Namun belakangan bisnis bakminya kian pudar. Karena tidak siap dengan sistem pengembangan, usahanya mulai bermasalah. Setelah 2006, satu demi satu outlet-nya terpaksa tutup karena tak mampu lagi bersaing yang ditandai dengan merosotnya omzet penjualan di beberapa outlet. Rata-rata omzet tiap outlet bakminya turun tajam, hanya berkisar Rp 1,5 juta hingga Rp 5 juta perhari. Sekarang tersisa 12 outlet saja. Itulah outlet miliknya sendiri.
Meski demikian, Wahyu tidak patah arang. Kisah kebangkrutannya dilirik sebuah stasiun televisi di Jakarta. Wahyu kemudian diminta menjadi host program ‘’Berani Bangkrut’’.
Program ini menarik minat seorang pejabat sebuah bank swasta papan atas. Eksekutif itu kemudian meminta Wahyu menjadi motivator bisnis untuk nasabah bank yang ingin belajar menjadi wirasusaha. Wahyu kemudian mengikat kontrak dengan bank tersebut selama tiga tahun sebagai motivator.
Bangga Pernah Membangkrutkan 498 Outlet Bakmi
Biasanya seorang pengusaha merasa senang jika berhasil mengembangkan bisnisnya, apalagi jika memiliki cabang hingga ratusan outlet. Namun hal itu tidak berlaku bagi Wahyu Saidi. Beliau justru berpikiran sebaiknya, bahkan merasa bangga karena pernah mempunyai 410 outlet bakmi, kemudian sukses “membangkrutkan” 398 diantaranya, sehingga hanya tersisa 12 outlet saja.
“Itu harga pembelajaran sebagai pengusaha,” ujar dosen Universitas Negeri Jakarta ini pada sebuah forum yang mendaulatnya menceritakan pengalaman usahanya di Jakarta, pada Rabu, 7 Desember 2011 silam.
“Saya harus menutup 398 diantaranya dan tersisa 12 saja karena saya tidak sanggup mengelolanya,” tutur Wahyu Saidi seperti dikutip dari http://jaringanews.om
Menurut Wahyu Saidi, seiring dengan berkembangnya usaha, diperlukan rentang manajemen yang lebih besar. Seorang wirausaha harus siap mendapatkan bantuan dari orang lain, apakah itu konsultan, para manajer dan sebagainya.
“Pada titik ini saya tidak siap. Saya paling pusing bila diharuskan bekerjasama dengan orang lain. Akhirnya saya memutuskan fokus pada 12 gerai saja,” tutur Wahyu.
Sekarang dengan 12 gerai itu, Wahyu Saidi sudah puas. Setiap bulan pendapatannya berada pada kisaran Rp200 jutaan. Itu sudah setara dengan gaji direktur perusahaan jalan tol, karier yang sudah ditinggalkannya.
Kendati begitu, Wahyu Saidi tidak kapok memprovokasi orang lain untuk keluar dari zona aman sebagai karyawan untuk menjadi seorang entrepreneur.
"Kalau sudah bosan dengan rutinitas, jadilah pengusaha," tuturnya.