Berdasarkan Pasal 38 ayat (2) UU 48 Tahun 2009 tentang badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman bahwa,
Fungsi yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penyelidikan dan penyidikan
b. penuntutan
c. pelaksanaan putusan
d. pemberian jasa hukum
e. penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
Pasal 1 Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang menjelaskan bahwa, Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut Mahkamah adalah satu pelaku kekuasaaan kehakiman sebagaimana yang dimaksud dalam UUD 1945.
Â
      Berdasarkan UU No 16 Tahun 2011 Pasal 1 ayat (1) tentang Bantuan Hukum, dinyatakan bahwa Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum.
Â
      Demikian pula Pasal 56 UU 48 Tahun 2009 mengatur tentang bantuan hukum, yang bunyinya:
(1) Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum.Â
(2) Negara menanggung biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak mampu.Â
Dipertegas kembali dalam Pasal 56 ayat (2) UU 48 Tahun 2009 bahwa bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan secara cuma-cuma pada semua tingkat peradilan sampai putusan terhadap perkara tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Bantuan hukum tersebut meliputi menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan/atau melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum Penerima Bantuan Hukum, yang bertujuan untuk :
1. Â Menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum untuk mendapatkan akses keadilan.
2. Mewujudkan hak konstitusional segala warga Negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum.
3. Menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Negara Indonesia.
4. Mewujudkan peradilan yang efektif, efisisen, dan dapat dipertanggungjawabkan.
      Berdasarkan Perma No.1 Tahun 2014 tentang pedoman pemberian layanan hukum bagi masyarakat tidak mampu di pengadilan bahwa ada tiga ruang lingkup pemberian layanan hukum bagi masyarakat tidak mampu yakni layanan pembebasan biaya perkara, sidang di luar gedung pengadilan dan Posbakum di lingkungan Peradilan umum, Peradilan Agama, dan Peradilan Tata Usaha Negara.
Â
      Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 yang ditegaskan kembali dalam Pasal 18 UU 48 Tahun 2009 menyatakan, Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
      Mahkamah Konstitusi adalah suatu lembaga peradilan, sebagai cabang kekuasaan yudikatif, yang mengadili perkara-perkara tertentu yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan UUD 1945. Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang ditegaskan kembali dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai dengan d UU 24 Tahun 2003 dan dimuat kembali dalam Pasal 29 UU 48 Tahun 2009, kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah menguji undang-undang terhadap UUD 1945; memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945; memutus pembubaran partai politik; dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum, dan kewenangan lain yang diberikan oleh undang-undang.
      Berdasarkan Pasal Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang ditegaskan kembali dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai dengan d UU 24 Tahun 2003 bahwa Mahkamah Konstitusi adalah suatu lembaga peradilan yang seharusnya tidak dapat dipisahkan sebagaimana termuat dalam Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 maka diharapkan dalam pembetukan posbakum juga diatur berdasarkan Perma No.1 Tahun 2014 sehingga apa yang dimaksudkan sebagai bantuan hukum dapat terealisasi bagi para pencari keadilan yaitu para pihak atau pemohon atau penggugat dalam mendapatkan keadilan melalui access to justice.
      Access to  justice adalah nilai yang mendasari demokrasi, merupakan bukti adanya kedaulatan hukum yang mengatur (rule of law) di Indonesia. Sehingga diharapkan para pencari keadilan mendapatkan keadilan karena merasa dirugikan atas suatu aturan atau pasal dalam undang-undang. Sebagaimana Pasal 2  ayat (1) UU 48 Tahun 2009, bahwa "Peradilan dilakukan "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA" adalah sesuai dengan Pasal 29 UUD 1945 dan dipertegas dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 bahwa, "Berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".
Plato juga menjelaskan bahwa, "Keadilan adalah emansipasi dan partisipasi warga polis/negara dalam memberikan gagasan tentang kebaikan untuk negara. Hal tersebut kemudian dijadikan pertimbangan filsafat bagi suatu undang-undang."
Derrida menjelaskan bahwa, "Keadilan diperoleh dari sesuatu yang melampaui hukum itu sendiri karena kesesuaian dengan undang-undang belum memastikan adanya keadilan.
