Memperkuat Basis Pajak Domestik:
PMK No. 93/PMK.03/2019 juga bertujuan untuk memperkuat basis pajak domestik dengan memastikan bahwa penghasilan dari luar negeri yang menjadi hak wajib pajak Indonesia dikenakan pajak sesuai prinsip worldwide income. Dengan menerapkan aturan ini, pemerintah memastikan bahwa sumber daya fiskal yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi warga negaranya tetap berkontribusi terhadap pembangunan nasional, meskipun penghasilan tersebut diperoleh dari luar negeri. Hal ini penting untuk menciptakan keadilan dalam sistem perpajakan, di mana setiap wajib pajak menyumbang secara proporsional terhadap kebutuhan negara.
Kebijakan ini memberikan kepastian hukum bagi otoritas pajak dalam menentukan besarnya penghasilan dari CFC yang dikenai pajak di Indonesia. Dengan cakupan penghasilan yang meliputi dividen, bunga, royalti, dan keuntungan modal (capital gain), pemerintah berupaya menghindari potensi celah perpajakan yang sebelumnya sering dimanfaatkan oleh wajib pajak. Dengan kata lain, kebijakan ini tidak hanya memperluas basis pajak tetapi juga menciptakan sistem yang lebih efektif dan efisien dalam menangani penghasilan lintas negara. Hal ini pada akhirnya akan berdampak positif pada stabilitas fiskal dan ekonomi domestik.
 Implikasi
Menambah Kewajiban Perpajakan bagi wajib pajak
PMK No. 93/PMK.03/2019 menciptakan tambahan kewajiban perpajakan bagi wajib pajak yang memiliki investasi di luar negeri, terutama dalam bentuk saham di perusahaan yang termasuk kategori CFC. Dengan diberlakukannya konsep deemed dividend, laba yang dihasilkan oleh CFC dianggap sebagai penghasilan yang harus dikenai pajak di Indonesia meskipun belum didistribusikan secara nyata. Hal ini berarti wajib pajak, baik individu maupun badan, tidak dapat lagi menunda pembayaran pajak atas laba yang telah diperoleh. Dampaknya, wajib pajak harus lebih cermat dalam merencanakan investasi luar negeri, mengingat beban pajak tambahan ini dapat memengaruhi arus kas mereka.
Meningkatkan Beban Administrasi
Kebijakan ini juga menambah beban administrasi bagi wajib pajak karena mereka diwajibkan untuk melaporkan penghasilan dari CFC secara transparan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Penghasilan tersebut meliputi dividen, bunga, royalti, atau capital gain yang diperoleh dari entitas luar negeri. Selain itu, wajib pajak juga harus memastikan bahwa data keuangan CFC disusun dengan baik untuk mendukung pelaporan pajak mereka. Jika informasi yang dilaporkan tidak akurat atau tidak sesuai, wajib pajak dapat dikenai sanksi administratif yang diatur dalam undang-undang perpajakan. Hal ini menjadi tantangan tersendiri, terutama bagi wajib pajak yang tidak memiliki akses mudah ke data keuangan perusahaan luar negeri.
Menambah Penerimaan Pajak Negara
Kebijakan ini dirancang untuk meningkatkan penerimaan pajak negara, khususnya dari sumber pendapatan lintas negara yang sebelumnya sulit terjangkau. Dengan memasukkan laba dari CFC ke dalam basis pengenaan pajak domestik, pemerintah dapat memperluas basis pajak yang ada. Peningkatan penerimaan pajak ini sangat penting untuk mendukung kebutuhan pembiayaan negara, terutama dalam konteks pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Selain itu, langkah ini juga menunjukkan komitmen pemerintah dalam memaksimalkan potensi penerimaan pajak dari wajib pajak yang memiliki penghasilan lintas negara.
 Meminimalkan Praktik Pengalihan Laba
Salah satu tujuan utama PMK ini adalah untuk meminimalkan praktik pengalihan laba ke yurisdiksi pajak rendah (low-tax jurisdictions) yang sering dilakukan melalui CFC. Sebelum aturan ini diterapkan, banyak wajib pajak memanfaatkan perusahaan luar negeri sebagai kendaraan untuk menunda atau menghindari pembayaran pajak. Dengan adanya aturan ini, pemerintah memastikan bahwa laba yang dihasilkan oleh CFC tetap dikenai pajak di Indonesia. Hal ini tidak hanya meningkatkan penerimaan pajak tetapi juga mendukung terciptanya sistem perpajakan yang lebih adil dan transparan di tingkat nasional maupun internasional.