Beliau berpesan untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa, setelah pulang dari negara lain. Saat itu, tahun 2019, saya terpilih mewakili Kalbar ke Negara Sakura, Jepang.
Kita ketahui, bahwa pendidikan di sana berintegritas, filosofis dan memuliakan guru dalam membentuk Jepang sebagai Negara Maju.
Keberanian dan kejujuran akhirnya tumbuh di hati dan pikiran, untuk menyelesaikan kasus ketidakadilan di daerah, meski bertaruh profesi dan nyawa.
Jelang 7 tahun bertugas di pelosok Sintang, esensi dari pendidikan mulai hilang. Hal ini disebabkan oknum-oknum pejabat Pemda Sintang yang mulai menurunkan kesejahteraan khususnya "hanya" pada profesi guru.
Ironisnya, kasus penghapusan insentif/TPP, "hanya pada profesi guru" juga banyak melanda daerah lain di Indonesia.
Kasus ini akhirnya sampai kepada Bapak Presiden, karena kami sudah melalui prosedur dari bawah, belum temui solusi yang adil.
Yakni dari Dinas Pendidikan, Pemda Sintang, Dirjen GTK Kemdikbudristek, Keuda Kemendagri, dan dalam proses di Mensesneg, yang mengarahkan solusi ke Direktur Bina Keuangan, Kemendagri.
Penghapusan TPP/insentif di Sintang diakibatkan, "kekeliruan dan kurang pemahaman pada sejumlah pejabat pemda dan legislatif, dalam mendefenisikan tambahan penghasilan di Permendikbud Nomor 4 Tahun 2022.
Tepatnya, di Pasal 1. ayat 9, Tambahan Penghasilan adalah sejumlah uang yang diberikan kepada Guru ASN di Daerah yang belum memiliki Sertifikat Pendidik yang memenuhi kriteria sebagai penerima tambahan penghasilan.
Pasal 11, ayat (2). Tambahan Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebesar Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) setiap bulannya.
Jelas dinyatakan bahwa tambahan penghasilan (tamsil) yang Rp. 250.000,00, diberikan kepada guru tidak bersertifikasi dari APBN.