Namun di Indonesia dalam mencari keadilan di Mahkamah Konstitusi tidaklah mudah terlebih tidak adanya bantuan hukum yang diberi secara percuma-cuma sebagaima UU No. 16 Tahun 2011 Pasal 1 ayat (1).Â
     Â
      Namun kekayaan memberikan perlindungan hukum yang lebih aman, malah sering juga melestarikan ketidakadilan hukum antara si kaya dan si miskin.Sebagaimana yang dimuat Pasal 8 PMK No. 2 Tahun 2021 ada 15 tahapan penanganan perkara yang tidak terdapat perbantuan hukum. Para pihak yang mampu membayar advokat terutama jika advokat ternama/terampil akan mendapatkan harapan lebih besar untuk menang dari pihak yang tidak mampu membayar pemberi jasa hukum terlebih lagi pihak tersebut tidak paham hukum namun harus menerima kerugian karena harus menerima hukuman yang dianggap tidak adil.
      Sehingga dalam upaya untuk pengajuan permohonan juga memiliki sedikit kemungkinan untuk dikabulkan sebagaimana terhadap adanya 510 permohonan di MK yang disebutkan dinyatakan "Niet Ontvankelijke Verklaard" (NO/permohonan Pemohon tidak dapat diterima) tersebut perlu dilakukan pendalaman lebih spesifik. Sementara para pihak pencari keadilan memiliki keterbatasan dalam access to justice dikarenakan pengetahuan maupun ekonomi yang terbatas sehingga tidak didampingi oleh orang yang lebih ahli dalam pengajuan permohonan/gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
      Berdasarkan SEMA No. 10 Tahun 2010 Pasal 19 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum orang yang tidak mampu membayar jasa advokat terutama perempuan dan anak-anak serta penyandang disabilitas sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik sebagai penggugat/permohon maupun tergugat/termohon berhak untuk menerima jasa dari Pos Bantuan Hukum.
      Bantuan cuma-cuma ternyata tak segratis hujan yang turun dari langit. Namun tidak tersedianya Posbakum Mahkamah Konstitusi memperkecil keadilan bagi para pencari keadilan dikarekan kurangnya biaya untuk membayar advokat, serta pengetahuan dan pengalaman yang tidak memadai. Terutama bagi pemohon yang belum pernah berperkara di Mahkamah Konstitusi dan tidak didampingi kuasa hukum. Sebab, loket penerimaan perkara terbatas memandu format pembuatan permohonan, tidak sampai substansi. Artinya, pegawai MK tidak dapat memberi advice kepada pihak berperkara untuk menghindari conflict of interest. Dalam praktek, persoalan ini seringkali menjadi beban tambahan bagi Majelis Panel yang bertugas memberi nasihat dalam sidang pendahuluan. Akibatnya, membuat perlindungan hak konstitusional warga negara yang menjadi tugas Mahkamah Konstitusi menjadi kurang sempurna.
 Â
POLA KERJA POSBAKUMÂ
      Posbakum diharapkan dapat menjadi access to justice bagi para pencari keadilan dengan memberikan layanan bantuan hukum berupa
    a. menjalankan kuasa, mendampingi,mewakili, membela, dan/atau melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum          Penerima Bantuan Hukum sesuai ketentuan Pasal 4 UU No.16 Tahun 2011
- pemberian informasi, konsultasi, atau advis hukum.
- bantuan pembuatan dokumen hukum yang dibutuhkan.
- Menyediakan informasi daftar organisasi Bantuan Hukum sebagaimana yang dimaksud dalam UU No.16 Tahun 2011.
- menyelenggarakan penyuluhan hukum, konsultasi hukum, dan program kegiatan lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan Bantuan Hukum.
- mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- mendapatkan informasi dan data lain dari pemerintah ataupun instansi lain, untuk kepentingan pembelaan perkara.
Â
Pemberi Bantuan Hukum berkewajiban untuk: (Pasal 10 UU No.16 Tahun 2011)
Â
- melaporkan kepada Menteri tentang program Bantuan Hukum;
- melaporkan setiap penggunaan anggaran negara yang digunakan untuk pemberian Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini;
- menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Bantuan Hukum bagi advokat, paralegal, dosen, mahasiswa fakultas hukum yang direkrut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a;
- menjaga kerahasiaan data, informasi, dan/atau keterangan yang diperoleh dari Penerima Bantuan Hukum berkaitan dengan perkara yang sedang ditangani, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang; dan
- memberikan Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum berdasarkan syarat dan tata cara yang ditentukan dalam Undang-Undang ini sampai perkaranya selesai, kecuali ada alasan yang sah secara hukum.
Â
Bantuan Hukum dilaksanakan berdasarkan asas: (Pasal 2 UU No.16 Tahun 2011)
a. keadilan
Keadilan yang menempatkan hak dan kewajiban setiap orang secara proporsional, patut, benar, baik, dan tertib.
b. persamaan kedudukan di dalam hukum
Persamaan kedudukan di dalam hukum adalah bahwa setiap orang mempunyai hak dan perlakuan yang sama di depan hukum serta kewajiban menjunjung tinggi hukum sesuai yang diamanatkan dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945.
c. keterbukaan
Keterbukaan adalah memberikan akses kepada masyarakat untuk memperoleh informasi secara lengkap, benar, jujur, dan tidak memihak dalam mendapatkan jaminan keadilan atas dasar hak secara konstitusional.
d. efisiensi
Efisiensi dengan memaksimalkan pemberian Bantuan Hukum melalui penggunaan sumber anggaran yang ada.
e. efektivitas
Efektivitas adalah menentukan pencapaian tujuan pemberian Bantuan Hukum secara tepat.
f. akuntabilitas.
Akuntabilitas adalah bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan Bantuan Hukum harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Â
REKRUTMEN POSBAKUM
      Berdasarkan Pasal 2 UU No.16 Tahun 2011 Pemberi Bantuan Hukum berhak melakukan rekrutmen terhadap advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum. Pemberi bantuan hukum harus mendapatkan jaminan perlindungan hukum, keamanan, dan keselamatan selama menjalankan pemberian Bantuan Hukum.
Â
ANGGARAN POSBAKUM
      Menerima anggaran dari negara untuk melaksanakan Bantuan Hukum berdasarkan UU No.16 Tahun 2011 yang diharapkan membantu justice for the poor sehingga banyak pencari keadilan yang dapat dibantu.
       Pendanaan Bantuan Hukum yang diperlukan dan digunakan untuk penyelenggaraan Bantuan Hukum sesuai dengan Undang-Undang ini dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Penyelenggaraan dan anggaran Bantuan Hukum yang diselenggarakan oleh dan berada di Mahkamah Agung Republik Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, dan instansi lainnya yang berkaitan. Pemerintah wajib mengalokasikan dana penyelenggaraan Bantuan Hukum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pendanaan penyelenggaraan Bantuan Hukum dialokasikan pada anggaran kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Â
PELAPORANÂ
Pelaporan permohonan bantuan hukum :
Â
- Pemohon bantuan hukum mengajukan permohonan hukum kepada pemberi bantuan.
- Pemberi Bantuan Hukum dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan Bantuan Hukum dinyatakan lengkap harus memberikan jawaban menerima atau menolak permohonan Bantuan Hukum.
- Dalam hal permohonan Bantuan Hukum diterima, Pemberi Bantuan Hukum memberikan Bantuan Hukum berdasarkan surat kuasa khusus dari Penerima Bantuan Hukum.
- Dalam hal permohonan Bantuan Hukum ditolak, Pemberi Bantuan Hukum mencantumkan alasan penolakan.
Â
Pelaporan pemberian bantuan hukum :
1. Â Â Pemberian Layanan Hukum bagi masyarakat tidak mampu harus dilaporkan kepada Ketua Mahkamah Agung RI melalui Mahkamah Konstitusi
2. Â Pelaporan sebagaimana tersebut pada ayat (1) disampaikan oleh Mahkamah Konstitusi paling lambat tanggal 2 bulan berikutnya
3. Â Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan menggunakan perangkat sistem informasi yang disediakan dengan melakukan upload data ke sistem informasi Mahkamah Konstitusi pada Ditjen Badilag MA RI.
Â
Menyusun dan menyampaikan laporan penyelenggaraan Bantuan Hukum kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada setiap akhir tahun anggaran.
Mohon maaf atas kesalahan dalam analisis. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H