Tak sedikit yang berpikir dua kali sebelum menikah, kecuali jika benar-benar siap menafkahi atau jika keduanya sudah mapan.
Sayangnya, di tengah semua ini, justru tagar #desperate sering muncul. Banyak pencari kerja merasa putus asa karena sulitnya mendapat pekerjaan.
Padahal, standar kesiapan menikah sejatinya adalah memiliki penghasilan. Kini, pekerjaan pun sulit dicari, sehingga nyali untuk menikah semakin ciut. Umur pun terus bertambah, namun keberanian untuk menikah tak kunjung hadir.
"Menu" Baru
Fenomena ini semakin diperburuk oleh para influencer yang seolah mengampanyekan betapa sulitnya kehidupan setelah menikah.
Beberapa pesohor dunia maya, bahkan yang berasal dari kalangan intelektual, mulai mengusung pandangan yang berbeda tentang pernikahan.
Ada yang berprinsip bahwa menikah bukanlah hal yang wajib, cukup dengan mengadopsi anak saja.
Ada pula yang mengusung filosofi "YOLO" (You Only Live Once), merasa tak perlu terburu-buru menikah karena hidup hanya sekali.
Ideologi-ideologi semacam ini meresap hingga ke level pengguna gawai, mayoritas di antaranya adalah generasi yang tengah mempertimbangkan pernikahan.
Akhirnya, pandangan ini menjadi “menu” baru yang dihidangkan bagi pola pikir generasi muda yang seharusnya siap menikah. Mereka mulai meniru apa yang tengah ramai dibicarakan.
Anda mungkin pernah membaca kisah seorang lajang yang mengadopsi anak, atau seorang jomlo mapan yang memilih untuk bertahan tanpa menikah dengan alasan ingin menikmati hidup sepenuhnya. Menikah pun tak lagi dianggap sebagai satu-satunya tujuan hidup.