempunyai tiga resller di Kota Bandung dan dua puluh di luar kota kembang itu. Produknya dijual antara Rp 25 ribu hingga Rp 40.000/per pasang.

 

Kuliner

Wiraswasta muslimah ini  terjun di bidang kuliner. Anngi Caesariani, di antaranya menawarkan produk kue-kue klappertart, chic, choux, frozen churros, Cinnamon rolls lewat brand-nya Dapur Bubun.  Perempuan kelahiran 17 Januari 1984 ini  menggunakan media sosial untuk pemasaran bisnis dari  alumnus biologi FMIPA Universitas Padjadjaran.  Kue-kue  ini  sepintas lalu sebetulnya kue-kue yang lazim terdapat di pasar, namun keunggulan produk Dapur Bubun adalah pada kreatifitas pengembangannya.

 

Punya banyak pengalaman berwirausaha sejak kelas 2 SMA menjadi modal tersendiri  bagi Yasundari Rani Kartawiria (kemudian menggunakan nama Yasundari Rinandita)  untuk mendirikan owner produk Thai tea asal Bandung, bermerek ‘SAY Tea’.  Alumnus Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran ini jatuh hati pada teh asal Thailand ini ketika ia mengajar Bahasa Inggris di dekat rumahnya, di kawasan Antapani.  Yasundari kemudian mencoba sendiri membuat racikan teh dengan berbagai rasa seperti advocado, pisang, stroberi, cokelat. 

Perharinya, rumah produksi ‘SAY Tea’ bisa memroduksi sampai 400-an botol/cup yang dibandroll sekitar Rp 10.000 per cupnya.  Bisnis yang ia rintis pada 2013 hingga kini mempunyai lebih dari sepuluh reseller  baik di Bandung dan  di berbagai daerah.  Selain mengunakan online dan media sosial SAY Tea juga dipasarkan secara konsinyasi di beberapa rumah makan di Kota Bandung.

Hal yang serupa juga terjadi pada Fintiawati Nurrahma (saat ini kira-kira berumur 29 tahun)  dari hobi ngemil cokelat dan rajin browsing menemukan apa yang disebut Rocky Route yang menginspirasi alumnus arsitek ITB ini  untuk mendirikan usaha kuliner yang disebutnya sebagai Rocky Bars.  Produknya antara cake yang empuk  dan kue kering yang garing, semacam sof baked  berisi aneka macam cokelat seperti white cokelat, dark cokelat, marshmellow.  Usahanya berdiri pada 2008  dan bisa dinikmati di kawasan Raden Patah, Bandung.   Ibu dari satu anakini memilih meninggalkan konsultan arsitek yang digelutinya antara 2006 hingga 2008.   Seperti Yasudndari Fintiawati  membumikan produkkuliner dari luar dan membuat resep sendiri.  Harga per slice-nya (pada 2013) berkisar Rp 12.000 hingga Rp 40.000  untuk ukuran lebih besar.

Febrianti  pemilik Almeera Yoghurt juga memilih usahanya karena produknya minuman kesukaannya.  Usahanya dimulai pada 2010 dengan modal Rp24 juta.  Awalnya usahanya sempat bangkrut, namun ia bangkit lagi dengan memulai usaha menjual Yoghurt di pinggir jalan dekat rumahnya di jalan Trunojoyo. Usaha alumnus Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Indonesia ini membuahkan hasil.  Dia kemudian  memiliki kedai di Jalan Cihaurgeulis No .4 Bandung. Selain itu ada dua gerai lagi di Bandung dan masing-masing satu di Jakarta dan Cirebon. 

                                        

Bidang-Bidang Lain

Bidang lain di luar fesyen dan kuliner,  terdapat nama  Reni Miratania, 37 tahun.  Sejak 2009 ia memanfaatkan lahan milik keluarganya di kawasan Kabupaten Bandung seluas 30 tombak  untuk usahanya: bunga potong.  Di atas tanah itu Reni membangun green house untuk ditanam bunga seperti  krisan dan aster.  Bulan pertama Reni harus menyinari tanamannya dengan lampu  selama satu bulan penuh agar tidak gagal tanam.  Dia memasok bunga untuk keperluan pernikahan tidak saja ke Kota Bandung, tetapi juga  luar kota Bandung.   Usahanya kemudian berkembang sekitar 2012 lahannya lebih luas hingga 70 tombak (980 meter persegi).  Dari lahan itu sekali panen 4500 potong bunga Aster.

 

Suci Nirmala, 22 tahun  selepas mempunyai anak pada 2013 membuka sebuah klinik kecantikan yang diberinama anaknya Airin Beuty Care di kawasan Ketapang, kabupaten Bandung.  Klinik milik alumnus Sekolah Menengah Farmasi  ini memliki layanan konsultasi dengan lima dokter spesialis kulit . Klinik dilengkapi varian perawatan kulit dengan teknologi High Intensity Focused Ultrasound.  Suci kemudian berencana membuka klinik  lainnya di kawasan Antapani, Bandung.  

Terobosan lain di bidang bisnis juga dilakukan hijaber bernama Yuktika, ketika menjadi  mahasiswi Teknik Elektro Institut Teknologi Telkom pada 2013. Yuktika membuka usaha supplier komponen elektronika dan sparepart robot.  Sayang belum ada informasi kiprahnya   pada tahun-tahun berikutnya.  Tetapi   apa yang dilakukannya merupakan hal yang baru di dunia bisnis dan dilakukan oleh perempuan atau keluar dari pakem bisnis yang biasanya dilakukan oleh perempuan.   Bandung rupanya  membuka ruang bagi mereka yang kreatif.

 

Mengapa Bandung Menjadi Basis UKM

Dari perspektif  sejarah gerakan wirausaha perempuan di  Bandung sudah dirintis sejak puluhan tahun yang lalu. Pada 26 Februari 1950 di Gedung Perhimpunan Saudara di Dalem Kaum perkumpulan yang menamakan dirinya Simpanan Putri Indonesia Bandung (SPIB) dan Perkiwa (Partai Kebangsaan Indonesia bagian wanita mengadakan konperensi. Konperensi yang dimotori Rumsari, Halimah Purwana dan Tatih Kartakusuma menyerukan agar kaum wanita (mereka tidak memakai istilah perempuan) terlibat dalam perekonomian. Di antaranya memperbanyak hasil produksi industri rumah tangga, menggarap tanah kosong dan mengadakan koperasi khusus wanita9.

Kota Bandung mempunyai belasan kursus mode dan kuliner untuk ibu  rumah tangga dan remaja. Di antara yang terkenal adalah Mode Vakschool Rio Rita yang terletak di Jalan Kasim 2 dipimpin Ny. Tjia Yoe Ho.  Iklan dari Star Weekly nomor 380 11 April 1953 menyebutkan telah lulus ujian yang diadakan pda 2-4 Februari 1953  sebanyak 85 murid. Di antara nama-nama yang lulus terdapat Euis Rukijah, Siti Fatimah, Tati Kurniawati, Ny. Hadidjah, Sukasih, Ny Abdul Jabar, Nona Nurikah .  Bandung dan kota-kota lain seperti Cimahi, Garut, Tasikmalaya, Sukabumi  juga mempunyai sekolah-sekolah border Singer. Itu sebabnya pada produk busana dari UKM hingga 1970-an ada pengaruh campuran Barat dan Tionghoa.  Setelah lebih banyak  perempuan meningkat periode 1970-an hingga 1990-an kreatifitas pun meningkat.   

 

Pada 2010-an clothing dan distro juga berkembang di Kota Bandung.  Fiki Chikra Satri10, ketua Bandung Creative City Forum mengungkapkan bahwa berkembang pesatnya clothing dan distro  bukan hanya karena menjual pakaian, tetapi buah kreatfitas pelaku usahanya.   Itu sebabnya dalam satu decade bisnis ini maju dan berkembang tanpa bantuan pemerintah dan modal yang nyaris nol.  Pola yang sama ini tampaknya juga terjadi pada UKM busana muslimah bukan hanya menjual pakaian tetapi kratifitasnya.

Jadi sebetulnya wirausaha yang dijalankan para muslimah sebetulnya sudah ada basisnya dalam sejarah perekonomian kota Bandung. Industri tenun dan tekstil sudah ada sejak masa Hindia Belanda.   Begitu juga dengan kuliner terutama pengaruh Belanda dan Tionghoa.   Pengamat kuliner Bondan Winarno menyebutkan Bandung   bukan lagi kota kuliner tetapi trendsetter kuliner di Indonesia.  Kuliner yang berasal dari bandung akan menjadi tren dan diikuti kota lain.  Hanya saja kuliner di Bandung belummelakukan terobosan ke luar negeri.  Media sosial  lebih mempopulerkan kuliner Bandung.  Pada 2013 saja 170 kuliner kerap disebut dalam lalu lintas akun11.

Perempuan bergerak di bidang wirausaha mungkin merupakan jalan tengah bagi  muslimah yang berpendidikan cukup baik,  ingin mempunyai karir, bisa membantu keuangan rumah tangga,  tetapi  di sisi  lain lebih memungkinkan    membagi waktu dengan suami dan anak-anaknya  dengan baik.  Lewat wirausaha tugas rumah tangga dan bisnis ditentukan oleh perempuan itu sendiri.  Lewat dunia wirausaha para muslimah keluar dari lingkungan yang tidak eksklusif,   beradaptasi dengan lingkungan yang lebih plural.

Dengan mengenakan hijab mereka membuktikan bahwa perempuan berbusana muslimah tidak lagi identik dengan kekakuan terhadap agama, seperti citra awal 1980-an, tetapi  mampu beradaptasi dengan perubahan zaman termasuk juga menemukan cara menghadapi era konsumerisme.  Di luar Bandung.  Dian pelangi,   seorang pelopor busana muslimah membuktikan bahwa ketimuran bisa dipadukan dengan tren mode barat dan bukan busana yang kearab-araban seperti dipandang sebagian para pengkritiknya.  Hijab  bergeser menjadi  popular culture dengan adanya hijab hunt, hijab fasion week,  majalah perempuan khusus muslimah berhijab, film, sinetron dan musik dengan artis yang berhijab.

Saya ingat lagu Bimbo awal 1980-an  yang liriknya kurang lebih seperti ini (ketika jilbab masih dilarang di sekolah-sekolah).  Ada sepuluh  Aisyah berbusana muslimah, Ada seratus berbusana muslimah, ada sejuta Aisyah berbusana muslimah.. Mungkin  saat itu Bimbo sudah memprediksi bahwa suatu hari kelak akan banyak  Aisyah berbusana muslimah.  Aisyah sendiri   diceritakan seorang Insinyur yang cerdas.  Kini Hadirnya Aisyah-aisyah menjadi keniscayaan sebagai entrepreneur yang cukup tangguh, serta sejumlah profesional lainnya, Insinyur, dokter, guru, bahkan profesi yang tadinya diperkirakan sulit dilakukan perempuan dengan hijab.

 

Irvan Sjafari

 

                           Tulisan ini berkaitan.

http://www.kompasiana.com/jurnalgemini/bisnis-dan-dakwah-catatan-tentang-kiprah-para-pengusaha-muslim-pribumi-di-kota-malang-1914-1950-an_551738fca33311ae07b65973

 

Catatan Kaki dan Catatan Tambahan

1. Wawancara Ketua DPW IPPKINDO DKI Jakarta, Heri Sumantri 24 November 2015

2. Pikiran Rakyat 7 Maret 2016, saya crosscheck ke makalah penelitian yang ditulis oleh Eva Shelia Laksmi, Lia Yuldinawati  dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Telkom Bandung berjudul “ Pengaruh Kebutuhan Prestasi, Afiliasi, Dominasi, Dan Otonomi Terhadap Keberhasilan Usaha Enterpreneur Wanita di Kota Bandung: Studi pada Mitra Binaan  Community Development PT. Telekomunikasi TBK Witel Jawa Tengah”  file:///C:/Users/user2/Downloads/15.04.1745_jurnal_eproc.pdf  diakses pada 7 Maret 2016.  Jumlah 78 ribu ini fantastis mengingat Kadin Bandung sendiri pada 2014 hanya menyebutkan bahwa jumlah pengusaha yang terdaftar adalah 70 ribu adalah kurang 3% dari populasi kota Bandung  2,65 juta (itu termasuk skeitar 40 ribu pengusaha formal dan 30 ribu informal). http://kadinbandung.org/news/detail/Mencetak-Wirausaha-Baru.  Jadi sebetulnya tidak ada database yang pasti berapa jumlah pengusaha sebenarnya ada di Kota Bandung, karena bisa saja tidak terdaftar di Kadin dan tidak ada keharusan.  Jadi kalau disebutkan jumlah pengusaha ideal itu 2 % dari populasi cukup baik dan sebaiknya 8%,  maka jumlah wirausaha di Kota Bandung saya prediksi bisa saja mencapai  4%  dari populasi.  Langkah Wali kota Bandung Ridwan Kamil mempermudah perzinan UKM akan lebih mempercepat pertumbuhan UKM sebetulnya terobosan bagus karena akan menekan angka pengangguran di Kota Bandung.  Mungkin akan lebih baik lagi kalau UKM-UKM di Kota Bandung yang baru berkembang diperingan pajaknya karena mereka juga berperan menekan angka pengangguran.    

3. Pikiran Rakyat, 16 Desember 2012

4. Keterangan Juru bicara HIjaber Community Bandung, Hanifa Paramitha Siswanti melalui SMS  pada 20 Maret 2016.

5. Pikiran Rakyat 25 Maret 2014, Kompas 30 September 2014,  lihat juga Irvan sjafari  dalam  “Busana Muslimah Terus Berkecambah” dalam Majalah Interview Plus edisi 008.20 Juli-19  Agustus 2013  mencatat bahwa  beberapa brand utama busana muslimah berdiri sebelum kurun 2010.  Di antaranya Up2Date yang didirikan oleh Tia Widjayati, Aju Isni Karim dan Irma Mutiara pada 2006 juga di antaranya berawal dari Bandung.  Ketiganya punya latar belakang pendidikan perguruan tinggi.  Begitu juga pendiri Polite Nutty Nurhayati berpendidikan ITB merintis bisnis di Bandung. 

Sama halnya dengan  Fenny Mustafa merintis Shafira pada 1989. Bisnis ini dibangunnya sejak 1989, berawal dari kos-kosan sejak dia masih menjadi mahasiswa tingkat dua di STKS Bandung, mellaui sebuah sanggar yang dikelola koperasi mahasiswa. Kemudian usahanya secara profesional di bawah naungan PT  Shafira Laras Persada berkembang mendiriakn puluhan showroom dan outlet  tidak saja di Bandung, tetapi  juga di Jakarta, Surabaya dan kota-kota lain.  Produk Shafira juga berkembang ke negara tetangga seperti Brunei dan Malaysia.  Brand Rabbani juga berawal di Bandung dan sudah berkembang menjadi ratusan gerai.   https://pestawirausahabandung.wordpress.com/fenny-mustafa/

 

Wawancara saya Marketing Manager Up2Date  pada pertengahan 2013 membenarkan bahwa Bandung adalah kilblat mode, serta dari segi mode produk Up2Date antara lain berkiblat ke Milan.  Lainnya adalah Rumah Lentik yang dididirikan Lenny Puspadewi, usia 45 tahun.   Magister FISIP  ini menekuni usaha busana muslimah sejak 2005 dan pada 2015 mempekerjakan pegawai sebanyak  10 orang,padat karya dengan target pasar menengah ke atas. Sumber : Laporan Penelitian Multi Disiplin bertajuk “Peran Wirausaha Muda Terhadap Perkembangan Kewirausahaan Kreatif di Kota Bandung”, penelitian kelompok oleh Dra. Inge Barlian Ak, Msc , Catharina Badra Nawangpalupi, ST., M.Eng.Sc., MTD., Ph.D, Elvy Marlia, SE,AK, MT, Universitas Parahyangan, 2013.

