Mohon tunggu...
JUPAROSI
JUPAROSI Mohon Tunggu... Lainnya - MAHASISWA

Gantungkanlah cita-citamu setinggi langit!Bermimpilah setinggi langit.Jikalau engkau jatuh,engkau akan jatuh diantara bintang-bintang.(Bung Karno)

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Causa Mahkamah Konstitusi Harus Produksi Pos Bantuan Hukum (POSBAKUM)

30 September 2023   10:52 Diperbarui: 30 September 2023   10:58 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 yang ditegaskan kembali dalam Pasal 18 UU 48 Tahun 2009 menyatakan, Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

            Mahkamah Konstitusi adalah suatu lembaga peradilan, sebagai cabang kekuasaan yudikatif, yang mengadili perkara-perkara tertentu yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan UUD 1945. Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang ditegaskan kembali dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai dengan d UU 24 Tahun 2003 dan dimuat kembali dalam Pasal 29 UU 48 Tahun 2009, kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah menguji undang-undang terhadap UUD 1945; memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945; memutus pembubaran partai politik; dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum, dan kewenangan lain yang diberikan oleh undang-undang.

            Berdasarkan Pasal Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang ditegaskan kembali dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai dengan d UU 24 Tahun 2003 bahwa Mahkamah Konstitusi adalah suatu lembaga peradilan yang seharusnya tidak dapat dipisahkan sebagaimana termuat dalam Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 maka diharapkan dalam pembetukan posbakum juga diatur berdasarkan Perma No.1 Tahun 2014 sehingga apa yang dimaksudkan sebagai bantuan hukum dapat terealisasi bagi para pencari keadilan yaitu para pihak atau pemohon atau penggugat dalam mendapatkan keadilan melalui access to justice.

            Access to  justice adalah nilai yang mendasari demokrasi, merupakan bukti adanya kedaulatan hukum yang mengatur (rule of law) di Indonesia. Sehingga diharapkan para pencari keadilan mendapatkan keadilan karena merasa dirugikan atas suatu aturan atau pasal dalam undang-undang. Sebagaimana Pasal 2  ayat (1) UU 48 Tahun 2009, bahwa "Peradilan dilakukan "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA" adalah sesuai dengan Pasal 29 UUD 1945 dan dipertegas dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 bahwa, "Berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".

Plato juga menjelaskan bahwa, "Keadilan adalah emansipasi dan partisipasi warga polis/negara dalam memberikan gagasan tentang kebaikan untuk negara. Hal tersebut kemudian dijadikan pertimbangan filsafat bagi suatu undang-undang."

Derrida menjelaskan bahwa, "Keadilan diperoleh dari sesuatu yang melampaui hukum itu sendiri karena kesesuaian dengan undang-undang belum memastikan adanya keadilan.

Namun di Indonesia dalam mencari keadilan di Mahkamah Konstitusi tidaklah mudah terlebih tidak adanya bantuan hukum yang diberi secara percuma-cuma sebagaima UU No. 16 Tahun 2011 Pasal 1 ayat (1). 

           

            Namun kekayaan memberikan perlindungan hukum yang lebih aman, malah sering juga melestarikan ketidakadilan hukum antara si kaya dan si miskin.Sebagaimana yang dimuat Pasal 8 PMK No. 2 Tahun 2021 ada 15 tahapan penanganan perkara yang tidak terdapat perbantuan hukum. Para pihak yang mampu membayar advokat terutama jika advokat ternama/terampil akan mendapatkan harapan lebih besar untuk menang dari pihak yang tidak mampu membayar pemberi jasa hukum terlebih lagi pihak tersebut tidak paham hukum namun harus menerima kerugian karena harus menerima hukuman yang dianggap tidak adil.

            Sehingga dalam upaya untuk pengajuan permohonan juga memiliki sedikit kemungkinan untuk dikabulkan sebagaimana terhadap adanya 510 permohonan di MK yang disebutkan dinyatakan "Niet Ontvankelijke Verklaard" (NO/permohonan Pemohon tidak dapat diterima) tersebut perlu dilakukan pendalaman lebih spesifik. Sementara para pihak pencari keadilan memiliki keterbatasan dalam access to justice dikarenakan pengetahuan maupun ekonomi yang terbatas sehingga tidak didampingi oleh orang yang lebih ahli dalam pengajuan permohonan/gugatan ke Mahkamah Konstitusi.

            Berdasarkan SEMA No. 10 Tahun 2010 Pasal 19 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum orang yang tidak mampu membayar jasa advokat terutama perempuan dan anak-anak serta penyandang disabilitas sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik sebagai penggugat/permohon maupun tergugat/termohon berhak untuk menerima jasa dari Pos Bantuan Hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun