Penghasilan dari CFC dihitung secara proporsional berdasarkan persentase kepemilikan saham wajib pajak dalam perusahaan luar negeri. Ketentuan ini memastikan bahwa wajib pajak hanya dikenakan pajak atas bagian laba yang menjadi haknya sesuai dengan porsi saham yang dimiliki. Jika penghasilan CFC belum didistribusikan dalam bentuk dividen kepada pemegang saham, pemerintah Indonesia tetap menganggap penghasilan tersebut telah diterima oleh pemegang saham pada akhir tahun pajak. Langkah ini mengadopsi konsep deemed dividend yang bertujuan untuk mencegah wajib pajak menunda pembayaran pajak atas laba yang dihasilkan di luar negeri.
Kriteria Deemed Dividend:
Konsep deemed dividend dalam PMK ini menetapkan bahwa penghasilan dari CFC akan dianggap sebagai dividen meskipun tidak ada distribusi fisik dari perusahaan luar negeri kepada pemegang saham. Hal ini berlaku terutama jika laba setelah pajak CFC belum dibayarkan. Dengan aturan ini, pemerintah memastikan bahwa laba bersih perusahaan luar negeri tidak "diparkir" oleh wajib pajak untuk menghindari kewajiban perpajakan di Indonesia. Pendekatan ini juga memberikan perlakuan yang setara terhadap laba di dalam dan luar negeri, sehingga mencegah distorsi dalam sistem perpajakan.Â
Pelaporan Pajak:
Wajib pajak yang memiliki saham dalam CFC diwajibkan untuk melaporkan bagian penghasilan mereka dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Pelaporan ini bertujuan untuk memastikan transparansi dan kepatuhan terhadap kewajiban perpajakan. Dalam praktiknya, wajib pajak harus mencantumkan detail penghasilan yang diperoleh dari CFC, baik berupa dividen, bunga, royalti, maupun keuntungan modal. Ketidakpatuhan terhadap kewajiban pelaporan ini dapat berujung pada sanksi administratif maupun denda yang diatur dalam peraturan perpajakan.
Dasar Hukum Utama
PMK No. 93/PMK.03/2019 mengacu pada:
- Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh).
Mengatur bahwa pemerintah dapat menetapkan bagian laba perusahaan luar negeri yang dimiliki wajib pajak Indonesia sebagai penghasilan kena pajak, meskipun laba tersebut belum dibagikan. - Pasal 4 UU PPh.
Menyebutkan bahwa penghasilan, termasuk penghasilan luar negeri, merupakan objek pajak di Indonesia.
Tujuan Kebijakan
Mencegah Base Erosion and Profit Shifting (BEPS)
Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk mencegah praktik Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) yang dilakukan oleh wajib pajak, khususnya perusahaan multinasional dan individu berpenghasilan tinggi. BEPS terjadi ketika penghasilan dialihkan ke yurisdiksi dengan tarif pajak yang lebih rendah atau nol melalui pembentukan entitas seperti Controlled Foreign Corporation (CFC). Praktik ini dapat menyebabkan kerugian besar bagi negara asal karena basis pajak domestik terkikis, mengurangi potensi penerimaan negara. Dengan mengadopsi konsep deemed dividend, pemerintah Indonesia memastikan bahwa laba yang diperoleh di luar negeri tidak luput dari pengenaan pajak, meskipun penghasilan tersebut belum didistribusikan.
Kebijakan ini juga merupakan implementasi dari komitmen Indonesia terhadap inisiatif global yang diinisiasi oleh OECD melalui Action Plan 3: Strengthening CFC Rules. Inisiatif ini mengarahkan negara-negara untuk memperketat aturan perpajakan terhadap penghasilan dari CFC agar tidak digunakan sebagai alat penghindaran pajak. Dengan mengadopsi ketentuan ini, Indonesia berupaya menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil dan transparan di tingkat internasional, sekaligus meminimalkan risiko penggerusan basis pajak domestik akibat strategi agresif penghindaran pajak lintas negara.
Â