 

6. Pikiran Rakyat 28 Desember 2015.
 

 

7. Pikiran Rakjat, 25 Maret 2016

8. http://www.rtv.co.id/read/family/2825/bisnis-hijab-di-usia-muda-mahasiswi-ini-raup-ratusan-juta-rupiah

9. Lihat  tulisan saya di http://www.kompasiana.com/jurnalgemini/reinkarnasi-sebuah-kota-bandung-1950-6_550d8da4a33311231e2e3c2e diakses kembali pada 7 Maret 2016.

10. Pikiran Rakjat, 23 September 2013

11. Pikiran Rakjat, 2 Juni 2013
 

 

Sumber Primer:

Pikiran Rakyat 16  Desember 2012,  6 Januari 2013, 2 Juni 2013, 23 Setember 2013, 25  Maret 2014, 5  Juni 2014,  28  Desember 2014, 3 Mei  2015, 17 Januari 2016, 14  Februari 2016,  28 Februari 2016, 13 Maret 2016.

 

Situs:

http://mebiso.com/mengenal-dea-ariyanti-founder-supernova-house-toko-online-busana-rajut-dengan-segudang-prestasi/   diakses 3 Maret 2016

 http://bandung.bisnis.com/read/20121207/20/277504/dea-ariyanti-ingin-go-internasional-dengan-brand-supernova-house  diakaes 3 Maret 2016

http://www.supernovahouse.com/pages/about-us-3.html  3 Maret 2016

http://toscapink.blogspot.co.id/ diakses 3 Maret 2016

http://cikalnews.com/read/29821/22/9/2015/diana-menciptakan-peluang-kerja-di-usia-muda  diakses 3 Maret 2016

http://bandungekspres.co.id/2015/selalu-mencoba-setiap-seri-sepatu/   diakses 3 Maret 2016

http://putragunadwi.blogspot.co.id/2013/12/kesehatan-lingkungan.html  diakses 3 Maret 2016

http://pemudawirausaha.com/2012/08/15/monel-busana-muslim-stylish-gaya-ibu-muda/ diakses 4 Maret 2016.

http://janna.co.id/bisnis-thai-tea-gara-gara-display-picture-bb/  diakses pada 6 Maret 2016.

http://www.kompasiana.com/jurnalgemini/review-bakmi-gandaria-bandung-gurih-bakmi-lada-hitam-dan-lezatnya-say-tea-rasa-pisang-homemade_552c96f96ea834077a8b457c

http://www.kompasiana.com/jurnalgemini/reinkarnasi-sebuah-kota-bandung-1950-6_550d8da4a33311231e2e3c2e

http://kamikamu.co.id/blog/toko-offline-mampu-berikan-image-positif-untuk-brand/  diakses pada 8 Maret 2016.

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/12/08/11/m8lmii-inilah-tiga-jawara-lomba-rancang-busana-muslim-viii  diakses 11 Maret 2016.

http://finance.detik.com/read/2013/11/07/112123/2405991/480/berawal-dari-nekat-hingga-bangkrut-wanita-manis-ini-sukses-bisnis-yoghurt   diakses pada 17 Maret 2016.

http://tabloidnova.com/Selebriti/Berita-Aktual/Bisnis-Putri-Sulung-Aa-Gym-Melejit  diakses 18 Maret 2016

 

Referensi Lain-lain:

Kuntowijoyo. 1980. “Muslim Kelas Menengah Indonesia dalamMencari Identitas”. Prisma, No. 11, November 1980.

 

Foto:

Suasana Toko Magnetic Island Bandung (kredit foto http://www.femmeoutfit.com/2015/11/femme-outfit-weekend-sale-crowd.html)

Dea Ariyanti  di gerainya (kredit foto MQTV)

Diana Paramitha dan produknya (Kredit foto Bandung Express)

Sebiuah fashion show busana muslim di Bandung  (kredit foto http://img2.bisnis.com/bandung/posts/2013/09/27/437049/060413_RHN-BISNIS-02-HIJAB-TUTORIAL.jpg)

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun