Mohon tunggu...
Jumari Haryadi Kohar
Jumari Haryadi Kohar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, trainer, dan motivator

Jumari Haryadi alias J.Haryadi adalah seorang penulis, trainer kepenulisan, dan juga seorang motivator. Pria berdarah Kediri (Jawa Timur) dan Baturaja (Sumatera Selatan) ini memiliki hobi membaca, menulis, fotografi, dan traveling. Suami dari R.Yanty Heryanty ini memilih profesi sebagai penulis karena menulis adalah passion-nya. Bagi J.Haryadi, menulis sudah menyatu dalam jiwanya. Sehari saja tidak menulis akan membuat ia merasa ada sesuatu yang hilang. Oleh sebab itu pria berpostur tinggi 178 Cm ini akan selalu berusaha menulis setiap hari untuk memenuhi nutrisi jiwanya yang haus terhadap ilmu. Dunia menulis sudah dirintis J.Haryadi secara profesional sejak 2007. Ia sudah menulis puluhan judul buku dan ratusan artikel di berbagai media massa nasional. Selain itu, ayah empat anak ini pun sering membantu kliennya menulis buku, baik sebagai editor, co-writer, maupun sebagai ghostwriter. Jika Anda butuh jasa profesionalnya dihidang kepenulisan, bisa menghubunginya melalui HP/WA: 0852-1726-0169 No GoPay: +6285217260169

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pertarungan yang Menentukan

26 April 2020   22:35 Diperbarui: 27 April 2020   09:36 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bang, aturannya begini. Kita tidak boleh menyerang alat kelamin, ulu hati, dan wajah," usulku pada si Akbar. 

"Saya mau kita tarung bebas saja!" ujar Akbar menolak bertarung sesuai dengan usulanku.

"Bukan begitu Bang. Kalau sampai di antara kita ada yang cedera fatal gara-gara kena serangan di daerah terlarang tersebut kan urusannya bisa panjang. Oleh sebab itu harus kita hindari," jelasku padanya dengan nada sedikit serius.

"Okelah kalau begitu kita sepakat," jawabnya lagi sambil menyalami tanganku.

"Kapan kita mulai?" kataku lagi

"Nanti saja habis salat Isya," katanya mantap.

Pertarungan yang Menentukan.

Rencana pertarungan antara aku dan Akbar segera menyebar dengan cepat. Satu ruang  tahanan tahu kalau usai salat Isya akan dan pertandingan karate antara aku dan Akbar. Tubuhku yang jauh lebih kecil dibandingkan Akbar rasanya kalau disejajarkan ibarat pertarungan antara kucing dan macan. Apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur. Apapun yang terjadi, pertunjukan konyol ini harus terlaksana.

"Kang Bahar, Kelakuan Akang ini gila! Semua orang takut berhadapan dengan Akbar, tapi Akang mah malah mau menantangnya. Apa Akang mau cari mati? Batalkan saja sebelum terlambat," saran Asep padaku.

Aku bergeming dan tak menggubrisnya. Asep tak tahu kalau sebenarnya aku sedang ketakutan. Waduh, bagaimana kalau nanti dia membantaiku habis-habisan di depan orang banyak. Habislah riwayatku, gumamku dalam hati. Namun, apa boleh buat semuanya sudah terlanjur. Ibarat pepatah mengatakan "lebih baik mati berkalang tanah daripada hidup bercermin bangkai".

Usai salat Isya berjamaah, Akbar memberitahukan kepada semua hadirin bahwa sebentar lagi dirinya akan melakukan komite denganku. Akbar mengatur dua orang untuk berjaga di pintu masuk agar petugas tidak tahu apa yang mereka lakukan. Semua penonton diminta diam dan tak boleh bersorak. Pertandingan akan berakhir apabila ada salah satu pihak yang menyerah.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun