Mohon tunggu...
Julita Manurung
Julita Manurung Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Sistem Informasi Universitas STMIK Triguna Dharma

Saya hobi nonton, hobi makan. Pokoknya hobi yang membuat batin saya bahagia itu udah pasti.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tinggalkan Saja

30 September 2020   10:20 Diperbarui: 30 September 2020   10:29 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
diedit dari playbuzz.com

Dulu, sekitar 6 tahun yang lalu, kisah cintaku dengannya terasa sangat manis. Tiada hari yang membosankan jika bersamanya. Ia selalu membuatku bahagia, dengan caranya sendiri. Memberi kejutan setiap kali kita bertemu, menyiapkan tempat romantis setiap kita anniversary, dan mengantarku kemanapun tempat indah yang aku sukai di kota Medan ini. 

Tapi sekarang, ia yang selalu membuatku sangat bahagia setiap harinya, kini berubah menjadi seseorang yang paling kubenci keberadaannya. Bahkan, setiap kali ia datang kerumahku untuk mengajakku jalan-jalan, ingin rasanya kukatakan tidak untuk ajakannya. Tapi aku tidak bisa menolaknya. Karena baginya, setiap penolakan akan mendapatkan 1 pukulan. Pukulan itulah yang membuatku takut untuk menolak setiap ajakannya.

Bertahun-tahun aku menjalani hubungan yang sangat menyiksa batin serta fisikku, dia tidak juga berubah. Dia selalu menganggapku ini seolah musuhnya, bukan kekasih yang patutnya disayang dan dimanja. Hingga pada suatu hari, aku bertemu dengan seorang laki-laki yang menjadi tempat curhatku, setiap kali aku mendapat perlakuan kasar dari pacarku.

Untungnya, laki-laki yang sekarang menjadi sahabatku ini, sangat sabar mendengarkan semua keluh kesahku setiap harinya. Dan bahkan, dia selalu memberiku perhatian layaknya seperti seorang pacar.

Melihat sikapnya yang seperti itu, aku pun memberanikan diri untuk menanyakan tentang perhatian yang selama ini dia tunjukkan kepadaku.

"Roy, aku boleh nanya sesuatu gak sama kamu?"

"Boleh, mau tanya apa jul?"

"Kenapa sih, akhir-akhir ini kamu makin perhatian banget samaku?"

" Karena aku sayang banget sama kamu."

"Sayang kamu bilang? Kamu kan tau kalau aku udah punya pacar.

"Iya, aku tau. Mungkin, perasaan ini tumbuh karena kita sering ketemuan dan ngobrol hingga berjam-jam."

"Maaf roy, aku gak bisa membalas perasaan kamu."

"Mau sampai kapan sih jul, kamu membiarkan diri kamu tersiksa?"

"Aku gak tau roy! Mungkin, setelah aku mati, dia bisa berubah menjadi lebih baik."

"Itu gak akan pernah terjadi."

"Memangnya kamu Tuhan, yang tau segalanya?"

"Plis, buka pikiran kamu jul. Kamu udah tersiksa fisik dan batin selama bertahun-tahun pacaran sama dia. Kenapa sih kamu gak putusin dia aja?"

"Kalau ngomong putus sih aku bisa. Tapi, kamu gak akan pernah tau apa yang akan terjadi ke aku, kalau aku ngomong putus ke dia."

"Aku tahu jul! Mukul, nampar, dan bahkan bisa lebih dari itu kan? Terus, kamu biarin dia berlaku seenaknya ke kamu? Dia itu hanya pacarmu, bukan suami. Sekarang, ayo kita temui dia dan kamu harus mutusin dia dihadapanku."

"Aku gak mau."

"Kamu takut?"

"Tolong, jangan paksa aku!"

"Aku gak maksa kamu. Aku cuma gak mau, orang yang paling kusayang itu tersiksa terus menerus. Kamu pantas bahagia jul, tapi bukan sama dia."

"Maksud kamu?"

"Kamu pantas bahagia sama aku, satu-satunya laki-laki yang benar-benar tulus mencintai kamu."

"Dulu, dia juga bilang begitu ke aku. Dia bilang, kalau dia sangat mencintai aku. Tapi apa kenyataannya sekarang? Omongan dia berbanding terbalik dengan perbuatannya. "

"Gak semua cowok memiliki sifat yang sama."

"Apa kamu yakin dengan omongan kamu?"

"Ya, aku yakin. Dan akan kubuktikan seberapa besar cintaku ke kamu. Tapi, kamu harus putusin pacarmu dulu."

"Tapi roy!"

"Plis, dengerin aku kali ini aja! Aku cuma mau bikin kamu bahagia. Sudah terlalu banyak air mata yang jatuh, setiap kali kamu bersamanya. Aku hanya ingin mengubah kepedihan yang kamu rasakan selama ini, menjadi kebahagiaan.

            Melihat roy yang begitu tulus mencintaiku dan berusaha untuk membebaskanku dari pacarku yang kasar, aku pun memberanikan diri untuk menemui pacarku, Leo.

"Leo, aku mau kita putus!"

"Kamu lagi gak bercanda kan sayang? Kamu mau aku pukul kayak kemarin-kemarin lagi? Iya?"

"Iya, pukul aku sesuka hatimu. Kalau perlu, pukul aku sampai mati, biar kamu puas."

"Kamu lihat ini apa?" ucap leo ketika tongkat baseball itu ada di genggaman tangan kanannya.

Dan saat dia akan melayangkan tongkat baseball itu ke arahku, tiba-tiba saja roy datang dan menangkap tongkat baseball tersebut, lalu membuangnya.

"Dasar cowok gak waras kamu!"

"Kamu itu siapa? Julita itu pacar aku. Apa urusannya sama kamu?"

"Kamu lupa, kalau julita tadi udah mutusin kamu!"

"Kalau aku gak mau putus dari dia gimana?"

"Kalian gak akan bisa sama-sama lagi. Karena minggu depan, aku dan julita akan melangsungkan pernikahan.

"Jangan ngaco kamu!"

"Siapa yang ngaco. Nih, bukti undangan pernikahan kami."

 "Aku gak terima ini! Dasar perempuan murahan!"

"Terserah, kamu mau bilang aku apa leo. Intinya, aku akan menikah dengan roy. Dia itu cowok yang sabar, baik, perhatian dan aku sangat mencintainya."

"Cukup julita! Jangan kamu lanjutkan lagi kata-kata itu. Oke, kita putus sekarang."

Setelah mengucapkan kata-kata itu, leo langsung pergi dan meninggalkanku bersama roy.

 Hari ini aku benar-benar lega, karena bisa lepas dari semua penderitaan yang selama ini aku rasakan seorang diri. Dari roy aku belajar banyak hal. Buat apa bertahan sama sesuatu yang bikin kita sakit terus menerus. Kita harus sayang sama diri sendiri dulu sebelum belajar menyayangi orang lain.

Setelah putus dari leo, Tuhan berikan aku roy. Laki-laki yang sangat mencintaiku setulus hati. Sekarang aku percaya, bahwa apapun hal yang aku rasain sekarang adalah keputusan yang udah aku ambil. Aku mau bahagia atau gak, aku sendiri yang memutuskan. Dan pada akhirnya, aku memutuskan untuk memilih bahagia sama roy daripada tersiksa sama leo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun